Selasa, 20 Juni 2023

Dari Kasus Mayat Bayi sampai Polthergeist

Di Tangerang, sekian waktu lalu, ada kasus aneh yang tampaknya tenggelam di antara hiruk-pikuk berita lain, hingga tak sempat terekspos. Yaitu kasus seorang perempuan yang kena “prank” dari dua laki-laki yang tidak ia kenal—mungkin kasus prank paling misterius di Indonesia. 

Ceritanya, berdasarkan yang saya baca dari berbagai media, seorang perempuan naik motor sendirian. Di tengah jalan, dia berhenti sejenak untuk memasang headset. Pada waktu itulah muncul dua laki-laki asing yang tiba-tiba memberikan kardus sepatu kepada si perempuan.

Si perempuan menerima pemberian kardus dari dua laki-laki tadi, dan dua laki-laki yang juga naik motor itu segera pergi. Ketika si perempuan membuka kardus tadi, ternyata isinya mayat bayi. Setelah itu, si perempuan pulang, dan menunjukkan “kado prank” itu pada ibunya.

Dari situ, mereka melapor pada Ketua RT, yang lalu diteruskan ke polisi. Kasus berhenti sampai di situ—atau setidaknya, itulah yang saya tahu—karena media-media tak lagi memberitakan. Polisi tampaknya kebingungan memecahkan kasus tersebut, karena mungkin saking anehnya.

Berdasarkan keseluruhan deskripsi yang saya baca dari berita-berita di berbagai media, kasus itu “terlalu aneh” dan “terlalu banyak kebetulan”. Ini kedengarannya seperti kasus ala Sherlock Holmes, dan Scotland Yard kebingungan. 

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?

Kita tidak tahu, tentu saja. Tapi seperti yang saya bilang tadi, kasus itu memiliki terlalu banyak kebetulan. Kebetulan saja si perempuan keluar rumah dan naik motor sendiri. Kebetulan saja dia berhenti di tengah jalan untuk memasang headset. Kebetulan saja muncul dua lelaki mendatanginya.

Di atas semua itu, mungkin juga tempat si perempuan berhenti tak terpantau CCTV, hingga sulit melacak apa yang sebenarnya terjadi, dan seperti apa rupa dua laki-laki yang memberikan kardus berisi mayat bayi—terbukti polisi stuck dan kebingungan menghadapi kasus ini.

Jika kasus itu terdengar aneh, ternyata ada yang lebih aneh, dan kali ini saya benar-benar penasaran, yaitu kasus polthergeist di Cianjur. Ini jenis kasus yang, mau tak mau, harus mendatangi langsung lokasi kejadian, agar benar-benar tahu apa yang [mungkin] terjadi.

Di Cianjur, sekian waktu lalu, ada sebuah keluarga yang diganggu polthergeist—benda-benda mati tiba-tiba melayang dan bergerak sendiri—hingga mereka terpaksa “ngungsi” karena tak tahan dengan gangguan yang terjadi. Benda yang melayang termasuk kursi dan lain-lain.

Kasus ini masuk di beberapa media di Indonesia, tetapi, seperti biasa, awak media hanya menuliskan “hal-hal yang mereka dengar dari para saksi” dan semacamnya—artinya bukan reportase investigasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Menarik, sih, tapi sangat tanggung.

Kasus polthergeist di Cianjur ini menarik, karena bukan sekadar kasus “mbah-mbuh” yang cuma “kata si anu”. Peristiwa polthergeist di Cianjur disaksikan banyak orang, setidaknya belasan orang menyaksikan saat pintu rumah tampak dijebol oleh suatu kekuatan tak kasatmata.

DetikCom menuliskan berita terkait hal itu, dan menjelaskan bahwa “10 ustaz sudah turun tangan untuk mengatasi kasus tersebut”. Pada saat itulah, makhluk-entah-apa di rumah warga di Cianjur tampak marah, dan berusaha menjebol pintu rumah, sampai engsel-engselnya lepas.

Terus terang, sebenarnya saya tidak terlalu berminat dengan hal-hal beginian. Tapi kisah sebuah keluarga yang diteror kursi yang bergerak sendiri dan benda-benda beterbangan, hingga mereka sangat ketakutan, tentu menarik untuk diketahui lebih lanjut. Apa yang sebenarnya terjadi?

Keliling Dunia Naik Sepeda

Pernah ada seorang pria—usianya mungkin 50-an—yang naik sepeda, dan di sepedanya terdapat karton berisi tulisan, “Keliling dunia naik sepeda”. 

Aku melihatnya pertama kali di perempatan lampu merah, saat sedang menuju warung makan langganan. Aku terkesan, tentu saja.

Waktu itu, aku percaya pria tadi memang [bermaksud] keliling dunia naik sepeda, seperti yang disampaikan karton di sepedanya. Bisa jadi, pria itu orang dari kota jauh yang waktu itu kebetulan sampai di kotaku, dalam perjalanannya keliling dunia sendirian dengan sepeda.

Berhari-hari kemudian, aku kembali mendapati pria itu, kali ini sedang duduk di trotoar, sendirian, tidak jauh dari perempatan tempatku melihatnya pertama kali. Dia bersama sepedanya, yang di bagian belakangnya terdapat karton berisi tulisan “Keliling dunia naik sepeda”.

Sejak itu dan seterusnya, aku sering melihat pria itu di jalan raya—kadang dia sedang melaju sendirian dengan sepedanya, kadang pas berhenti di lampu merah, kadang pula dia tampak duduk di trotoar. 

Dan aku selalu memperhatikan karton itu—“Keliling dunia naik sepeda”.

Mungkin pria itu punya impian keliling dunia naik sepeda, atau apa pun yang ada di kepalanya, dan dia sedang menjalaninya. 

Semoga dia bahagia dengan impiannya, dalam hidup yang dijalaninya. Karena punya impian [atau khayalan] saja kadang bisa membuat seseorang bahagia.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Agustus 2021.

Anak yang Beruntung

Menurutku, anak yang punya orang tua dokter itu beruntung sekali. Karena tentu telah (di)kenal(kan) perawatan kesehatan sejak dini. Itu privilese yang tidak dimiliki banyak anak lain.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Agustus 2021.

Kesiapan dan Ketulusan

Kita diajar untuk semangat dan tekun dalam mengejar sesuatu. Tapi ada yang lebih penting dari itu: Kesiapan dan ketulusan untuk memilikinya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Januari 2012.

Menyelam Sambil Pakai Topi

Aku melihatnya di film Sisu.

Yang Menarik dari Hidup

Yang menarik dari hidup, kita tidak perlu membeli napas untuk hidup. Dan ia tak terbeli. Atau kita tak pernah mampu membelinya. Entahlah.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2012.

Bisa Dikulum-kulum

Berbukalah dengan yang bisa dikulum-kulum. #Appeeuuuhh

Misalnya... kurma.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Mei 2019.

Kajol adalah Mbakyu

Ajay Devgan dan Shah Rukh Khan bisa menjadi saksi atas kebenaran itu.

Ada Grup Musik Bernama Adema

Saya cuma mau ngomong gitu.

Amoh

Oh... amoh.

Sabtu, 10 Juni 2023

Doktrin dan Propaganda

Dari kecil sampai dewasa, kita menghadapi tuntutan demi tuntutan. Dari tuntutan sekolah mulai TK sampai SMA atau kuliah, hingga tuntutan kerja, segera menikah, dan beranak-pinak. Seiring dengan itu, setiap hari, dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, kita ditikam kebisingan.

Ada yang pernah memikirkan realitas yang sebenarnya mengerikan ini? Kita, hidup, sepertinya, hanya untuk dihadapkan pada tuntutan demi tuntutan dan kebisingan demi kebisingan. Kita dibuat sibuk sekaligus pekak, terus menerus, dari kecil hingga dewasa, bahkan sampai ajal tiba.

Dulu, seperti umumnya manusia, aku berpikir semua itu sesuatu yang alami, bahwa memang seperti itulah kehidupan manusia. Belakangan, aku menyadari, itu bukan kehidupan alami manusia, tetapi sesuatu yang dipaksakan untuk kita terima. Dan nyaris tidak ada orang yang menyadarinya.

Kita, manusia, memang sengaja dibuat sibuk dengan tuntutan demi tuntutan, dari balita sampai lansia, hingga kita tak punya waktu jeda. Seiring dengan itu, kita terus menerus ditikam kebisingan dari pagi sampai malam, agar... apa?

Agar kita tidak punya waktu untuk berpikir!

Ada yang sangat ketakutan kalau manusia sampai punya waktu jeda, lalu mulai menggunakan pikirannya... dan berpikir tentang diri serta hidupnya. 

Dan ketakutan itu telah dimulai ribuan tahun lalu. Setiap kali ada orang yang mulai berpikir, setiap kali pula tewas sebagai martir.

Korea Utara bisa menjadi miniatur bagaimana kehidupan umat manusia di dunia ini dikendalikan agar "tetap begini adanya". Tanpa kesadaran, tanpa pengetahuan.

Alasan utama kenapa Korut sangat tertutup, karena Kim Jong Un tidak ingin rakyatnya tahu bahwa mereka bodoh dan dibodohi.

Rakyat Korut percaya, dengan segenap keyakinan, bahwa Jong Un adalah semacam orang suci. Sebegitu suci, sampai mereka percaya bahwa Jong Un tidak pernah buang air besar. Ini konyol bagi kita, tapi tidak bagi mereka. Apa pun ocehan Jong Un, rakyat Korut menerimanya sepenuh hati.

Dan Jong Un benar-benar tahu bagaimana cara mengendalikan rakyatnya agar tetap bodoh hingga bisa terus dibodohi. Pertama, dia buat rakyatnya terus sibuk bekerja. Kedua, dia berikan ancaman/hukuman. Dan ketiga, siang malam rakyat Korut harus terus dibuat pekak oleh doktrinasi.

Di setiap rumah warga Korut ada radio, dan radio itu tidak boleh dimatikan siang malam, bahkan ketika si pemilik rumah tidur. Suara radio bisa dikecilkan saat akan tidur, tapi tidak boleh dimatikan. Dan yang terdengar dari siaran radio itu cuma doktrin-doktrin pemerintah Jong Un.

Warga Korut sengaja dibuat sibuk terus menerus, sambil dihadapkan pada ancaman/hukuman mengerikan. Seiring dengan itu, mereka dibuat pekak oleh kebisingan radio sialan yang terus mengumbar doktrin-doktrin Jong Un.

Lebih lengkap soal Korut, baca di sini.


Yang terjadi pada warga Korea Utara sebenarnya juga terjadi pada kita, dalam skala lebih luas. Kita sengaja dibuat sibuk, dari kecil sampai dewasa, siang malam, dan seiring itu terus dihantam kebisingan. Dan seperti nasib warga Korut... kita kadang tak tahu jalan keluar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Oktober 2020.

Sejumput Kenangan Lucu

Dulu aku punya kafe favorit, yang kudatangi hampir saban hari. Namanya Kafe BSP. Kafe itu milik stasiun radio bernama sama—jadi depannya stasiun radio, belakangnya kafe. Tempatnya sangat nyaman, makanannya enak, suasananya silir-silir. Cinta banget sama tempat itu.

Dulu, biasanya, siang hari aku ke sana, bawa laptop. Makan siang di sana, lalu berjam-jam menikmati suasana kafe yang tenang sambil mengerjakan sesuatu di laptop, atau menjelajahi internet. Seringnya sendirian, meski kadang bersama teman, atau kadang pula ketemu teman di sana.

Kafe itu menyediakan banyak makanan enak, dari ayam bakar sampai batagor. Jujur saja, menurutku batagor di sana paling enak se-Jawa Tengah. Jadi, menikmati waktu di sana benar-benar menyenangkan. Lidah dimanjakan aneka makanan enak, dan tempatnya sangat nyaman untuk bekerja.

Sebenarnya, keberadaanku di sana tidak akan menarik perhatian, andai aku tidak melakukan “kesalahan” yang benar-benar tolol. Suatu siang, aku iseng pesan “ayam bakar rica-rica”—nama sesuai di buku menu. Gobloknya, aku mengeja “rica-rica” dengan ejaan Inggris; “rika-rika”.

Pelayan kafe, yang mencatat pesananku, semula memastikan dengan bingung, “Ayam bakar... apa?” 

Aku mengulang pesananku, “Ayam bakar rika-rika.” 

Ketika mulai paham maksudku, dia—entah kenapa—tidak bisa menahan tawa, dan cekikikan tanpa bisa ditahan, sampai lama.

Sampai di situ, aku belum paham di mana letak lucu atau salahnya. Belakangan, ketika tahu kalau “rica-rica” tetap dibaca “rica-rica”, aku malu sekali. Sejak itu, pelayan di sana—khususnya yang terlibat insiden tadi—selalu menyambut ramah (maksudnya cekikikan) tiap aku datang.

Riwayat kebiasaanku datang ke kafe itu akhirnya terhenti ketika kafe itu tutup, selamanya, bersamaan dengan bubarnya stasiun radio pemiliknya. Sejak itu, aku kesulitan menemukan kafe pengganti yang sama-sama menyediakan tempat nyaman dan makanan enak. 

Wong Demak

Wong Demak sekarang rajin ngetwit. Appeeeeuuuhh...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Desember 2019.

Hari biasa

 Hari biasa yang biasa saja.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 15 Mei 2019.

Subhanallah

Subhanallah... aku suka lagu kasidah ini! Otw ke YouTube.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 18 Mei 2019.

Pada Kenyataannya

Manusia, pada kenyataannya, adalah produk lingkungan dan cetakan pengalamannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Mei 2019.

Semromong

Howone semromong, awake semremeng.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 November 2019.

Darah Putih

Ternyata tempo hari sempat viral "kelebihan darah putih", ya? Kayaknya aku terlambat, nih. Hadeeeh, jadi ingin mengeluarkan darah putih. Apppeeeeeuuuhh.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 November 2019.

Sepertinya

Sepertinya, laki-laki dan perempuan baru bisa berteman jika—atau mungkin harus kutulis JIKA—sekolah/kuliah di tempat yang sama, atau kerja di kantor/perusahaan yang sama. Di luar itu, laki-laki dan perempuan memang sulit menjalin pertemanan. Setidaknya, itulah yang kualami.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6 Desember 2019.

Wis

Wis lah, mbuh!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Maret 2012.

Aba-aba

Urip kok isine aba-aba.

Kamis, 01 Juni 2023

Kebenaran Sederhana

Kemungkinan besar kita sepakat kalau es adalah benda yang dingin. Mengapa kita sepakat? Ya karena memang begitu kenyataannya. “Es adalah benda dingin” merupakan pengetahuan universal, dalam arti bisa dibuktikan siapa pun, di mana pun, kapan pun. Itu serupa kebenaran.

Bagaimana kalau ternyata ada yang tidak sepakat, dan mengatakan es bukan benda yang dingin? Ya tidak apa-apa. Nyatanya toh kita sepakat atau tidak sepakat, percaya atau tidak percaya, menerima atau menyangkal, es tetap benda yang dingin. Kalau tidak sepakat ya tidak apa-apa.

Ada banyak kebenaran universal yang bisa dibuktikan kebenarannya, dan kebenaran itu tetap kebenaran, meski disangkal atau tidak dipercaya. Seperti es yang dingin, api yang panas, dan semacamnya. Kalau orang tidak percaya, dan mencoba “melawan kebenaran” itu, ya risikonya sendiri.

Kalau aku ngomong ke teman, “Es itu dingin, lho,” dan dia tidak percaya, ya tidak apa-apa. Aku tidak akan marah apalagi sampai mengancam atau menuduhnya macam-macam, dan kami tetap berteman. Sangat aneh kalau pertemanan kami bubar hanya gara-gara tidak percaya es dingin.

Jangankan sekadar es, wong sesuatu yang jauh lebih penting pun aku tidak peduli. Seperti buku, misalnya. Aku menganggap The Magic of Thinking Big adalah buku yang sangat bagus, dan memberi manfaat besar bagi diri dan hidupku. Karenanya, aku mengenalkan buku itu pada teman.

Temanku membaca buku itu sampai selesai, dan mengatakan, “Menurutku, buku ini biasa saja.” 

Apakah aku kecewa? Tidak—lebih tepat, mungkin hanya kaget. Kaget, karena buku yang kuanggap sangat bagus ternyata bernilai biasa bagi dia. Tapi apakah aku marah? Sama sekali tidak!

Karena di dunia ini ada kebenaran universal—seperti es yang dingin—dan ada kebenaran relatif seperti “buku yang bagus”. Buku itu serupa film, musik, fashion, cara refresing, atau kecenderungan-kecenderungan manusiawi yang lain. Cocok bagi satu orang belum tentu cocok bagi orang lain.

Ini adalah kebenaran sederhana, manusiawi, yang mestinya dipahami semua orang. Kita bisa menyangkal es bukan benda dingin, dan ia tetap dingin. Dan sesuatu yang kita anggap bagus belum tentu cocok untuk orang lain. 

Intinya Kurang Ndusel

Mumpung badan agak enakan, aku mau ngasih pengantar untuk catatan baru di blog. Sambil nunggu udud habis.

Aku check up ke dokter tempo hari, karena punya masalah GERD (asam lambung), dan sepertinya sudah relatif parah. Dokter sudah ngasih obat, dan sampai sekarang aku masih mengonsumsinya, meski dengan susah payah. Maklum, gak bisa menelan obat (pil/kapsul).

Tadi siang check up ke dokter. Karena pasien cukup banyak, harus nunggu antrean sampai lama. Di deretan samping tempatku duduk, ada perempuan—seusia Awkarin, mungkin—bersama ibunya. Dia cantik, agak mirip Arab, dan tanpa sadar kami saling curi-curi pandang selama di sana.

Masalah asam lambung mungkin terdengar familier, dan bisa jadi sebagian orang menganggapnya hal ringan. Tapi sebenarnya tidak ringan-ringan amat, sih. Khususnya kalau kita terlambat menyadari. Aku termasuk yang terlambat, dan baru sadar setelah parah.

Meski mungkin tidak terdengar seperti penyakit berat, GERD bisa membunuh penderitanya. Kalian pasti ingat suami artis anu yang meninggal karena GERD, beberapa waktu lalu (googling aja kalau gak tahu). GERD juga bikin tubuh sangat tidak nyaman.

Selain si penderita merasa tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya, GERD juga bisa membuat orang lain tidak nyaman. Pasalnya, penderita GERD biasanya sering bersendawa. Bagi sebagian orang, suara sendawa bisa membuat mereka tidak nyaman.

Mengapa orang bisa terkena GERD? Berdasarkan yang kupelajari, dan berdasarkan penjelasan dokter yang merawatku, masalah ini bisa timbul karena faktor bawaan, yakni karena longgarnya katup lambung, sehingga cairan lambung mudah naik, karena tak tertutup rapat.

Selain faktor tersebut, ada beberapa penyebab lain, yang penjelasannya lumayan panjang. Kalau tertarik, sila cari sendiri, karena informasinya sangat banyak di internet. Kalau kuteruskan di sini, mungkin baru akan selesai tahun 2077, dan ududku tidak akan cukup.

Yang jelas, sampai saat ini, masalah GERD yang kualami belum beres (belum sembuh), dan aku masih dalam perawatan (harus kontrol ke dokter dan mengonsumsi obat setiap hari)—entah sampai kapan. Sepertinya aku memang butuh istirahat, dan ndusel. Apppeeeuuuhh...

Well, kalau-kalau di sini ada orang yang juga mengalami GERD, sila sharing. Siapa tahu kamu juga penderita GERD, atau telah sembuh, dan aku bisa belajar dari pengalamanmu. Meski semoga kalian semua sehat, dan tidak ada yang punya sakit apa pun.

Catatan baru: 
Bisa Menelan Pil Itu Privilese » https://bit.ly/2KZF9Oq


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 Desember 2020.

Setidaknya

Aku bukan orang sempurna. Tetapi, setidaknya, aku mengatakannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Mei 2019.

Luka

Luka kita dapat mengingatkan pada masa lalu yang nyata. —Hannibal Lecter


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 November 2019.

Kangen Gorengan

—di suatu tempat, suatu waktu

Sebulan sudah aku menjalani hidup tanpa menikmati gorengan sama sekali. Well, aku sedang berada di tempat yang menyediakan aneka hal kebutuhan dan kenikmatan duniawi, tapi tidak ada penjual gorengan! Ini benar-benar tragis, ironis, dan menyedihkan, setidaknya bagiku.

Padahal gorengan termasuk kenikmatan duniawi, kebutuhan biologis, pencetus orgasme—sebut apa pun. Tidak ada yang bisa menggantikan sepiring gorengan panas, cabai rawit, teh anget, dan udud. Jika surga benar ada, para bidadari pasti akan bikin gorengan setiap hari.

Tempe goreng panas, bakwan garing, subhanallah... Dalam perjalanan hidupku selama 14.764 tahun, aku menyaksikan gorengan telah menjadi makanan yang membantu eksistensi manusia dan menyelamatkan kita dari kepunahan. Jangan tanya kenapa, aku juga tidak tahu jawabannya. 

VICE di Zaman Jahiliyah

Apakah komodo punya komedo?
@VICE_ID


Jawabannya tidak. 

Di dalam kulit/pori-pori manusia terdapat kelenjar minyak (sebum), yang menghasilkan minyak. Ketika minyak ini bertemu sel kulit mati dan membentuk gumpalan yang menyumbat pori-pori, terbentuklah komedo.

Komodo tidak punya kelenjar minyak pada pori-porinya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 Mei 2019.

Minggu

Minggu yang biasa-biasa saja.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 November 2019.

Cahaya dan Kegelapan

Cahaya mengira ia bergerak lebih cepat dari apa pun, tetapi ia salah. Tak peduli seberapa cepat cahaya bergerak, ia menemukan bahwa kegelapan selalu sampai di sana lebih dulu, dan sedang menunggu. —Terry Pratchett, Reaper Man


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 September 2021.

Memasuki

Memasuki waktu Indonesia bagian sahur.

Bersahurlah dengan yang putih-puttiiiiiiihhhh... #Apeeeeeuuuuhh 

Misalnya... nasi uduk.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 15 Mei 2019.

 
;