Selasa, 10 Januari 2023

“Lu Udah Make Gua”

Udud tinggal setengah. Ngoceh dikit, lah. Sambil nunggu udud habis.

Kalimat “Lu udah make gua”, itu sebenarnya sangat bermasalah, karena pernyataan itu dengan jelas menunjukkan kalau si wanita sejak awal telah menempatkan dirinya sebagai subordinat. Dan jika pola pikirnya sudah seperti itu, bagaimana bisa menjalin hubungan yang sehat?

Di sisi lain, kalimat semacam itu juga sangat toxic, sekaligus menyesatkan. Karena ngelakuinnya secara sadar, suka sama suka, bahkan berulang, tapi kemudian si wanita menggunakan kalimat itu untuk menempatkan dirinya sebagai korban. Karena merasa kecewa, lalu playing victim.

Tanpa bermaksud menafikan korban-korban sebenarnya, di Twitter sudah berkali-kali muncul keributan macam ini. Si wanita merasa kecewa, atau hubungan yang ia jalin tidak sesuai ekspektasinya, lalu ngoceh seolah dia jadi korban. “Kecewa” dan “menjadi korban” itu dua hal berbeda!

Masalahnya adalah... ketika seorang perempuan ngoceh seenaknya dan playing victim, dia belum tentu mengalami kerugian (secara moral), apalagi jika pakai akun anonim. Tapi pihak yang ia tuduh bisa mengalami masalah. Kasus yang menimpa Gofar Hilman bisa jadi pelajaran nyata.

Jujur saja, sejak adanya kasus yang menimpa Gofar, aku jadi sangat hati-hati tiap ada kasus semacam ini, dan sebaiknya kita semua memang harus hati-hati. Karena kasus “pengakuan ngawur” di Twitter ternyata bisa rentan fitnah, dan dampaknya bisa mengerikan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 April 2022.

 
;