Selasa, 08 Maret 2011

Miskin, Bodoh, Kuper, tapi Sukses (1)



Sepuluh tahun yang lalu, saya mendapati sebuah iklan berukuran besar di harian Kompas. Itu iklan perusahaan motor Honda. Iklan itu sangat menarik, hingga saya sampai mengguntingnya dan menempelkannya di ruang perpustakaan pribadi saya.

Isi iklan itu bukan tawaran untuk membeli motor Honda, tetapi sebuah inspirasi yang luar biasa. Iklan itu berlatar belakang warna yang menarik dengan tulisan besar ‘The Power of Dream’. Kemudian, di bawah tulisan itu ada gambar sepeda model kuno yang dipasangi mesin. Di bawahnya, dengan tulisan yang lebih kecil, iklan itu memuat tulisan tentang kekuatan sebuah impian, betapa sepeda model kuno yang dipasangi mesin sederhana itu kini telah menghasilkan kendaraan-kendaraan paling modern... karena kekuatan sebuah impian!

Ya, sepeda motor dan mobil produksi Honda yang hari ini memenuhi jalan-jalan raya, baik di desa maupun di kota di seluruh dunia, berawal dari sebuah impian seorang bocah lelaki miskin yang rendah diri, yang dianggap bodoh di sekolahnya, kuper sekaligus cupu, bernama Soichiro Honda. Tanpa bocah lelaki ini, kita tak akan mengenal Civic, Jazz, City, Supra, Kharisma, MegaPro, ataupun Nova Sonic.

Inilah salah satu bukti bahwa setiap orang berhak untuk memiliki impian, dan berhak mewujudkannya menjadi kenyataan, meski ia tidak cakep, meski ia miskin, meski ia dianggap bodoh oleh gurunya, meski ia rendah diri, meski ia hidup ketika negaranya porak-poranda karena dibom ketika Perang Dunia!

Soichiro Honda lahir pada tahun 1906 di sebuah desa kecil di Jepang. Pada usia yang masih sangat muda, Honda sudah sangat tertarik dengan mesin. Dalam buku biografinya, Honda menulis, bahwa pada usia dua atau tiga tahun, ia sudah merasa terkesan oleh bunyi mesin penggilingan yang tak jauh dari rumahnya.

Soichiro Honda mewarisi kesenangannya pada mesin dari ayahnya yang memiliki sebuah bengkel reparasi mesin-mesin pertanian, dan juga reparasi sepeda. Sementara orang-orang di desanya mencurahkan perhatian mereka pada pertanian, ayah Honda lebih memfokuskan hidupnya pada mesin dan teknologi. Akibatnya, keluarga Honda pun dianggap aneh, dan orang-orang di kampung mereka sering mengatakan bahwa mereka tak akan bisa hidup dengan mengandalkan bengkel mesin semacam itu.

Di sekolah, Honda bukan murid yang pandai. Ia sering merasa tidak paham dengan pelajaran-pelajaran yang disampaikan gurunya. Karenanya, ia lebih memilih untuk selalu duduk di bangku yang tak terlihat oleh gurunya, dan di sana ia duduk melamun sambil merancang gambar-gambar mesin yang terbayang dalam otaknya.

Sesungguhnya, Honda memang tidak menyukai sekolah. Ketidaksukaannya kepada sekolah itu mungkin karena ia selalu merasa rendah diri dikarenakan fisiknya. Ia mengaku kalau ia tidak tampan, memiliki tubuh yang lemah, dan juga miskin. Selama masa-masa sekolah itu, Honda benar-benar menderita karena perasaan rendah dirinya. Ia tak pernah percaya pada penampilan fisiknya sendiri. Karenanya, ia selalu menghindari acara-acara yang mengharuskannya tampil dengan alasan sakit atau dalih apa saja.

Tetapi Honda berpikir secara konstruktif. Ia tidak mau dihancurkan oleh rasa rendah dirinya. Ia ingin tetap bisa tampil percaya diri. Karena itulah dia kemudian mencari dari dirinya, sesuatu yang dapat ia banggakan, agar ia bisa tampil sedikit percaya diri.

Honda merasa bahwa satu-satunya hal yang diminati dan dikuasainya dengan baik hanyalah soal mesin. Karenanya, dia pun semakin memfokuskan diri pada hal itu, dan ia bertekad untuk menjadi yang terbaik dalam hal itu, mengalahkan siapa saja, agar dia bisa tampil dengan sedikit percaya diri!


 
;