Minggu, 20 September 2020

Blogger Bikin Pusing

Bagi yang punya blog, khususnya yang pakai platform Blogger,
tentu tahu kalau saat ini Blogger akan mengganti dasbor lama 
ke dasbor baru. Penggantian ini akan menimbulkan banyak masalah, 
karena ternyata masih penuh bug dan interface (antarmuka)-
nya tidak ramah pengguna.


Masalah kadang muncul dari hal-hal tak terduga, salah satunya dari platform Blogger. Blog yang kalian baca ini, juga situs Belajar Sampai Mati (BSM), dibangun menggunakan platform Blogger. Sebagai narablog (penulis blog), saya sudah telanjur nyaman menggunakan Blogger, hingga enggan berpindah ke lain platform.

Setelah sepuluh tahun lebih menggunakan Blogger, dan baik-baik saja, tiba-tiba Blogger mengumumkan penggantian antarmuka dasbor baru. Kedengarannya tidak masalah, tapi menimbulkan masalah besar, khususnya bagi saya. Selain berubah total, dasbor Blogger yang baru ini juga ternyata memiliki banyak bug, khususnya terkait pengunggahan gambar.

Semula, ketika antarmuka dasbor baru itu diperkenalkan, saya tidak terlalu terpengaruh, karena saya pikir itu sifatnya opsional—kalau mau ya pakai, kalau tidak mau ya tidak apa-apa. Jadi, ketika mendapati antarmuka baru itu pada Juni kemarin, saya santai saja. Toh saya masih bisa menggunakan dasbor lama, yang tidak bermasalah.

Masalah mulai terjadi, ketika Blogger mengumumkan bahwa antarmuka dasbor baru itu akan diterapkan (secara paksa) pada semua pengguna platform Blogger, sementara antarmuka dasbor lama akan ditiadakan mulai September ini. Artinya, setelah September, semua pengguna platform Blogger tidak bisa lagi menggunakan dasbor lama.

Saya langsung stres.

Seperti yang disebut tadi, dasbor Blogger baru memiliki banyak masalah, khususnya dalam hal pengunggahan gambar (yang biasa digunakan untuk melengkapi artikel). Dalam hal ini, saya sedang dalam proses melengkapi ribuan artikel di situs BSM dengan gambar.

Semula, sebelum ada pengumuman penggantian dasbor Blogger, saya mengerjakan hal itu (menambahkan gambar pada artikel-artikel di BSM) kalau pas selo. Tetapi, setelah ada pengumuman penggantian dasbor baru—dan dasbor lama akan dihilangkan—saya seketika panik tak karuan. Bagaimana pun, saya harus segera melengkapi artikel-artikel di BSM dengan gambar, sebelum dasbor lama benar-benar (di)hilang(kan).

Di dasbor lama, urusan mengunggah gambar dan mengaturnya di artikel sama sekali tidak ada masalah. Mudah, sederhana, dan langsung jadi. Tetapi, di dasbor baru, urusan mengunggah gambar jadi urusan yang sangat merepotkan. Karena, entah bagaimana, selalu ada masalah yang muncul—ya namanya juga mengandung bug. Dan entah kenapa Blogger belum juga membereskan bug ini.

Masalah yang muncul dalam urusan pengunggahan gambar itu bisa tata letaknya yang kacau, atau masalah lain. Intinya selalu ada masalah. Dan yang mengalami hal ini bukan cuma saya. Iskandar, blogger yang paham urusan CSS dan HTML, juga mengakui kalau urusan mem-posting artikel dan gambar lewat dasbor baru ini selalu memunculkan masalah.

Masalah lain, yang membuat saya stres luar biasa, dasbor baru menggunakan sistem scroll untuk daftar artikel—beda dengan dasbor lama yang menampilkan daftar artikel per halaman. Artinya, mengedit artikel lama di dasbor baru akan sangat merepotkan, karena harus melakukan scrolling sampai artikel yang dituju tertemukan. Jika jumlah artikel yang kita miliki cuma puluhan, mungkin tidak terlalu repot. Tapi bagaimana kalau artikel di blog kita sudah ribuan, dan kita ingin mengedit artikel yang terbit sembilan tahun lalu, misalnya?

Menghadapi kenyataan itu, saya hanya punya dua pilihan. Pertama, pasrah saja, dan proses pengunggahan gambar untuk melengkapi artikel di BSM akan terbengkalai, karena dasbor lama akan segera digantikan dasbor baru yang penuh masalah.

Pilihan kedua, saya harus ngebut mengunggah gambar untuk melengkapi artikel-artikel di BSM, agar semua artikel memiliki gambar atau ilustrasi, mumpung dasbor lama masih bisa digunakan. Yang bikin stres, artikel di BSM yang perlu dilengkapi gambar mencapai ribuan. Sementara dasbor lama akan dihilangkan pada September ini.

Dengan berat hati, saya memilih opsi yang kedua, dan sejak itu siang malam saya terus berkutat di BSM, mengunggah gambar untuk melengkapi artikel-artikel di sana, satu per satu. Prosesnya sangat melelahkan, membosankan, dan jelas membuat stres. Satu per satu artikel dibuka/diedit, lalu mencari gambar yang sesuai, mengunggahnya ke blog, dan begitu seterusnya. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, cuma itu kegiatan saya.

Saya merasa dikejar-kejar deadline, dan deadline yang mengejar adalah penggantian dasbor Blogger. Tiap pergantian tanggal di bulan September, makin sedikit waktu yang saya miliki. Dan saya makin pusing.

Karena frustrasi, saya sempat meminta bocah ini untuk membantu saya mengunggah gambar ke artikel di BSM, biar prosesnya lebih cepat. Bagaimana pun, saya pikir, sesuatu yang dikerjakan dua orang akan lebih cepat dibanding jika hanya dikerjakan satu orang. Tapi dia malah menyatakan sesuatu yang membuat saya tercengang.

“Aku akan senang hati membantumu,” dia berkata, “tapi apa kamu sudah memikirkan prinsip-prinsip perfeksionistas dan kaidah-kaidah environmentalisme yang quo vadis?”

Sambil cekikikan, saya bertanya, “Maksudnya gimana?”

Dia menjelaskan, “Maksudku begini. Andaikan saja aku membantumu. Kalau aku bersedia membantumu—mengunggah gambar ke artikel-artikel di BSM—artinya kamu juga bisa meminta bantuan teman-teman yang lain untuk melakukan hal yang sama. Sekarang andaikan saja kamu meminta sepuluh teman kita untuk melakukan hal yang sama, dan mereka tentu akan bersedia membantu, proses pengunggahan gambar di BSM tentu akan selesai lebih cepat. Tetapi... jika itu yang kamu lakukan, lalu apa beda BSM dengan situs-situs lain?”

Sebelum sempat saya menyahut, dia sudah menyambung, “Yang menjadikan BSM istimewa, sekaligus membedakannya dengan jutaan situs lain di internet, karena BSM benar-benar digarap satu orang. Cuma kamu. Jadi, kalau sekarang kamu mau melibatkan orang lain, meski sekadar untuk mengunggah gambar, apa bedanya BSM dengan jutaan situs lain? Situs-situs lain juga digarap banyak orang, terlepas apa pun yang mereka kerjakan. Intinya, cuma BSM yang benar-benar digarap satu orang, dan aku—sebagai temanmu—tidak ingin merusak hal itu. Kamu harus menunjukkan kalau kamu benar-benar mampu.”

Sambil dongkol campur ingin tertawa, saya bertanya, “Kamu ngomong begitu karena ingin memotivasiku, atau memang karena tidak mau membantu?”

Dia cuma cengengesan. “Sejak awal kamu membuat BSM, kamu melakukannya sendirian. Aku tahu, kalau kamu memang ingin melibatkan orang lain, kamu pasti sudah melakukannya sejak dulu. Tapi tidak kamu lakukan. Karena kamu memang ingin melakukannya sendirian. Sebagai temanmu, aku tahu, itu caramu membuktikan pada dirimu sendiri—itu sesuatu yang membuatmu senang. Dan, juga sebagai teman, aku tidak ingin merusak kesenanganmu.”

Dalam hati, saya mengakui yang dia katakan memang benar.

Jadi, begitulah. Sambil menahan lelah, bosan, dan nyaris frustrasi, saya terus melakukan yang harus saya lakukan. Sendirian. Dari siang sampai malam. Mengunggah gambar ke artikel di BSM, satu per satu. Dari puluhan hingga ratusan, lalu mulai seribu. Dua ribu... tiga ribu...

Semua urusan lain terpaksa ditangguhkan. Saya harus benar-benar fokus pada urusan ini, karena waktu deadline kian dekat. September sudah datang. Dasbor Blogger lama siap menghilang. Dan begitu dasbor lama benar-benar hilang, saya ingin semua artikel di BSM telah dilengkapi gambar.

Saat ini, tinggal 900-an artikel lagi yang masih perlu dilengkapi gambar, dan saya berharap semuanya bisa selesai sebelum dasbor lama dihilangkan.

Saat ini pula, saya berharap—sangat, sangat berharap—Blogger membatalkan penggantian dasbor, dan para penggunanya dapat terus menggunakan dasbor lama yang sederhana dan nyaman. Saya sudah beberapa kali mengirim permintaan itu, dengan penjelasan aneka kekurangan yang terdapat pada dasbor baru, tapi tampaknya Blogger tetap kukuh ingin menggantikan dasbor lama dengan yang baru.

Kalaupun itu benar-benar terjadi, saya berharap dasbor yang baru sudah tidak memiliki masalah apa pun, sehingga juga nyaman digunakan. TAPI SEBENARNYA SAYA TETAP BERHARAP ITU TIDAK TERJADI.

Sialnya, ketika saya menulis catatan ini, penggantian paksa dasbor baru sudah terjadi, dan dasbor lama benar-benar telah hilang.

Noffret’s Note: Blogger

Sambil nunggu udud habis, aku mau ngomong sama teman-teman blogger.

Bagi yang punya blog, khususnya yang pakai platform Blogger, tentu tahu kalau saat ini Blogger akan mengganti dasbor lama ke dasbor baru. Penggantian ini akan menimbulkan banyak masalah, karena ternyata masih penuh bug dan interface (antarmuka)-nya tidak ramah pengguna.

Rencana penggantian dasbor baru ini sebenarnya akan dilakukan pada Juli kemarin. Tapi karena ramai diprotes banyak blogger—termasuk @dradnaksi dan aku yang bolak-balik kirim penjelasan panjang lebar ke Blogger—rencana penggantian dasbor itu pun lalu ditunda, sampai Agustus.

Sampai Agustus, pihak Blogger telah memperbaiki banyak hal pada antarmuka dasbor baru, tapi ternyata masih menyimpan banyak bug. Sekali lagi banyak penulis blog kirim protes, dan hingga saat ini aku telah mengirim lebih dari enam surat khusus ke Blogger atas masalah ini.

Mungkin karena hal itu, penggunaan dasbor baru kembali ditunda pada September, dan sebagian penulis blog pasti telah mendapati dasbornya berubah saat ini. Sekilas, antarmuka dasbor baru itu tampak ciamik, modern, dan responsif. Tapi di dalamnya penuh bug dan aneka masalah!

Urusan posting di dasbor baru akan sangat mengesalkan, karena instruksi-instruksinya banyak berubah/rumit, dan ada lebih banyak klik. Itu pun masih ditambah aneka masalah lain, terkait pengunggahan gambar sampai perubahan HTML. Pendeknya, dasbor Blogger baru ini penuh masalah.

Karena itu, kalau di sini ada yang aktif ngeblog dan menggunakan platform Blogger, tolong ikut kirim “protes” ke pihak Blogger, agar rencana penggunaan dasbor baru ini DIBATALKAN. Cara kirim protesnya mudah. Buka dasbor blogmu, klik "Bantuan & Masukan", lalu klik “Kirim masukan”.

Dalam jangka panjang, jika tidak dibatalkan, dasbor baru ini akan membuat semua pengguna platform Blogger akan kerepotan, khususnya ketika akan mengedit/memperbaiki/memperbarui tulisan-tulisan lama. Lebih lengkap soal ini, silakan baca catatan ini:

Apa Kelebihan dan Kekurangan Platform Blogger?

PS:

Gara-gara perubahan dasbor baru ini, aku sampai suntuk ngurusi BSM selama 4 bulan terakhir, mengedit ribuan artikel lama. Dan sampai sekarang belum selesai.

Jika ada yang ingin ditanyakan lebih lanjut soal dasbor baru Blogger, sila tanya di sini, atau kirim ke e-mail-ku.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6 September 2020.

Satu-satunya Orang yang Mampu Mengalahkan Thanos

Ironis. Atau mungkin harus kukatakan; menakjubkan. Betapa satu-satunya orang yang mampu mengalahkan Thanos—dalam pertarungan satu lawan satu—hanyalah Wanda Maximoff.

Wanda Maximoff adalah mbakyu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 April 2020.

Noffret’s Note: Di Rumah Aja

Seharian ini nemu banyak artikel yang isinya berkisar "cara agar tidak stres selama di rumah aja". Dan aku senyum-senyum tiap mendapatinya.

Justru aku lebih sering stres kalau keluar rumah. Kalau di dalam rumah, sampai berbulan-bulan sekalipun, ya asyik-asyik saja. Jarang stres.

Pemerintah mengimbau agar kita di rumah aja, dan hanya keluar kalau memang ada urusan penting.

Sejak dengar imbauan itu, rasanya aku ingin ngakak. Ora usah dikandani! Awit zaman kuno, aku yo wis ngono! Tapi orang-orang malah menganggapku aneh, karena jarang keluar. Kan, asu!

Jadi, terkait hal-hal begituan—imbauan di rumah aja, social distancing, dan semacamnya—bisa dibilang tidak ada pengaruhnya bagiku, karena kehidupanku dari dulu ya memang sudah begitu. Kenyataannya memang lebih baik sendirian, daripada bersama orang lain tapi ora nyambung.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 April 2020.

Rapuh Digerogoti Virus

Mungkin mengingatkan kita pada Amerika masa kini. Hampir mustahil dikalahkan bangsa lain, tapi rapuh digerogoti virus.

Mengapa Kekuasaan Dinasti Ming di China Bisa Jatuh?

Mungkin tidak ada orang di zaman itu yang mengira kekuasaan Dinasti Ming akan runtuh... sampai muncul wabah dan bencana.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 April 2020.

Kamis, 10 September 2020

Gara-Gara Kucing

Kucing-kucing di dekat rumahku sedang ramai bertengkar. 
Yang kupikirkan bukan topik pertengkaran mereka,
tapi kosakata yang mereka gunakan.


Saat kita sedang berkendara di jalan raya, kadang ada kucing melintas seenaknya. Peristiwa semacam itu bisa berujung celaka, entah bagi si kucing atau bagi si pengendara yang kebetulan apes.

Saya sudah beberapa kali mendapati peristiwa semacam itu. Kadang, kucing terlindas kendaraan, karena si pengendara tidak mampu mengendalikan kecepatan saat kucing melintas, hingga si kucing akhirnya mati. Biasanya, si pengendara akan bertanggung jawab dengan cara mengurus penguburannya. Saya bahkan pernah mendapati ada pengendara mobil yang melepas bajunya sebagai pembungkus jasad kucing yang ia tabrak, sebelum kemudian menguburnya secara layak.

Ada banyak mitos seputar kucing, dan kita sama-sama tahu. Jadi tidak aneh kalau ada orang yang sampai ketakutan saat tak sengaja menabrak kucing di jalan, apalagi kalau si kucing sampai mati. Karenanya pula, saat seorang pengendara tanpa sengaja melihat kucing melintas di depannya, sebisa mungkin ia akan berusaha mengendalikan kendaraan, agar tidak sampai menabrak si kucing.

Peristiwa itu pula yang saya saksikan, kemarin, ketika sedang berkendara sendirian untuk makan malam.

Saya sedang berkendara perlahan, ketika dari belakang muncul CBR melaju kencang. Sekitar 10 meter di depan, CBR itu tiba-tiba mengerem mendadak, dan terbanting. Motor itu tidak langsung diam, dan sempat menyeret pengendaranya di atas aspal. Apa yang terjadi?

Saya menghentikan motor, lalu turun dan bermaksud menolong.

Bersama dua orang yang kebetulan ada di lokasi kejadian, saya ikut membantu pengendara yang jatuh tadi. Kami angkat motor yang menindih badannya, lalu mengangkat si korban yang tergeletak di aspal. Dia seorang pria, mungkin berusia 25-an, dan jelas terluka cukup parah akibat kecelakaan tadi. Kain celana di samping lututnya sampai sobek, dan terlihat rembesan darah.

Bersama seseorang, saya membawa korban ke pinggir jalan. Sementara satu orang lagi menuntun CBR si korban, dan, entah kenapa, dia memarkirnya tepat di samping motor saya.

Saya bertanya pada si korban, apa yang terjadi. Dia menjelaskan, tadi ada kucing melintas di depannya, dan seketika dia menghentikan motornya yang melaju kencang. Sepertinya dia kesulitan mengendalikan laju motor, hingga terbanting.

Keberadaan kucing yang melintas itu dibenarkan oleh dua orang yang ikut menolong, yang sejak awal memang sedang nyangkruk di sana. Karenanya, mereka pun langsung paham kalau si korban jatuh gara-gara menghindari kucing.

Dalam waktu seketika, para pengendara yang kebetulan melintas di sana mulai melambatkan laju kendaraan, sebagian lain sampai berhenti, ingin tahu apa yang terjadi. Peristiwa kecelakaan selalu menarik perhatian orang. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi, dan kami—saya serta dua orang yang menolong tadi—mencoba menjelaskan.

Lalu muncul sebuah pikap putih, dan ikut berhenti. Sopirnya turun—seorang pria tinggi besar, dengan rambut ikal kecokelatan, mungkin berusia 50-an—sepertinya juga penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi. Tetapi, berbeda dengan orang-orang lain yang bertanya baik-baik mengenai apa yang terjadi, sopir pikap ini langsung “ngamuk”.

“Ini sudah kesekian kalinya!” seru sopir pikap itu, saat mendekat ke arah kami yang sedang mengerumuni korban kecelakaan.

“Ini sudah kesekian kalinya saya melihat orang kebut-kebutan seenaknya di jalan raya, sampai kecelakaan begini! Berkendara itu mbok yang bener! Jalan raya kok dipakai ajang balapan! Kalau sudah kecelakaan begini, baru sadar kan, gimana sakitnya?”

Sialnya, orang-orang yang berkerumun di situ semuanya bapak-bapak—cuma saya dan si korban kecelakaan yang masih muda. Akibatnya, sopir pikap tadi menujukan pandangannya ke arah saya, seolah saya “tersangka utama” dalam kasus itu.

Seorang bapak di situ mencoba menjelaskan pada sopir pikap, “Mas ini (sambil menunjuk korban kecelakaan) bukan jatuh karena balapan.”

Tapi sopir pikap malah makin garang, “Lha itu buktinya!” (Sambil nunjuk CBR korban yang diparkir tepat di samping motor saya. Mungkin dia berpikir, ada dua motor sport parkir di pinggir jalan raya, dan seseorang terluka parah akibat kecelakaan. Apa lagi penyebabnya kalau bukan balap liar?)

Dalam hati saya misuh-misuh.

Sopir pikap masih memandangi saya dengan tatapan tidak menyenangkan. Lalu saya mencoba menjelaskan kepadanya, “Dia (sambil nunjuk korban kecelakaan yang bersandar pada pintu toko) bukan teman saya, dan kami tidak balapan.”

Sopir pikap murka, “Sampai teman sendiri tidak diakui! Gini kejamnya dunia balap liar. Waktu temannya kena kecelakaan, mau aman sendiri. Takut kalau ada polisi?”

Rasanya saya ingin mengambil batu dari neraka untuk menyumpal mulut sopir pikap sialan ini. Tapi sebelum sempat saya mencari batu, korban kecelakaan ikut buka suara, dan mencoba menjelaskan sambil menahan kesakitan, “Saya memang tidak kenal dengan mas itu (sambil menunjuk ke arah saya). Kami tadi jalan sendiri-sendiri. Tiba-tiba ada kucing lewat, terus saya berusaha mengendalikan motor biar tidak nabrak kucing. Tapi akibatnya malah saya jatuh.”

Setelah mendengar penjelasan itu, sopir pikap tampaknya mulai percaya. “Kucing!” katanya kemudian.

Setelah itu, mungkin karena merasa bersalah akibat ngamuk-ngamuknya barusan, sopir pikap tampak memperhatikan si korban kecelakaan, dan menyarankan agar ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Dia bersedia mengantar.

Akhirnya, kami menggotong korban kecelakaan ke bak pikap, membaringkannya di sana. Sementara motornya kami titipkan pada salah satu toko yang bersedia.

Sampai di situ, saya pikir urusan selesai, dan saya akan melanjutkan perjalanan untuk mencari makan malam. Tapi sopir pikap tadi meminta saya agar menemaninya ke rumah sakit. “Biar ada saksi, kalau-kalau saya nanti dituduh menabraknya!” ujarnya.

Meski agak dongkol, saya merasa tidak punya pilihan, jadi saya pun menurut. “Saya mengikuti dari belakang.”

Sopir pikap itu membawa si korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat, dan saya membuntuti dari belakang dengan motor.

Sesampai di rumah sakit, kami menghubungi IGD, dan si korban kecelakaan dipindah ke brankar. Kami menjelaskan apa yang terjadi pada pihak rumah sakit, dan mereka tampak langsung paham.

Korban kecelakaan tadi masih sadar, dan bisa diajak berbicara. Jadi, saat dia akan didorong masuk, saya pamitan, “Mas, saya tinggal tidak apa-apa, ya.”

“Iya, Mas,” sahutnya. “Biar nanti saya hubungi keluarga saya. Terima kasih sudah mengantar ke sini.”

Setelah itu, sopir pikap ikut pamitan, dan dia mengatakan sesuatu yang tidak saya sangka-sangka, “Lain kali, Mas, kalau nemu kucing di jalanan gitu, tabrak saja! Daripada malah masuk rumah sakit gini. Kucing!”

Saya merasa, sopir pikap ini tipe orang yang kalau ngomong tidak boleh didebat. Jadi saya diam saja, dan melangkah perlahan menuju motor di parkiran... untuk melanjutkan rencana makan malam.

Kebohongan yang Terungkap oleh Corona

Apa sebuah kehobongan yang sampai sekarang 
orang-orang terdekatmu masih percaya?
@VICE_ID

"Menikah akan membuatmu bahagia dan lancar rezeki."
@noffret


Ketika Wuhan melakukan lockdown akibat wabah corona, KDRT meningkat. Ketika lockdown dicabut, jumlah gugatan perceraian mencapai rekor.

Apa alasan KDRT dan perceraian dari fenomena itu? Stres, tekanan batin, bosan, dan "akhirnya aku tahu seperti apa dirimu" karena terus bertemu.

Saat ini, di Jakarta (dan mungkin di Indonesia secara luas), jumlah perceraian meningkat drastis. Alasannya? Ekonomi. Wabah corona menutup banyak bisnis, melahirkan jutaan pengangguran, dan uang makin sulit didapat. Kenyataan itu kemudian menciptakan tumpukan berkas perceraian.

"Menikah akan membuatmu bahagia," katanya.

Tolong katakan itu pada mereka yang menjadi korban KDRT, atau kepada mereka yang bosan melihat pasangannya sendiri setiap hari gara-gara terjebak lockdown, hingga tak bisa ke mana-mana.

"Menikah akan melancarkan rezeki," katanya.

Tolong katakan itu pada orang-orang miskin yang makin miskin gara-gara wabah corona, orang-orang yang antre bansos demi bisa makan, atau kepada orang-orang yang menatap hampa hidupnya karena tak lagi punya apa-apa.

Bocah Amerika punya pepatah bagus terkait wabah corona, yang jika diterjemahkan kira-kira berbunyi, "Virus corona tidak mengacaukan dunia, ia hanya menunjukkan betapa kacaunya dunia."

Kita hidup dalam sistem yang kacau, dari sistem pemerintahan sampai sistem keyakinan.

Wabah corona saat ini telah menunjukkan kepada kita bahwa ada terlalu banyak mitos yang kita percaya, dari mitos "semua baik-baik saja" sampai mitos "bahagia dan lancar rezeki". Sayangnya, mitos-mitos itu tak berhenti sebagai mitos, tapi menjadi keyakinan yang merusak diam-diam.

Omong-omong, Vice, "kehobongan" kuwi opo?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Juni 2020.

Hari Gini Masih Catcalling

Hari gini masih catcalling.

Kalau seseorang mendekatimu baik-baik, tapi kamu menolak, dan dia pergi, yo wis... memang begitulah hal yang benar! Dia tidak mau mengganggu dengan terus menerus mendekatimu, juga tidak ingin menyiksa dirinya sendiri. Perkara kau menyesali penolakanmu, itu masalahmu sendiri!

Sesuatu yang tidak pernah, dan tidak akan pernah kulakukan, adalah catcalling. Karena itu perilaku yang tak beradab, tak berpendidikan, sekaligus merendahkan diri sendiri dan orang lain. Catcalling itu perilaku para primata. Kalau kau melakukannya, artinya kau belum jadi manusia.

Primata melakukan catcalling, karena mereka tidak bisa berbicara! Karena itulah mereka mengembangkan sesuatu yang kemudian kita sebut catcalling. Sementara manusia punya kemampuan berbicara dan berkomunikasi melalui percakapan. Bisa berbicara baik-baik, tapi malah meniru primata.

Ketika seseorang melakukan catcalling, apakah subjek yang menjadi catcalling-nya tertarik kepadanya? Hampir 100 persen tidak! Justru aneh kalau si subjek yang di-catcall tertarik. Alih-alih tertarik, subjek yang di-catcalling justru akan marah, tidak nyaman, dan merasa terhina.

Tidak ada orang yang senang mendapat catcalling, dalam apa pun bentuknya. Bahkan umpama seseorang semula tertarik kepadamu, ketertarikan itu bisa lenyap dan berubah menjadi kemuakan dan rasa jijik, ketika kau melakukan catcalling. Hanya orang tak beradab yang melakukannya.

Kalau kau memang tertarik atau punya kepentingan dengan seseorang, katakan kepadanya dengan baik dan sopan, sebagaimana seharusnya manusia—bukan malah melakukan perilaku tak beradab dan bikin tak nyaman seperti catcalling.

Hari gini masih catcalling.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Maret 2020.

Noffret’s Note: Wajar

Hal-hal menyenangkan, bagiku, adalah hal-hal yang normal/wajar. Karena segala sesuatu mestinya normal. Hidup berjalan dengan normal, dengan segala suka duka dan romantikanya. Intinya, apa pun yang terjadi, sebesar dan sekecil apa pun, segalanya pasti normal atau wajar.

Bahkan, dalam lingkup kehidupan dunia secara luas, kemunculan pandemi covid-19 pun masih tergolong normal. New Normal, saat ini, juga tergolong normal. Karena begitulah kehidupan. Segalanya berjalan normal, dengan segala isinya, dengan apa pun nama atau sebutannya. Normal, wajar.

Kehidupan kita tak pernah lepas dari campur tangan atau bahkan intervensi manusia. Wajar. Dan selama campur tangan atau intervensi itu dilakukan secara normal atau wajar, semuanya juga baik-baik saja. Karena begitulah kehidupan manusia. Ada baik dan buruk, ada suka dan duka.

Yang jadi masalah adalah ketika intervensi atau campur tangan manusia pada kehidupan sudah masuk taraf tak wajar, dan dari situlah ketidaknormalan terjadi. Oh, ya, di dunia ini ada orang-orang yang sangat peka, yang bisa mengenali ketidaknormalan seperti dokter mengenali kanker.

Sebagai bocah, aku hanya percaya pada hal-hal normal dan wajar, karena begitulah hukum keteraturan, esensi dasar kehidupan. Dan, omong-omong, seharian ini TL-ku normal—seperti sebelum-sebelumnya. Beda dengan beberapa hari kemarin yang terkesan tak wajar dan tak normal.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 Juni 2020.

“Keajaiban”

Sayang sekali, "keajaiban" ini tidak terjadi padaku. Andai otakku berhenti bekerja saat jatuh cinta, saat ini aku pasti sudah pacaran, atau bahkan menikah.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Maret 2020.

Selasa, 01 September 2020

Sebenarnya, Siapakah yang Menjadi Influencer Jokowi?

Sambil nunggu udud habis, jadi ingin ngoceh.


Ada gurauan populer di Twitter, kira-kira seperti ini, "Ingin menyiksa orang perfeksionis? Buatlah ketidakaturan!"

Gurauan itu sebenarnya tidak tepat disebut gurauan, karena nyatanya ada orang-orang yang "tersiksa" ketika melihat ketidakaturan, kejanggalan, atau "keanehan".

Segala sesuatu seharusnya "teratur"—bahkan sekacau-balau apa pun tampaknya. Lalu lintas yang semrawut, misalnya, atau kamar yang berantakan. Mungkin tampak kacau dan tidak teratur. Tetapi, secara alami—setidaknya kita bisa menyebutnya begitu—hal-hal itu sebenarnya teratur.

Jika kita melempar sebuah dadu, misalnya, kita tidak akan bisa memastikan berapa titik yang akan kita dapati. Karena lemparan dadu akan—dan pasti—menghasilkan keacakan. Keacakan pada lemparan dadu adalah sebentuk keteraturan. Jika tidak acak, artinya ada yang tidak beres.

Jika seseorang melemparkan dadu seratus kali, dan seratus kali pula ia menghasilkan tiga titik, bahkan iblis di neraka akan meragukannya. Karena tidak acak, padahal seharusnya acak.

Ketidakteraturan atau keacakan dalam lemparan dadu adalah keteraturan. Dan itulah kesempurnaan.

Ketika para filsuf mengatakan bahwa alam semesta dibangun di atas kesempurnaan, artinya bukan "kesempurnaan" seperti yang mungkin kita bayangkan—dalam arti semuanya sempurna tanpa cela. Bahkan adanya cela itulah, dalam perspektif para filsuf, bukti kesempurnaan.

Begitu pula ketika para ilmuwan menyatakan bahwa dunia ini teratur—artinya bukan "teratur" seperti yang mungkin kita bayangkan. Chaos atau kekacauan yang terjadi di dunia, adalah salah satu bukti bahwa dunia ini teratur. Karena jika tidak teratur, chaos tidak akan pernah terjadi.

Aku membenci typo (salah ketik), sebesar kebencianku pada iblis di neraka. Karenanya, aku selalu berhati-hati saat menulis, agar tidak mengalami typo, karena aku bisa marah dan membenci diriku sendiri jika itu terjadi. Tapi bahkan seperti itu pun, kadang aku masih mengalami typo.

Apa artinya itu? Oh, well, itulah keteraturan!

Fakta bahwa aku sesekali masih mengalami typo, adalah bukti bahwa kehidupan ini teratur. Jika aku menulis bertahun-tahun, dalam ribuan halaman, dan tidak ada typo sama sekali, justru akan menjadi anomali, karena tidak manusiawi.

Alam semesta, dan kehidupan manusia, dibangun di atas keteraturan. Kenyataan penting inilah yang menghasilkan logika dalam pikiran para filsuf, yang mengenalkan statistik pada para ilmuwan, dan yang mengenalkan kita pada angka serta perhitungan, probabilitas dan kemungkinan.

Ocehan ini, kalau kulanjutkan, mungkin baru akan selesai tahun 2958. Padahal cokelat hangatku hampir habis, dan ududku juga hampir habis. Jadi, untuk mempersingkat ocehan, mari kita gunakan contoh langsung yang bisa kita lihat bersama-sama.

Pertama, perhatikan judul dan isi artikel ini.

Jokowi Beri Keluarga Miskin Sembako Senilai Rp600 Ribu Per Bulan

Jokowi memutuskan akan memberikan bantuan kepada masyarakat miskin di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). —@tempodotco

Sekarang lihat judul dan isi artikel ini.

Polda Metro Jaya Salurkan Beras Bantuan Presiden Jokowi 

Sasaran utama penyaluran bantuan Presiden Jokowi tersebut adalah para pekerja transportasi yang terkena langsung oleh wabah COVID-19. —@tempodotco

Well, perhatikan ini.

Sekali Lagi, Ini Cara Dapat Listrik Gratis dari Jokowi

Masyarakat pelanggan listrik rumah tangga 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA subsidi selama tiga bulan bakal menikmati diskon tarif listrik. —@cnbcindonesia

Sekarang perhatikan ini.

6 Paket Bantuan Jokowi: Listrik Gratis Sampai Kartu Sembako

Ada 6 paket bantuan yang akan segera direalisasikan dalam penanganan corona. —@cnbcindonesia

Sudah melihat dan memperhatikan artikel-artikel tadi? Sekarang perhatikan yang ini.

5 Fakta Token Listrik PLN Digratiskan Jokowi 

Berikut 5 fakta token listrik PLN digratiskan Jokowi selama 3 bulan bagi 450 VA dan 900 VA subsidi yang bisa diakses dari WhatsApp dan www.pln.co.id. —@kompascom

Dan ini.

Listrik di Rumah Anda Digratiskan Jokowi? Begini Cara Mengeceknya 

Listrik di rumah Anda digratiskan Jokowi? Begini cara mengeceknya yakni dengan melihat kode pada meteran daya di rumah Anda. —@kompascom

Lanjut. Perhatikan judul dan isi artikel ini.

Ini 3 Syarat dan Cara Dapat Listrik Gratis dari Jokowi

Pemerintah menyisihkan anggaran untuk memberikan listrik gratis pada masyarakat yang terkena dampak pendemi corona. Ini syarat dan caranya. —@detikcom

Dan ini.

Jokowi Gratiskan Listrik 3 Bulan, Ini Daftar Penerimanya

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggratiskan listrik untuk pelanggan 450 VA, dan bagi pelanggan 900 VA hanya membayar separuh. —@detikcom

Dan ini juga.

Pahami Kado Listrik Gratis dari Jokowi

Presiden Jokowi memberikan listrik gratis kepada masyarakat miskin untuk menekan dampak sosial dan ekonomi dari pandemi corona. —@cnnindonesia

Aku masih bisa menautkan ratusan artikel lain, kalau mau, yang judul serta isinya akan sebelas dua belas dengan rangkaian artikel tadi. Tapi kita akan sama-sama mati bosan, dan intinya bukan itu.

Intinya adalah, artikel-artikel yang tadi kutautkan menunjukkan satu hal; anomali.

Bisa melihat sesuatu yang nyata dan sangat janggal di sini?

Ambil seratus orang secara acak di Indonesia. Jika ada satu dua orang yang sangat tolol, itu wajar, alami, manusiawi, teratur, sempurna, sahih, tayyib! Tapi jika seratus orang itu tolol semua, jelas ada yang salah!

Apakah para jurnalis di Indonesia tidak bisa membedakan antara "Jokowi" dan "pemerintah"? Aku tidak ingin berpikir begitu, tentu saja, karena sama artinya menghina intelektualitas mereka. Tetapi fakta bahwa mereka melakukan hal yang sama di waktu yang sama, itu membuatku gelisah.

Judul-judul artikel tadi teratur, bahkan sangat teratur—kalau kau paham maksudku. Tetapi keteraturan semacam itu justru membuktikan ketidakaturan, karena mestinya tidak begitu! Karena segala hal di dunia ini seharusnya teratur, dan di dalam keteraturan pasti ada keacakan!

Ududku habis. Mungkin ocehan ini akan kulanjutkan besok atau kapan-kapan—kalau selo dan kalau ingat. Bye!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 April 2020.

Di Ambang Resesi Global

Dunia di ambang resesi global. Saat ini, hampir semua kerja/usaha/bisnis terdampak wabah corona. Ajaib, kalau dipikir-pikir. Betapa dunia tak berdaya menghadapi sesuatu yang mikroskopis, dan betapa naif manusia yang menganggap remeh hal-hal tak terlihat.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Maret 2020.

Ayub di Tengah Wabah

Yang jarang diungkap dari ribut-ribut wabah Corona:

Seusai wabah Corona mereda di China, dan lockdown dicabut, kasus perceraian meningkat.

Selama lockdown di berbagai negara diberlakukan, khususnya di Asia, tingkat KDRT meningkat.

Bagaimana itu bisa terjadi?

Sangat sederhana!

Ketika lockdown/karantina diberlakukan, semua orang terus berkumpul di rumah masing-masing—suami, istri, dan anak-anak (kalau ada). Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, mereka terus bersama. Hal itu, ditambah tekanan stres akibat wabah corona, menjadikan sumbu emosi memendek.

Di hari-hari biasa, suami atau istri (atau keduanya) berpisah untuk bekerja. Mereka baru berkumpul kembali setelah jam kerja—ada batas pertemuan dan perpisahan yang memungkinkan mereka membangun "jarak", dan masing-masingnya menikmati kesendirian. Itu kebutuhan dasariah manusia.

Ketika lockdown terjadi gara-gara wabah Corona, "jarak" yang mestinya ada di antara suami-istri itu dihilangkan, hingga keduanya sama sekali tidak punya jarak apa pun, karena dipaksa terus bersama siang malam. Dalam kondisi semacam itu, gesekan dan letupan sangat mudah terjadi.

And then, itulah yang terjadi. Tingkat KDRT di wilayah Asia—di negara-negara yang melakukan lockdwon—meningkat. Sementara di China, ketika lockdown dicabut, gugatan perceraian seketika menumpuk di pengadilan.

Dalam hal ini, inti masalahnya bukan Corona, tapi stres dan kebosanan.

Dan INILAH kesalahan massal yang dilakukan miliaran orang di dunia, yaitu mengira perkawinan seindah pacaran!

Pacaran itu indah dan menyenangkan, siapa pun setuju. Kenapa? Karena keduanya masih dibatasi jarak, dan hanya bertemu sewaktu-waktu. Dari situlah muncul kerinduan.

Tapi perkawinan sama sekali berbeda dengan pacaran, karena jarak yang semula ada, diretas dan dihilangkan. Ketika itu terjadi, kerinduan berubah menjadi kebosanan. Karenanya, membayangkan perkawinan akan seindah pacaran adalah kesalahan fatal yang bisa dilakukan anak manusia.

Ada jutaan orang di dunia—kalau saja mereka mau jujur—yang memiliki anak(-anak) semata karena ingin membunuh kebosanan, dan agar punya kesibukan. Karena mereka jenuh dalam hubungan dengan pasangan, melewati hari demi hari yang cuma gitu-gitu. Dalam pikiranku, itu serupa kutukan.

Perkawinan itu indah—kapan? Saat tercetak di undangan! Begitu undangan itu mulai dilupakan, sebagian perkawinan terguncang, dihantam badai penyesalan, ditikam kebosanan, digerogoti frustrasi, dan aneka perasaan menyesakkan lain yang tidak akan pernah mereka ceritakan kepadamu.

Dua manusia tidak bisa disatukan terus menerus! Itu hukum alam, dan kita tidak akan bisa mengalahkan hukum itu!

Karenanya, sebagian perkawinan yang selamat, biasanya karena suami istri membangun jarak yang sehat. Tidak bersama terus menerus. Ada masa-masa jeda, "pisah sejenak".

Dalam pikiranku, seorang lelaki membutuhkan kesabaran seorang Ayub untuk bisa melanggengkan perkawinan. Tapi bahkan Ayub pun tak mampu melakukannya—ketika istrinya memilih pergi, dan kesabarannya terluka. Dan Tuhan tahu, itu "pisah sejenak" bagi keduanya, agar kembali bersama.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Maret 2020.

Di Saat Genting

Di saat-saat genting, yang kita butuhkan bukan orang yang kita sukai, tapi orang yang punya inisiatif jelas dan terarah; bukan orang yang ramah dan murah senyum pada siapa saja, tapi orang yang tegas dan bisa memutuskan hal-hal penting secara cepat dan bertanggung jawab.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 Maret 2020.

Mengimbau

Istilah yang beberapa hari ini sering muncul di TL terkait pemerintah adalah "mengimbau". Mengimbau gini, mengimbau gitu, mengimbau bla-bla-bla.

Padahal mereka bisa lebih baik daripada sekadar mengimbau.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 April 2020.

 
;