Sabtu, 09 Januari 2010

Berbuat Salah itu Manusiawi

Bayangkan ilustrasi berikut ini.

Selembar kertas bersih seputih salju berbicara pada dirinya sendiri, “Aku tercipta dengan kemurnian, karena itu selamanya aku akan tetap murni. Lebih baik aku dibakar dan hangus menjadi abu daripada menderita karena tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yang kotor.”

Tinta dalam botol mendengar kata-kata itu, dan ia tertawa dalam hatinya yang hitam, namun tidak mendekatinya. Pensil-pensil beraneka warna pun mendengarnya, namun mereka pun tak pernah mendekatinya.

Dan selembar kertas bersih seputih salju itu pun selamanya tetap putih murni, putih dan murni, tetapi...kosong.

Ada dua jenis manusia di dunia ini, yaitu orang yang salah karena berbuat sesuatu, dan orang yang tak pernah salah karena tak pernah melakukan apa-apa. Menurutmu, di antara dua jenis manusia itu, yang manakah yang lebih baik? Kalau saya diijinkan memilih, saya memilih yang pertama, yakni orang yang salah karena memang berbuat sesuatu.

Sebagai manusia, kita tidak pernah bisa lepas dari kesalahan, kekhilafan, dosa maupun kekeliruan. Dan itu sah, manusiawi. Tidak ada manusia yang sempurna, begitupun tak ada manusia yang bisa bebas dari salah dan dosa. Yang menjadi salah satu tanda bahwa kita manusia dan bukannya malaikat adalah bahwa kita terkadang berbuat salah.

Tetapi bukan berarti bahwa kemudian kita bebas untuk berbuat salah. Kesalahan bukanlah kesengajaan, itu hanyalah ‘bumbu’ dari perilaku manusia.

Apa yang ingin saya sampaikan melalui catatan ini adalah bahwa kita tak perlu berkecil hati jika merasa telah berbuat salah. Selalu ada waktu dan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Manusia tidaklah dikutuk karena kesalahannya, manusia selalu diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya, memperkecil kesalahannya, menghapus dosa-dosanya.

Kota saya, Pekalongan, terkenal sebagai salah satu penghasil batik tulis berkualitas tinggi. Batik itu digarap oleh orang-orang yang ulet dan sabar hingga bisa menghasilkan karya batik yang benar-benar bagus. Mula-mula sebuah kain digambar dengan pensil, lalu pembatik akan mengikuti gambar itu dengan larutan malam (bahan semacam lilin untuk membatik) dengan cantingnya. Terkadang pembatik ini mengalami kesalahan dengan membatik tidak tepat pada gambar dasarnya. Tetapi bukannya menghilangkan kesalahan itu, si pembatik biasanya akan berusaha untuk memberikan suatu garis atau gambar lain agar kesalahan itu tertutupi. Hasilnya, ketika batik itu telah benar-benar jadi, kesalahan tadi sama sekali tak terlihat.

Dalam mengarungi kehidupan ini, kita terkadang melakukan beberapa kesalahan, kekeliruan dan kekhilafan. Kita tidak perlu berputus asa dan menangisi kesalahan itu atau mencoba menarik kembali kesalahan yang telah kita lakukan, tetapi kita bisa menutupinya dengan kebaikan yang bisa kita usahakan. Kalau kebaikan yang kita tutupkan pada kesalahan itu lebih banyak, tentu hasilnya pun akan sama seperti batik di atas; kesalahan akan tertutupi, bahkan tak terlihat sama sekali.

Tekadang, ada orang-orang yang masih terus menyesali kesalahannya beberapa tahun yang lalu. Menyesal karena telah berbuat salah itu wajar, tetapi jika kita hanya berhenti pada tahap itu, semata-mata hanya terus menyesalinya, kita tidak pernah beranjak dari kesalahan tersebut. Kesalahan itu sudah terjadi, kita tidak bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaikinya, atau untuk tidak melakukannya. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah mencoba untuk memperbaiki kesalahan itu dengan tidak lagi melakukannya, dan menambah perbuatan baik kita.

Kalau Tuhan saja selalu memberikan maaf dan ampunan kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat salah dan dosa, mengapa kita tak bisa memaafkan diri sendiri?

 
;