Dulu aku punya kafe favorit, yang kudatangi hampir saban hari. Namanya Kafe BSP. Kafe itu milik stasiun radio bernama sama—jadi depannya stasiun radio, belakangnya kafe. Tempatnya sangat nyaman, makanannya enak, suasananya silir-silir. Cinta banget sama tempat itu.
Dulu, biasanya, siang hari aku ke sana, bawa laptop. Makan siang di sana, lalu berjam-jam menikmati suasana kafe yang tenang sambil mengerjakan sesuatu di laptop, atau menjelajahi internet. Seringnya sendirian, meski kadang bersama teman, atau kadang pula ketemu teman di sana.
Kafe itu menyediakan banyak makanan enak, dari ayam bakar sampai batagor. Jujur saja, menurutku batagor di sana paling enak se-Jawa Tengah. Jadi, menikmati waktu di sana benar-benar menyenangkan. Lidah dimanjakan aneka makanan enak, dan tempatnya sangat nyaman untuk bekerja.
Sebenarnya, keberadaanku di sana tidak akan menarik perhatian, andai aku tidak melakukan “kesalahan” yang benar-benar tolol. Suatu siang, aku iseng pesan “ayam bakar rica-rica”—nama sesuai di buku menu. Gobloknya, aku mengeja “rica-rica” dengan ejaan Inggris; “rika-rika”.
Pelayan kafe, yang mencatat pesananku, semula memastikan dengan bingung, “Ayam bakar... apa?”
Aku mengulang pesananku, “Ayam bakar rika-rika.”
Ketika mulai paham maksudku, dia—entah kenapa—tidak bisa menahan tawa, dan cekikikan tanpa bisa ditahan, sampai lama.
Sampai di situ, aku belum paham di mana letak lucu atau salahnya. Belakangan, ketika tahu kalau “rica-rica” tetap dibaca “rica-rica”, aku malu sekali. Sejak itu, pelayan di sana—khususnya yang terlibat insiden tadi—selalu menyambut ramah (maksudnya cekikikan) tiap aku datang.
Riwayat kebiasaanku datang ke kafe itu akhirnya terhenti ketika kafe itu tutup, selamanya, bersamaan dengan bubarnya stasiun radio pemiliknya. Sejak itu, aku kesulitan menemukan kafe pengganti yang sama-sama menyediakan tempat nyaman dan makanan enak.