Senin, 05 April 2010

Relakanlah yang Telah Hilang

Waktu itu garis, tapi sangat berharga. Kau tidak akan dapat memiliki,
tapi dapat memanfaatkannya. Kau tidak dapat menyimpan,
tapi dapat menghabiskannya. Sekali kehilangan,
kau tidak akan bisa mendapatkannya kembali.
Harvey MacKay


Saya pernah menghadapi peristiwa yang amat menjengkelkan, bahkan mungkin yang paling mengesalkan dalam hidup. Suatu saat, saya tengah berkonsentrasi menulis sebuah buku. Saya telah menghabiskan waktu hingga lebih dari tiga bulan untuk menuliskan buku itu di komputer, dan tinggal menyelesaikan bagian akhirnya saja.

Tetapi kemudian sesuatu yang tak terbayangkan terjadi. Komputer saya kemasukan virus, dan entah bagaimana caranya, file naskah yang telah saya tulis sebanyak dua ratusan halaman itu lenyap tanpa bisa dibuka lagi.

Saya sudah mencoba berbagai cara untuk mengembalikan file yang hilang itu, namun tetap saja tak pernah dapat menemukannya kembali. Saya marah, jengkel, kesal, putus asa, dan mengutuk virus yang telah merusak sistem komputer saya—tetapi file naskah itu tetap lenyap selamanya.

Ketika menceritakan hal ini pada seorang kawan, saya pun mencoba menanyakan kepadanya, apa yang kira-kira dapat saya lakukan. Di luar dugaan, teman saya memberikan jawaban yang sangat ‘remeh’. Katanya, “Tulislah kembali naskah itu.”

“Tulis kembali...???” Saya melotot.

“Apakah kamu punya pilihan lain?” Dia menyahut. Kemudian, dengan gaya seorang bijak, dia berceramah, “Komputermu sudah disterilkan, semua virus sudah dibersihkan, semua file yang hilang sudah digali dan dikembalikan—tetapi file naskah yang itu tetap hilang. Jadi, apa lagi yang bisa kamu lakukan selain menulisnya kembali...?”

Jadi itulah yang kemudian saya lakukan. Menulis naskah itu kembali. Apa lagi yang dapat saya lakukan? Semarah apa pun, sekesal apa pun, dan sekeras apa pun saya mengutuk, yang jelas file naskah itu telah hilang, dan saya tak mungkin dapat mengembalikannya, selain mencoba menuliskannya kembali.

Segala sesuatu yang telah hilang dari hidup kita mungkin pernah membuat kita marah, kecewa, frustrasi, bahkan putus asa. Tetapi toh akhirnya kita menyadari bahwa semua kesedihan dan kepedihan bahkan penyesalan yang kita rasakan akibat kehilangan itu tak ada gunanya. Sesuatu yang telah hilang tetap tak kembali, dan kita harus meneruskan kehidupan kita.

Beban kehilangan sesuatu—apa pun itu—sering kali menjadi beban yang berat, karenanya kita harus melepaskan beban yang berat itu agar langkah kaki kita menjadi lebih ringan.

Biarkanlah yang telah hilang menjadi kenangan, kita toh selalu dapat menciptakan kenangan baru. Relakanlah yang telah hilang agar terkubur dengan tenang, agar langkah kaki kita dalam menapaki hidup terasa lebih ringan.

 
;