Jumat, 20 Januari 2023

Dialektika Hegel dan Pintu Kebijaksanaan

Di Twitter, saya sering mendapati thread filsafat dari akun LogosID. Akun itu bahkan membuat serial thread, yang masing-masing thread berisi satu filsuf dengan pandangan filsafatnya. Mungkin karena tujuannya sekadar untuk memperkenalkan, masing-masing thread itu sangat singkat, bahkan disebut “1 minute thread” atau thread yang bisa dibaca dalam satu menit.

Nah, tempo hari saya mendapati satu thread tentang Hegel (Georg Wilhelm Friedrich Hegel), filsuf idealis Jerman yang terkenal dengan dialektika (tesis-antitesis-sintesis). Saya tertarik ingin mengelaborasi thread itu di Twitter, namun khawatir kalau terlalu panjang dan bikin tidak nyaman para follower. Karenanya, saya pun memilih untuk menulisnya di sini. Tentu saja tidak akan panjang lebar, wong ini juga cuma nunggu udud habis. 

(Kok sama kayak di Twitter, mung sak ududan?)

Lha kan saya tadi bilang, ocehan ini semula mau saya muntahkan di Twitter. Jadi jatahnya ya tetap sak udud.

....
....

Tesis, antitesis, dan sintesis, adalah temuan paling revolusioner—kalau boleh disebut begitu—di dunia filsafat, terkait kesadaran dan kehidupan manusia. Meski mungkin tersamar, dalam arti tidak secara frontal, pengetahuan dan kesadaran mengenai hal itu meruntuhkan berhala kebenaran. 

Setiap kali kita mendengar istilah “berhala”, yang biasa muncul dalam imaji kita adalah patung-patung yang disembah manusia. Padahal “berhala” tidak sebatas itu. Berhala, dalam pengertian intelektual atau filsafat, adalah p(em)ikiran manusia yang disembah dan dituhankan.

Berhala semacam itu jauh lebih berbahaya dari patung-patung yang hanya diam. Karena ketika ada manusia diberi hak—atau merasa punya hak—untuk memberhalakan pemikirannya, dampaknya bisa destruktif pada dirinya sendiri maupun manusia lain.

Mari gunakan contoh mudah, agar tidak ada yang ngamuk. Bayangkan seorang Raja yang memiliki kekuasaan mutlak. Suatu hari dia makan jagung bakar, dan tersedak. Lalu dia berpikir bahwa makan jagung bakar bisa berbahaya, dan dia melarang semua orang makan jagung bakar.

Karena pemikiran sekaligus larangan itu datang dari seorang Raja dengan kekuasaan absolut, semua orang patuh, dan tidak ada yang berani membantah. Maka pemberhalaan pun dimulai—dalam hal ini pemberhalaan pemikiran Sang Raja mengenai jagung bakar.

Masalahnya adalah... apakah pemikiran itu benar, bahwa jagung bakar memang makanan berbahaya? Kita tahu, pemikiran itu keliru! Fakta bahwa seorang Raja makan jagung bakar lalu tersedak, bukan berarti semua orang akan ikut tersedak saat makan jagung bakar.

Dalam dialektika Hegel, secara sederhana, pemikiran bahwa “jagung bakar adalah makanan berbahaya” (yang dilatari faktor seseorang tersedak karena makan jagung bakar), disebut tesis. Sekali lagi, ini cuma contoh/gambaran sederhana—tentu saja arti tesis tidak setolol itu.

Tesis adalah pemaparan mengenai suatu kebenaran yang disertai metode penelitian dan data konkrit, atau kesimpulan atas hasil riset yang didasari bukti-bukti dan pemikiran logis. Pendeknya, tesis adalah pernyataan atas sesuatu yang dianggap kebenaran oleh seseorang.

Kembali ke kasus jagung bakar yang dianggap makanan berbahaya, hanya karena seseorang tersedak saat memakannya—itu contoh tesis dalam ilustrasi sederhana. Nah, tesis ini bermasalah ketika orang yang memaparkan tesis tersebut merasa punya hak absolut tak-mungkin-salah.

Pemikiran manusia selalu punya kemungkinan salah. Jika kita menolak kenyataan ini, kita sedang menciptakan berhala. Itulah pentingnya dialektika Hegel, hingga saya menyebut “tesis, antitesis, dan sintesis, adalah temuan paling revolusioner terkait kesadaran dan kehidupan manusia.”

Karena pemikiran manusia selalu punya kemungkinan salah, maka kita memberi kemungkinan lahirnya antitesis, yaitu bantahan atas tesis/pendapat/pemikiran sebelumnya yang dianggap benar, atau sangkalan atas tesis yang diajukan sebelumnya. Di titik ini, berhala runtuh.

Dalam kasus jagung bakar yang dianggap makanan berbahaya, bentuk antitesis bisa berupa, “Jagung bakar bukan makanan berbahaya. Ada miliaran orang yang makan jagung bakar, dan mereka baik-baik saja. Bahkan jagung bakar mengandung aneka vitamin,” dll—misalnya.

Tesis diajukan, antitesis menanggapi, dan kesimpulan atas dua hal yang saling bertentangan itu—jika ditemukan—disebut sintesis, yaitu simpulan yang didasarkan pada dua pandangan yang sebelumnya saling bertolak belakang. Omong-omong, inilah yang disebut dialektika Hegel.

Dalam pemikiran ideal, dalam konteks sosial kita sekarang, kehidupan manusia sebenarnya tidak akan kacau, rusak, atau saling menyalahkan, andai kita mau menyadari kenyataan ini. Bahwa tidak ada pemikiran manusia yang bisa diberhalakan sebagai kebenaran mutlak. 

Contoh paling sederhana, dan paling populer, para remaja dan anak-anak muda diprovokasi agar segera menikah dengan iming-iming, “Menikah akan membuatmu tenteram, bahagia, dan lancar rezeki!” Mari kita terima fakta bahwa itu hanyalah tesis dari pikiranmu.

Faktanya, ada jutaan orang menikah dan mereka bercerai. Ada jutaan orang berkeluarga, dan hidup mereka keblangsak. Ada jutaan anak yang terlahir ke dunia hanya untuk menanggung beban luka dan kesengsaraan. Ini antitesis untuk tesismu. Dan pemikiranmu bukan berhala!

Kita lihat, ada dua pemikiran di sini yang saling bertolak belakang. Manakah yang benar? Bisa jadi keduanya benar. Karena nyatanya ada orang-orang yang menikah dan mereka bahagia sampai tua. Dan nyatanya ada pula orang-orang yang menikah dan mereka sengsara sampai ajal.

Kedua kebenaran itulah yang lalu dirangkum jadi sintesis. Bahwa ada orang yang menikah, dan mereka bahagia. Ada pula orang yang menikah, dan hidup sengsara. Sintesis lain, orang yang menikah menghadapi kebahagiaan dan kesusahan, karena begitulah kehidupan.

Karenanya, pernyataan “menikah akan membuatmu tenteram, bahagia, dan lancar rezeki”—itu belum titik, dan baru bagian senangnya. Kalau mau adil, jelaskan pula bagian susahnya, bahwa menikah juga rentan menimbulkan konflik, masalah, beban besar tanggung jawab, hingga perceraian.

Dialektika Hegelian—tesis, antitesis, dan sintesis—mengajarkan cara berpikir secara komprehensif, holistik, menyeluruh, dan itulah pintu pertama kebijaksanaan. 

Kegilaan Massal

Berita tentang artis/selebritas yang memilih tidak [buru-buru] menikah atau memutuskan tidak punya anak, hampir bisa dipastikan akan menarik perhatian masyarakat Indonesia. Padahal menikah atau punya anak adalah keputusan pribadi orang per orang. Itu sebenarnya biasa saja.

Yang tidak biasa justru [sebagian] masyarakat kita. Artis Anu menyatakan tidak akan menikah, langsung geger. Artis Ini memutuskan tidak akan punya anak, langsung ribut. Ironis, sebenarnya, betapa hal-hal yang sifatnya pribadi semacam itu dipersoalkan/diributkan oleh banyak orang.

Di sisi lain, ada semacam "kegilaan massal" pada [sebagian] masyarakat kita saat ada berita artis yang menikah. Ada pasangan artis yang pernikahannya sampai diliput, bahkan dijadikan acara khusus, stasiun televisi di Indonesia. Jutaan orang menyaksikan detik-detik prosesi nikahnya.

Jadi, kalau ada artis menikah [atau punya anak], masyarakat kita bertempik sorak—oh, well, aku suka istilah ini. Dan ketika ada artis yang memilih tidak menikah atau memutuskan tidak punya anak, masyarakat kita seperti murka. Tidakkah kita pernah berpikir ini "mengerikan"?

Fenomena aneh ini telah berlangsung dari waktu ke waktu, berkali-kali, dan kita tidak juga menyadari kalau ini aneh. Padahal fenomena itu menunjukkan potret wajah [sebagian] masyarakat kita, yang, meski hidup di era modern, tapi pola pikirnya ternyata masih sangat terbelakang.

Kita butuh kesadaran massal untuk menyadari bahwa menikah [atau tidak] dan memiliki anak [atau tidak] adalah hal yang biasa-biasa saja—itu bagian pilihan dan keputusan pribadi orang per orang, yang mestinya tidak perlu diributkan, tidak perlu dirusuhi, tidak perlu dihisteriakan.

Ocehan ini, kalau kulanjutkan, masih panjang sekali, dan mungkin baru selesai tahun 8475. Tapi ududku habis.

Dan tiba-tiba aku teringat catatan lama:
Almarhumah Cinta » http://bit.ly/15Ju30r


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 Agustus 2021.

Butir-Butir Kismis

Memasuki waktu Indonesia bagian mencemplungkan butir-butir kismis ke dalam cokelat hangat, lalu udud dengan nikmat...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Agustus 2020.

Awkarin Ternyata Ngerti Kecengklak

Awkarin ternyata ngerti kecengklak. Kayiiiiin, Kayin...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 Desember 2020.

Dalam Hujan

Dalam rindu, ada rintik hujan yang membasuh kering hatiku. Dalam hujan, ada lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang rindu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Desember 2012.

Selasa, 10 Januari 2023

Energi Terkuat di Dunia

Dulu, waktu menyaksikan Amber Heard dalam film Aquaman, aku berpikir dia seorang mbakyu. Tapi ternyata dia bukan mbakyu.

Jiwa bocahku terluka mendapati kenyataan itu.

Omong-omong soal mbakyu...

Sambil nunggu udud habis.

Dulu aku berpikir Bella Swan adalah mbakyu, dan ternyata dia bukan mbakyu. Dulu aku berpikir Madeleine Swann bukan mbakyu, dan ternyata dia seorang mbakyu. Dalam pikiran bocahku, urusan mbakyu bisa serumit itu.

Dan omong-omong soal Madeleine Swann...

Ketika Madeleine belum lahir, ayahnya (Mr. White) membunuh sebuah keluarga (keluarga Safin). Keluarga Safin memiliki anak, bernama Lyutsifer Safin. Ketika keluarganya dibunuh Mr. White, Lyutsifer selamat... dan dia bertahan hidup hanya untuk membalas dendam.

Bertahun-tahun kemudian, Lyutsifer Safin tumbuh sebagai seorang jenius yang pendiam—ia mendapat gelar doktor di bidang kimia. Dan si jenius-pendiam itu merancang pembalasan dendam mematikan, yang hanya bisa dipikirkan otak paling rumit sekaligus berbahaya di dunia.

Kisah itu simetris dengan perjalanan hidup Hannibal Lecter. Ketika Hannibal masih kecil, ayah ibunya terbunuh dalam perang, sementara adiknya dibunuh—dan dimakan—sekelompok serdadu yang kelaparan. Hannibal mampu bertahan hidup... untuk membalas dendam.

Bertahun-tahun kemudian, Hannibal Lecter tumbuh sebagai jenius dengan sikap elegan—ia mendapat gelar doktor di bidang kejiwaan. Dan dia mulai mencari serta mendatangi orang-orang yang dulu melukainya, lalu menghabisi mereka satu per satu, dengan kekejaman yang brutal.

Kisah-kisah ini, kalau kuteruskan, bisa panjang sekali, dengan sederet nama tokoh yang kisahnya bisa dibilang simetris. Mereka dilukai, mereka bertahan, dan mereka membalas dendam.

Dan inilah fakta mengerikan yang kita tutup-tutupi; dendam adalah energi terkuat di dunia.

Kita diberi tahu bahwa cinta adalah energi terkuat di dunia. Sebenarnya tidak sekuat itu. Faktanya, cinta bisa pudar, hilang, atau bahkan berubah jadi kebencian. Tapi dendam... tidak. Sekali seseorang merancang pembalasan dendam, bahkan iblis di neraka tak bisa menghentikannya.

Tidak ada kekuatan yang mampu menandingi kekuatan dendam. Tidak ada kesabaran yang mampu mengalahkan kesabaran dendam. Orang bisa menunggu bertahun-tahun untuk melancarkan pembalasan dendam, dan selama itu dia bisa bersabar... hingga bahkan bidadari tak bisa mengusiknya.

“Jangan membalas dendam, karena itu tidak baik.”

Menurutku, itu nasihat keliru! Nasihat yang benar adalah, “Jangan pernah menyakiti siapa pun, karena kita tak pernah tahu siapa yang bermasalah dengan kita.” Lyutsifer Safin dan Hannibal Lecter bisa menjadi pengingat atas hal itu.

Seorang mbakyu berkata, "Ingatan itu seperti pisau tajam, Hannibal. Semakin lama kau menyimpannya, kau akan semakin terluka."

Dia benar, tentu saja. Tetapi, sayang, Hannibal Lecter tak pernah lupa.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 April 2022.

“Lu Udah Make Gua”

Udud tinggal setengah. Ngoceh dikit, lah. Sambil nunggu udud habis.

Kalimat “Lu udah make gua”, itu sebenarnya sangat bermasalah, karena pernyataan itu dengan jelas menunjukkan kalau si wanita sejak awal telah menempatkan dirinya sebagai subordinat. Dan jika pola pikirnya sudah seperti itu, bagaimana bisa menjalin hubungan yang sehat?

Di sisi lain, kalimat semacam itu juga sangat toxic, sekaligus menyesatkan. Karena ngelakuinnya secara sadar, suka sama suka, bahkan berulang, tapi kemudian si wanita menggunakan kalimat itu untuk menempatkan dirinya sebagai korban. Karena merasa kecewa, lalu playing victim.

Tanpa bermaksud menafikan korban-korban sebenarnya, di Twitter sudah berkali-kali muncul keributan macam ini. Si wanita merasa kecewa, atau hubungan yang ia jalin tidak sesuai ekspektasinya, lalu ngoceh seolah dia jadi korban. “Kecewa” dan “menjadi korban” itu dua hal berbeda!

Masalahnya adalah... ketika seorang perempuan ngoceh seenaknya dan playing victim, dia belum tentu mengalami kerugian (secara moral), apalagi jika pakai akun anonim. Tapi pihak yang ia tuduh bisa mengalami masalah. Kasus yang menimpa Gofar Hilman bisa jadi pelajaran nyata.

Jujur saja, sejak adanya kasus yang menimpa Gofar, aku jadi sangat hati-hati tiap ada kasus semacam ini, dan sebaiknya kita semua memang harus hati-hati. Karena kasus “pengakuan ngawur” di Twitter ternyata bisa rentan fitnah, dan dampaknya bisa mengerikan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 April 2022.

Malas

1 dari 235.436.788.489.037 alasan kenapa aku malas pacaran.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 8 Mei 2022.

Baru Kemarin

Baru kemarin November 2018, sekarang sudah November 2019. Apa yang kulewatkan?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 November 2019.

Selamat Tidur

"Selamat tidur," kataku pada diri sendiri. Dan diriku yang lain menjawab, "Semoga mimpi indah." Lalu kami tidur dan saling memimpikan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Maret 2012.

Minggu, 01 Januari 2023

Peradaban Runtuh

We are a minute to midnight.
Bertrand Zobrist


Bau-baunya seperti peradaban yang mulai runtuh.

Omong-omong soal peradaban yang mulai runtuh...

Sambil nunggu udud habis.

Terkait dunia dan seisinya, kesalahan terbesar manusia adalah melihat semuanya dari sudut pandang manusia. Akibatnya adalah paradoks mengerikan. Manusia melihat semua masalah di luar sana... tapi tidak [pernah] menyadari bahwa diri merekalah sumber masalahnya.

Masalah dunia adalah manusia, tapi manusia tidak pernah [mau] menyadari, apalagi mengakui. Karena kesadaran mengenai hal itu akan merusak keyakinan yang dijaga sangat ketat, dan pengakuan atas hal itu akan membawa mereka untuk mempertanyakan eksistensinya.

Orang-Orang Tercerahkan sejak berabad-abad lalu telah menyadari bahwa jika populasi manusia tidak terkendali, bumi seisinya akan binasa. Hanya ada dua pilihan; manusia yang punah, dan bumi tetap lestari... atau pilihan kedua; bumi rusak parah, dan manusia ikut punah.

Karena kesadaran itu, Thanos mengumpulkan Infinity Stones, dan Kurt Hendricks ingin meledakkan nuklir. Tujuannya sama; mengurangi populasi manusia sebanyak-banyaknya. Tapi mereka terlalu naif. Dalam lima dekade setelah kepunahan, populasi akan kembali ke jumlah semula.

Perang Dunia I dan Perang Dunia II jadi bukti tak terbantah. Bahwa jika populasi manusia dikurangi secara paksa, dalam beberapa dekade akan kembali seperti semula. Kota-kota yang hancur akan dibangun kembali, jutaan orang yang tewas akan diganti jutaan kelahiran bayi.

Harus ada cara lain yang lebih baik untuk mengendalikan populasi manusia, demi kelestarian bumi. Dan abad 21 memberi karunia yang tidak diterima orang-orang zaman dulu: Internet! Teknologi ini memungkinkan sesuatu yang tak bisa dilakukan orang-orang di abad-abad lalu.

Melalui internet, Orang-Orang Tercerahkan dari berbagai belahan dunia bisa bersatu, menyebarkan pengetahuan dan kesadaran, dan gerakan ini telah berlangsung sekian tahun lalu, dan akan terus berlangsung dekade demi dekade yang akan datang. 

Dan peradaban perlahan mulai runtuh...

Semakin banyak manusia yang menyadari bagaimana rusaknya bumi, dan mereka melihat bahwa inti masalahnya adalah overpopulasi. Semakin banyak orang mengakui bahwa jika mereka tidak mau berubah, kita semua akan punah. 

Gerakan di seluruh dunia telah dimulai.

Di Korea, di Jepang, di China, AS, bahkan di India hingga Indonesia, gerakan ini makin besar dan akan terus membesar. 

Statistik memperlihatkan bahwa dalam lima dekade ke depan, peradaban Korea, China, dan Jepang, akan runtuh bersamaan. Karena populasi menyusut drastis!

Jika peradaban runtuh karena populasi terus menyusut, siapakah yang dirugikan? TIDAK ADA, kecuali dua pihak. Yang pertama adalah kapitalisme, dan yang kedua adalah akarnya! Karena dua pihak itulah yang selama ini mengeksploitasi manusia seolah hewan-hewan ternak!

Kapitalisme dan akarnya... itulah yang selama ini mengompori manusia agar terus beranak pinak, lalu mereka memanen hasilnya! Jika peradaban runtuh—dan itu akan terjadi dalam beberapa dekade mendatang—dua pihak itu akan ikut runtuh! Dan tidak ada lagi perbudakan!

Sekarang kita mulai melihat, kenapa di dunia ini selalu ada dua kubu yang sepertinya terus berperang. Kubu pertama berusaha mencerdaskan, dan membawa kita pada pengetahuan serta kesadaran... sementara kubu kedua berusaha membawa kita ke belakang, untuk kembali pada kebodohan dan kegelapan.  

Tetapi aku percaya, tidak akan ada yang bisa menghalangi-halangi kesadaran. Sekali api kesadaran manusia telah menyala, ia tak bisa lagi dipadamkan oleh apa pun. Dan Kesadaran itu kini telah menyala di mana-mana, di seluruh dunia.

Dalam beberapa dekade ke depan, kita akan menyaksikan peradaban yang runtuh, satu demi satu, dari Jepang sampai India. Populasi manusia akan terus menyusut, dan kapitalisme akan tumbang, sementara akarnya yang busuk akan tercerabut dari dasar kesadaran manusia. 

....
....

Aku akan menyaksikan saat itu terjadi, dan menatap matahari yang bersinar cerah, bumi yang perlahan-lahan bersih, dan burung-burung kembali bernyanyi. 

And then, seperti yang didengar Tony Stark di ujung ajalnya, seorang Mbakyu akan berkata, “Sekarang kau bisa beristirahat...”

Kerjakan Satu Per Satu

Mbuh aku termasuk workaholic apa bukan. Yang jelas, aku suka bekerja. Daripada menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, aku lebih suka bekerja. Daripada keluyuran tidak jelas juntrungnya, aku lebih suka bekerja. Daripada leyeh-leyeh, aku lebih suka bekerja.

Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa yang kulakukan itu baik—karena "baik" dan "buruk" dalam urusan sibuk kerja bisa jadi relatif. Aku juga tidak bermaksud mengatakan semua orang harus sibuk kerja. Hidup adalah soal pilihan, semua orang bebas memilih apa pun yang disuka.

Ada teman yang hobi mancing, dan aku pernah menemani. Dia asyik saja mancing sampai berjam-jam, karena memang suka. Sementara aku yang menemaninya merasa sangat tersiksa. Aku bilang ke dia, "Daripada bengong gini (megang kail, nunggu ikan), aku lebih suka kerja!"

Temanku ngikik.

Sedikit curhat. Saat ini, tumpukan berkas kerjaku sekitar 4 meter tingginya. Bahkan setelah aku bekerja keras tiap hari, dari pagi sampai malam, tumpukan pekerjaan itu tidak akan selesai akhir tahun ini. Apakah aku stres? Jelas! Namanya kerja, pasti stres. Tapi aku menikmatinya.

Yang membuatku bergairah setiap kali bangun tidur, karena ada sesuatu yang akan kukerjakan. Itu tidak hanya memompa energi hidup, tapi juga memberiku visi, impian, dan kesadaran bahwa "aku hidup untuk melakukan ini... dan aku akan melakukannya."

Jadi, aku sangat suka bekerja.

Kalau-kalau ada yang penasaran, bagaimana bisa ada orang yang "jatuh cinta" pada kerja, izinkan aku berbagi.

Yang membuatku sangat senang dan tekun bekerja, karena aku memasukkan visi ke dalam pekerjaanku. Dan apa visiku? Dari dulu tak pernah berubah: Meruntuhkan peradaban!

Kalau kita memasukkan visi ke dalam pekerjaan, kita akan melihat sesuatu yang tak dilihat orang lain, meski melakukan pekerjaan yang sama. Visi adalah terang cahaya di tengah kegelapan rutinitas dan kesibukan dalam bekerja. Tanpa visi, pekerjaan sangat melelahkan dan membosankan.

Dan bagaimana menghadapi tumpukan kerja yang luar biasa banyaknya? Aku punya resep, yang telah jadi filosofi pribadi; kerjakan satu per satu. 

Aku telah membuktikan berkali-kali, pekerjaan—atau masalah, atau apa pun—akan selesai, jika kita tekun mengerjakannya satu per satu.

Dulu, aku pernah menghadapi tumpukan pekerjaan yang jauh lebih banyak, dan nyatanya selesai. Hanya cukup melakukannya satu demi satu. Dengan ketekunan dan kesabaran.

Dan kalian akan menjadi saksi... peradaban ini akan runtuh. Karena aku terus mengerjakannya... satu per satu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Agustus 2021.

Pagebluk Njero Bumi

Sambil nunggu udud habis...

Sebagian orang mungkin sudah tahu, tapi sebagian lain mungkin belum. Tahun depan, 2023, akan jadi tahun yang sangat suram... secara politik, ekonomi, dan itu akan berdampak pada kehidupan serta kemanusiaan secara luas. Mungkin terdengar metaforis, tapi kita ada di tubir jurang.

Bisa jadi, dan semoga harapan ini terdengar realistis, kita yang ada di Indonesia mungkin belum akan merasakan dampak nyata terkait "pagebluk" yang akan menyerang dunia selama 2023... tapi akan ada banyak negara yang kolaps, sementara jutaan orang akan terancam kelaparan.

Seiring negara-negara kolaps, ekonomi dunia akan runtuh, dan... agar tidak bertele-tele, dalam lima dekade ke depan populasi bumi akan menyusut hingga hampir setengahnya. 

Apa yang terjadi? Apakah Thanos menjentikkan jarinya setelah mengumpulkan Infinity Stones?

Of course not.

Internet telah memungkinkan miliaran orang untuk terhubung, dari satu pikiran ke pikiran lain, dan, bersama pagebluk yang akan meluluhlantakkan seisi dunia... tebak apa yang kemudian terjadi?

Ya, Kesadaran sedang merayap ke mana-mana, dari satu pikiran manusia ke manusia lain.

Tahun 2023 besok, dengan segala masalah yang akan muncul, hanyalah warming up. Sesuatu yang lebih besar telah menunggu di tahun-tahun setelahnya, saat populasi terus menyusut hingga tak lagi mampu menopang ekonomi, lalu negara demi negara runtuh, dan itu akan terus berlangsung...

Ini mungkin terdengar fantastis, terasa tidak mungkin, atau bahkan menakutkan... tapi semoga kita punya umur cukup panjang untuk bisa menyaksikannya, dengan Kesadaran baru.

Tepat pada 1 Januari 2023 nanti, aku akan menulis soal ini di blog, karena sekarang ududku sudah habis.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 15 Oktober 2022.

Konsistensi

Di antara semua kata yang pernah tertulis di muka bumi, salah satu yang sangat kucintai adalah "Konsistensi".

Jiwa bocahku bergetar setiap kali menemukan kata itu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Mei 2022.

Kau Tidak Tahu

Well, kau tidak tahu bagaimana rasanya menjadi bocah berusia 14.763 tahun.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 April 2022.

 
;