Kamis, 01 Maret 2012

Saya Suka Jupe, tapi Jupe Suka 69

kau elus-elus tubuhku
kau belai-belai rambutku
terpejam-pejam mataku
aduh aduh aduh nikmatnya
duh aduh aduh asiknya
desah indahmu menusuk kalbu

kau elus-elus tubuhku
kau belai-belai rambutku
oh yes sungguh nikmatnya
oh yes sungguh bahagia

suka suka jupe paling suka
kasih sayangmu luar biasa
gairah cinta 69

suka suka jupe paling suka
kau buat aku tak berdaya
gairah cinta pun membara

Jupe Paling Suka 69


Saya jarang menonton televisi, jadi saya telat mengenal Julia Perez a.k.a Jupe beberapa tahun lalu. Koran dan majalah yang biasa saya baca juga tak pernah menampilkan profil atau foto Jupe (karena saya bacanya majalah Trubus). Jadi dulu, ketika kawan-kawan saya ngobrolin Jupe, saya seperti bocah kuper yang baru akil balig.

“Julia Perez siapa?” tanya saya waktu itu. “Aktris baru Hollywood, ya?”

Kemudian saya pun tahu, bahwa Julia Perez yang diobrolkan teman-teman saya itu adalah bintang baru Indonesia yang semlohay (istilah ini mungkin ada hubungannya dengan kamseupay).

Akhirnya, karena penasaran, saya pun mencari-cari sosok perempuan itu di internet. Di sebuah web entertainment, saya mendapati foto-foto Jupe dengan pose-pose yang anggun. Maksud saya, meski posenya dalam foto-foto itu dapat dibilang panas, namun foto-foto itu mengesankan Jupe seorang wanita yang cerdas. Saya tidak tahu kalau lensa kamera ternyata bisa berbohong.

Kesan pertama, kau tahu, begitu menggoda. Dan dari kesan pertama itu pula kemudian saya “terhasut” untuk menonton film Indonesia yang dibintangi Jupe. Saya sudah lupa judul filmnya. Tetapi, yang jelas, film bioskop itu menampilkan adegan Jupe yang sedang mengerang dalam kenikmatan, ketika ia bercumbu sambil berdiri di dekat jendela dengan seorang lelaki yang tidak saya kenal. Saya masih ingat betul bagaimana ekspresi wajahnya ketika itu—terpejam penuh gairah, dengan jemari mencengkeram gorden sambil mendesah. (Kenapa kok kalimat ini seperti pengaduan suami atas perselingkuhan istrinya, ya?).

Saya suka Jupe. Maksud saya, sebagai lelaki, saya suka Jupe. Jika saya perhatikan foto-fotonya yang pernah saya temui, juga menyaksikan film-film yang pernah dibintanginya, Jupe pastilah bukan perempuan munafik yang sok suci. Dan saya suka perempuan seperti itu—yang tidak munafik, juga tidak sok suci.

Sebagai perempuan, Jupe pasti tahu bahwa mata lelaki sangat lapar pada keindahan tubuh lawan jenisnya—dan Jupe memberikannya. Melalui foto-fotonya, Jupe mengumbar keindahan tubuhnya. Melalui filmnya, Jupe melakukan hal yang sama—plus ekspresi dan erangan kenikmatannya. Terlepas apakah itu bermoral atau tidak, saya tidak ingin menghakimi.

Yang jelas, Jupe bukan perempuan munafik yang sok suci, dan saya menghargai kejujurannya. Oh, well, saya lebih menghormati orang rusak yang jujur dan tidak munafik, daripada orang sok alim dan sok suci tapi hatinya penuh iri dan dengki, serta merasa paling benar sendiri. Kejujuran adalah barang langka di negeri ini, karena kemunafikan telah menjadi barang obral paling digemari.

Jadi, saya suka Jupe. Yang jadi masalah, Jupe suka 69.

Dan gara-gara kesukaannya pada 69 itu, Jupe tersandung kasus pencekalan. Seperti yang kita tahu, Jupe punya lagu baru, yang sebagian liriknya saya tampilkan di awal catatan ini. Judul lagu itu aneh, “Jupe Paling Suka 69”. Entah karena judul lagunya atau karena liriknya yang asoy, lagu itu kemudian dicekal oleh Komisi Penyiaran Indonesia.

Kenapa Jupe suka 69?

Ketika ditanya wartawan, Jupe menjawab bahwa angka 69 itu seharusnya tidak diasumsikan negatif, karena, menurutnya, “69 itu kan angka sebelum 70 kalau di angka Romawi.”

Terus-terang, saya sampai guling-guling ketika mendengar jawaban itu. Ketika diwawancarai wartawan menyangkut kasus itu, Jupe menyatakan—eksplisit maupun implisit—bahwa 69 itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan seks.

Kalau kita membaca kitab Kamasutra, kita akan diberitahu bahwa “69” adalah salah satu gaya bercinta di antara 365 gaya yang lain. Kalau kita nonton bokep, kita akan diperlihatkan bahwa “69” adalah… well, orang-orang juga sudah pada tahu! Dan kalau kita perhatikan lirik lagu Jupe, mau tak mau asumsi kita pastilah mengaitkan angka 69 dengan aktivitas itu.

Yang jadi pertanyaan, kenapa Jupe tidak mau mengakuinya, dan terus menyangkalnya? Apa salahnya kalau dia jujur menyatakan bahwa 69 dalam lagunya memang berhubungan dengan aktivitas seks? Dan kalau 69 dalam lagunya itu “hanya angka” sebagaimana yang dikatakannya, kenapa harus memilih angka 69? Kenapa tidak memilih angka lain yang lebih netral sehingga tidak menggelincirkan orang dalam asumsi yang keliru?

Bagi saya, jawaban Jupe menyangkut lagunya itu hanyalah apologi—dan saya kecewa dengan jawaban itu. Apologi bukan ilmu tentang cara membuat apolo. Apologi, dalam definisi saya, adalah jawaban untuk mengelak dari tuduhan dengan cara yang tidak elegan. Padahal, saya selalu suka hal-hal yang elegan. Ya, ya, ini memang tidak ada hubungannya, tetapi saya memang suka yang serba elegan.

Dalam film Batman Begins, Rachel Dawes berkata pada Bruce Wayne, “Orang tidak melihat apa yang ada di hatimu. Orang melihat apa yang kaulakukan.”

Tuhan tahu, Rachel Dawes adalah wanita yang elegan! Dan dia benar, bahwa orang lain tidak melihat sebaik apa hati kita, karena mereka tidak bisa melihatnya. Orang lain hanya melihat apa yang kita lakukan, karena perbuatan kitalah yang dapat mereka saksikan. Tak peduli hati kita seputih salju, orang akan ilfil kalau sikap kita sok suci dan sok alim, campur munafik dan tidak jujur.

Dan sekarang, terus terang, saya tidak bisa lagi menyukai Jupe. Caranya menjawab, mengelak, dan menjelaskan perihal lagunya sangat tidak elegan.

Mungkin Jupe seorang wanita alim keturunan bidadari dari langit. Tapi saya manusia biasa. Saya tidak bisa melihat ke dalam hatinya. Saya hanya bisa melihat apa yang telah dilakukannya. Dan yang dilakukannya adalah mengakui kalau dia suka 69.

Saya tidak bisa lagi suka Jupe. Karena Jupe suka 69. Dan membayangkan Jupe menyukai 69, benar-benar membuat saya merasa sangat tidak elegan!

 
;