Minggu, 18 Februari 2018

Steve Vai dan Imam Syafii

Setiap orang adalah murid, setiap orang adalah guru.
Kita belajar, dan mengajar, setiap waktu.
@noffret


Di antara Steve Vai dan Joe Satriani, siapakah yang lebih hebat?

Oh, jangan! Jangan jawab pertanyaan itu.

Ada banyak orang yang berantem bahkan bermusuhan, hanya karena memperdebatkan siapa yang lebih hebat antara Steve Vai dan Joe Satriani. Masing-masing superstar itu memiliki penggemar fanatik, nyaris menyerupai pemujaan dalam sekte, dan keyakinan mereka bisa terluka jika kita menunjukkan pendapat berbeda.

Penggemar Steve Vai bisa ngamuk kalau mendengarmu mengatakan Joe Satriani lebih hebat, sama halnya penggemar Joe Satriani bisa menggamparmu kalau kau mengatakan Steve Vai lebih hebat. Kapan pun orang bertanya kepadamu, manakah yang lebih hebat di antara dua orang itu, jawab saja semuanya hebat, dan usahakan jangan pernah memancing debat.

Seperti kita tahu, Steve Vai dan Joe Satriani adalah dua gitaris top dunia, di antara gitaris-gitaris hebat lain. Kalau kita mempelajari kehidupan pribadi mereka, Steve Vai maupun Joe Satriani bukan hanya hebat sebagai gitaris, namun juga sebagai individu. Atau, mari sebut, sebagai manusia.

Berdasarkan “garis silsilah” yang telah diakui sahih oleh siapa pun, Steve Vai adalah murid Joe Satriani. Istilah “murid” di sini dalam arti sebenarnya, bahwa Steve Vai memang berguru kepada Joe Satriani, khususnya dalam hal gitar. Steve Vai mengakui kenyataan itu, bahkan ia mengakuinya secara bangga. Di berbagai kesempatan, Steve Vai sering menyatakan, “Selama Joe Satriani masih ada, saya tidak akan kehilangan inspirasi.”

Kebanggaan serta kecintaan Steve Vai kepada Joe Satriani mencerminkan hubungan antara murid dan guru yang benar-benar istimewa. Meski telah dikenal sebagai superstar, Steve Vai tetap menempatkan gurunya di posisi yang layak, dan dia menunjukkan sikap hormatnya yang tulus sebagaimana seorang murid. Di sisi lain, Joe Satriani memperlakukan Steve Vai dengan sama layak, dengan sikap hormat yang sama, meski Steve Vai adalah muridnya.

Murid Joe Satriani lain, yang juga sangat menghormati sang guru, adalah Kirk Hammett, gitaris Metallica, yang mampu memasukkan melodi-melodi indah di tengah gebukan gila Lars Ulrich dan teriakan James Hetfield.

Dunia mengakui Kirk Hammett gitaris hebat. Fakta bahwa Metallica tumbuh besar bersamanya, menunjukkan dengan jelas bagaimana pengaruh Hammett di grup tersebut. Sama seperti Steve Vai, Kirk Hammett juga murid Joe Satriani. Dan sama seperti Steve Vai, Kirk Hammett sangat menghormati dan mencintai gurunya. Sebegitu cinta, sampai dia melukis wajah sang guru di badan gitarnya. Kapan pun kita menyaksikan Metallica, saat itu juga kita menyaksikan wajah Joe Satriani di gitar Hammett. Itu bentuk penghargaan seorang murid kepada gurunya.

Menyaksikan Steve Vai dan Kirk Hammett telah menjadi orang-orang hebat di dunia musik, apakah Joe Satriani menepuk dada, dan membanggakan dirinya karena telah menjadi guru mereka?

Tidak.

Setiap membicarakan Steve Vai, Kirk Hammett, atau murid-muridnya yang lain, Joe Satriani mengatakan, “Saya hanya membantu mengeluarkan potensi yang mereka miliki. Kehebatan mereka, tentu saja, milik mereka sendiri.”

Padahal, kalau ada orang yang berhak membanggakan diri, Joe Satriani pasti salah satunya. Dia telah menjadi guru para superstar yang dikagumi dunia! Siapa yang tidak bangga? Tapi Joe Satriani benar-benar guru yang sejati. Dia tidak mengklaim kehebatan murid-muridnya karena didikannya, melainkan karena murid-muridnya memang hebat, dan dia hanya sekadar “membantu sang murid mengenali kehebatannya sendiri”. Kalau saja Joe Satriani seorang sufi, mungkin orang-orang akan menyebutnya wali.

Kehebatan pribadi itu tampaknya juga menurun pada murid-murid Joe Satriani. Mereka sama-sama menjadi superstar yang rendah hati. Salah satu kisah tentang ini, yang asyik diceritakan, adalah kisah ketika Steve Vai bertemu superstar lain, yang menjadi penggemar beratnya.

Di Brasil, ada gitaris terkenal, bernama Patrick Souza. Tak jauh beda dengan Steve Vai, Patrick Souza juga memiliki banyak penggemar. Diam-diam, Steve Vai tahu, Patrick Souza sangat memuja dirinya. Sebegitu besar kekaguman Patrick Souza kepada Steve Vai, hingga gitaris Brasil itu sangat sering memainkan melodi Steve Vai saat manggung.

Di YouTube, khususnya sebelum terkenal, Patrick Souza pernah memiliki akun yang memamerkan kemahirannya bermain gitar, dan nama akun miliknya adalah... MrPatrickVai.

Suatu hari, Steve Vai datang ke Brasil untuk suatu acara workshop. Kedatangan Steve Vai ke Brasil tidak disia-siakan oleh Patrick Souza. Dia datang ke acara workshop, demi bisa melihat langsung sang legenda gitar tersebut. Di tengah acara, orang-orang meminta agar Steve Vai dan Patrick Souza duel di atas panggung. Tentu saja duel dalam bermain gitar.

Patrick Souza bersemangat, dan Steve Vai menyambutnya. Dua gitaris hebat itu pun mulai memainkan gitar di atas panggung, dengan disaksikan banyak orang.

Patrick Souza sangat berbakat dalam bermain gitar, dia bahkan salah satu gitaris paling berbakat di Brasil. Tapi Steve Vai tahu, permainan gitar Patrick Souza sangat terpengaruh permainannya, karena kenyataannya Patrick Souza penggemar berat Steve Vai. Ketika mereka berduel di atas panggung, Steve Vai seperti menghadapi dirinya sendiri dalam versi junior, dan dia bisa dengan mudah mengalahkan permainan Patrick Souza.

Tetapi, di situlah kehebatan Steve Vai terlihat.

Alih-alih menunjukkan kehebatan dirinya sendiri, dan mengalahkan Patrick Souza di depan orang banyak, Steve Vai justru “mengalah”. Dia membiarkan Patrick Souza tampak lebih hebat dan mempesona penonton di sana, bahkan membiarkan orang-orang mengira kalau dia kalah berduel dengan Patrick Souza.

Sama seperti gurunya yang rendah hati, Steve Vai lebih memilih menghormati penggemarnya, daripada mengalahkannya. Jadi, ketika orang-orang di sana bertepuk tangan meriah untuk Patrick Souza, Steve Vai tersenyum hangat dan ikut memuji permainan Patrick Souza.

....
....

Setiap kali menyaksikan Joe Satriani dan Steve Vai, saya selalu teringat pada Imam Malik dan Imam Syafii. Dua orang itu sama-sama hebat dan mengagumkan, bahkan menjadi imam mazhab tersendiri. Tetapi, kita tahu, Imam Malik adalah guru Imam Syafii. Sang guru sangat mengasihi muridnya, dan sang murid sangat menghormati gurunya. Keteladanan, sifat, dan kehidupan Imam Malik pun benar-benar menurun pada diri Imam Syafii.

Imam Malik tentu saja tidak pernah mengklaim bahwa kehebatan Imam Syafii karena hasil didikannya. Seperti Joe Satriani, Imam Malik menganggap posisinya sebagai guru hanyalah “membantu mengeluarkan potensi dan kehebatan sang murid”. Sementara Imam Syafii, yang sangat menghormati dan mencintai gurunya, menyadari betapa besar pengaruh sang guru dalam dirinya, hingga ia ingin selalu berdekatan dengan sang guru, sampai Imam Malik akhirnya wafat.

Dunia membutuhkan sosok-sosok guru seperti Imam Malik atau Joe Satriani, yang mendidik murid-muridnya dengan cinta kasih, yang menyadari bahwa murid-muridnya menyimpan kehebatan tersendiri, yang memahami bahwa tugasnya sebagai guru hanyalah “membantu mengeluarkan potensi dan kehebatan sang murid”.

Dunia juga membutuhkan sosok-sosok murid seperti Imam Syafii atau Steve Vai, yang mengikuti guru-guru mereka dengan sepenuh cinta dan kepercayaan, yang meneladani hal-hal baik dari sang guru—dalam kehebatan maupun kepribadian—dan yang mengasihi serta menghormati sang guru sebagai teladan sepanjang hayat.

 
;