Senin, 20 November 2023

Depresi di Puncak Popularitas

Dalam obrolan bersama Daniel Mananta, Atta Halilintar mengaku diam-diam tertekan berada di puncak popularitasnya. Kalau bisa, dia berkata, dia ingin kembali ke hidupnya yang dulu. "Gua pengin kembali ke gua yang dulu, bisa kerja, dapat duit, senang, udah. Nggak gini-gini banget."

Yang membuat Atta tertekan, berdasarkan pengakuannya pada Daniel Mananta, karena ada banyak hal yang sebenarnya tidak dia sukai, bahkan membuatnya tertekan, akibat popularitas. Dari kehidupannya yang terus disorot, sampai munculnya aneka kasus yang tiba-tiba berdatangan.

Atta Halilintar, yang disebut “YouTuber Nomor 1” dengan “penghasilan terbanyak di Asia”, yang bisa mengganti cat Lamborghini semudah mengganti cat kuku, diam-diam tertekan karena popularitas. 

Kedengarannya agak “menakjubkan”, ya?

Popularitas itu paradoks; dan ini sesuatu yang tidak dipahami kebanyakan orang. Rata-rata kita—sebenarnya bukan “kita”, tapi “kalian”, karena saya tidak termasuk—berharap populer, dan karena itu berupaya dengan segala cara agar mendapat popularitas. Dan di situlah awal masalahnya.

Popularitas itu menyenangkan, hanya saat seseorang berada di AMBANG BATAS SEBELUM PUNCAK. Begitu seseorang sampai di puncak popularitas, ia akan terbunuh perlahan-lahan. Sejarah sudah membuktikan berkali-kali.

Marilyn Monroe depresi ketika di puncak popularitas, saat dia diam-diam sering menangis di bathtub, sendirian, dan berpikir tak punya seorang pun teman. Kita tahu bagaimana kisah lanjutannya. Begitu pula Kurt Cobain, Janis Joplin, atau artis-artis K-Pop, daftarnya panjang.

Popularitas itu seperti candu. Mula-mula, kita mencicipi. Terasa enak, dosisnya mulai tambah. Kita ingin terus, terus, dan terus, meniti tangga popularitas. Semakin besar popularitas, fly yang terjadi makin menyenangkan. Dan kita pun mulai berambisi tiba di puncak popularitas.

Masalah pun dimulai. Ketika orang belum sampai di puncak popularitas, ia akan terus mengejar. Dan begitu sampai di puncak, kejenuhan bahkan depresi dan putus asa mulai menjalar... meski mungkin pelakunya menyimpan diam-diam. Jika tidak percaya, sila tanya Atta Halilintar.

Mengapa popularitas bisa menimbulkan masalah pada pemiliknya? Bagi saya sederhana saja; karena popularitas adalah kondisi yang menempatkan seseorang pada ketergantungan penilaian orang-orang di luar dirinya. Siapa pun akan tertekan jika ditempatkan di posisi semacam itu.

Mari gunakan analogi sederhana. Jika hidupmu tergantung pada penilaian 10 orang di sekelilingmu, kamu mulai tidak nyaman. Jika hidupmu disorot 100 orang di sekelilingmu, kamu mulai tertekan. Sekarang gandakan angka itu menjadi 1.000, 100.000, 1.000.000... dan seterusnya. 

Ini permainan sederhana. Kita tempatkan seseorang di tengah-tengah sorotan. Semakin banyak yang menyorot, dia akan semakin tidak nyaman. Dan itulah popularitas. Sebagai “ganti rugi” atas ketidaknyamanan itu, dia mendapat banyak uang. 

Sudah paham logika dan cara permainannya?

Jangan salah paham, saya tidak bermaksud mengatakan popularitas itu buruk. Yang saya maksudkan, popularitas memiliki konsekuensi, salah satunya adalah ketidaknyamanan, karena hilangnya privasi. “Itu nggak nyamannya. Orang tahu sampai ke celana gua,” kata Atta Halilintar. 

Menjadi populer (mengejar popularitas) atau menjadi orang biasa yang tidak populer, adalah soal pilihan, dengan konsekuensi masing-masing. Punya popularitas memungkinkan orang mendapat aneka privilese dan penghasilan besar, misalnya, tapi juga disorot banyak orang.

Sementara tidak punya popularitas memungkinkan orang menikmati kehidupan bebas dan leluasa, karena memang tidak populer dan tidak dikenali di mana-mana. Mungkin nyaman, tapi mungkin pula—dan biasanya—penghasilannya tidak sebesar orang-orang yang memiliki popularitas.

Paling enak, tentu saja, menjadi orang biasa yang bebas keluyuran ke mana pun tanpa dikenali orang-orang... tapi punya penghasilan sebesar orang-orang terkenal. Bagaimana caranya? Yo mbuh, saya tidak tahu.

Hati yang Tersakiti

Dulu, tiap Selasa sore, ada pasar tiban di dekat tempat tinggalku. Aku sering datang ke sana, dan beli tahu aci. Kadang ada teman yang mergoki, yang meledek, “Kamu tuh kayak bocah, jajannya tahu aci!” 

Dan aku tertawa saja, karena nyatanya aku memang bocah.

Pasar tiban itu rutin ada di sana, bertahun-tahun. Sampai, suatu ketika, jalanan di sekitar pasar tiban rusak parah, akibat sering tergenang banjir. Aspal yang semula mulus berubah rusak dan berlubang-lubang akibat air yang terus menggenang, dan itu sampai lama sekali.

Akibat jalanan rusak, pasar tiban jadi sepi, karena orang-orang mungkin enggan melewati jalanan rusak yang tergenang air. Akibatnya pula, pasar tiban yang semula rutin muncul tiap Selasa sore, kemudian hilang. Keramaian ala rakyat itu pun lenyap, akibat jalanan rusak.

Waktu-waktu berlalu, jalanan di sana tetap rusak, tetap tergenang air, dan pasar tiban telah lama hilang. Lalu, suatu waktu kemudian, jalanan yang rusak parah itu diperbaiki, ditinggikan, dan ada pos khusus yang dibangun untuk mengatur debit air, agar tak terjadi banjir.

Kini, jalanan yang semula rusak parah telah berubah mulus, dengan beton cor yang sangat kuat, dan tak lagi tergenang air. Lalu lintas kembali lancar, orang-orang kembali nyaman lewat sana. Dan apakah pasar tiban yang dulu muncul di sana kembali muncul? Tidak!

Sekarang, tiap Selasa sore, jalanan di sana tetap lengang, tidak ada pasar tiban, tidak ada keramaian ala rakyat seperti dulu. Dan, kupikir, seperti itulah hubungan kita dengan orang lain. Sekali hubungan itu rusak, kita tidak pernah bisa mengembalikan hubungan yang dulu.

Orang mungkin bisa meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan, serupa jalan yang diperbaiki setelah rusak parah. Tetapi, meski jalan yang rusak itu telah berubah menjadi jalan yang mulus, selalu ada hal-hal yang tak pernah kembali... seperti hati yang tersakiti.

Anak-anak Tertawa

Selalu senang melihat anak-anak tertawa gembira. Karena dunia ini (sebenarnya) tercipta untuk mereka.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2019.

Curut EA Perlu Tobat Main Judi Slot

Curut EA perlu baca ini.

Curut EA Perlu Tobat Main Judi Slot

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Oktober 2023.

Memangnya Google Tahu Apa?

"Aku sudah mencari-carinya, tapi tak ketemu." 

"Di mana kamu mencarinya?" 

"Di Google."  

"Ya Tuhan, memangnya Google tahu apa?" 

"..."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 September 2012.

Mandi Tengah Malam

Benarkah mandi tengah malam bisa berbahaya? Ya tergantung mandinya di mana. Kalau mandinya di tengah jalan raya tentu bisa berbahaya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 September 2019.

Selamat Hari Guru

Selamat Hari Guru untuk semua guruku dari TK sampai Perguruan Tinggi, termasuk guru-guru ngajiku sejak kecil sampai dewasa... kecuali untuk guru olahraga di SMP yang bacot dan tingkahnya lebih besar dari isi otaknya. (Aku sangat berharap dia membaca tweet ini).

Sampai hari ini, setiap kali bertemu guru-guruku dulu, aku selalu mencium tangan mereka dengan hormat. Kecuali guru olahraga di SMP. Setiap kali bertemu dengannya, aku hanya akan diam, dan menatapnya dengan sikap menantang. 

Masalah Terbesar Sekolah » http://bit.ly/1TKr694


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 November 2019.

Ingin Moksa

Login ke e-filing pajak kok sulit banget, ya? Cuma aku yang mengalami, atau memang server situs pajak yang sering down?

Tiga jam di kantor pajak, dan tidak bisa udud. Rasanya ingin moksa.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6-7 Oktober 2019.

Biasanya

Biasanya, kalau di rumah, jam segini aku baru mandi, nyeruput cokelat hangat, lalu udud. Dan ngoceh di Twitter, kalau lagi pengin.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 September 2019.

Slem

Oh... slem.

Jumat, 10 November 2023

Pahit tapi Benar

Meski mungkin pahit, yang di bawah ini benar sekali. Aku bahkan sudah mengalami berulang kali.


Mengapa ada orang-orang semacam Thanos, Magneto, dan Hannibal Lecter? Karena mereka terlalu dilukai dunia—sebentuk luka di dalam batin mereka yang tak pernah sembuh, menganga dan berdarah, dan tak termaafkan. Sebegitu luka, hingga mereka ingin balik melukai dunia.

Kalau aku mengingat diriku lima belas tahun lalu, misalnya, aku bisa mendapati diriku yang jauh berbeda dengan diriku yang sekarang. Aku menyadari, diriku yang sekarang begitu dingin, cenderung skeptis, dan sulit percaya orang lain. Jauh berbeda dengan diriku di masa lalu.

Di masa lalu, aku begitu hangat, dan begitu naif hingga mudah percaya orang lain, khususnya orang-orang di dekatku. Aku percaya dunia akan baik kepadaku, sebagaimana aku baik pada mereka. Tapi ternyata aku keliru. Dunia yang kita tinggali benar-benar terkutuk.

Bertahun lalu, saat aku ditimpa masalah dan kemalangan, orang-orang yang semula dekat denganku perlahan menjauh. Orang-orang yang kupercaya mengkhianati kepercayaanku, mereka yang kuanggap saudara ternyata iblis, dan aku harus menghadapi luka dan petaka sendirian.

Selama waktu itu, aku bertanya-tanya, di mana orang-orang yang semula di dekatku? Ke mana orang-orang yang biasa disebut teman dan saudara? Ke mana hilangnya kebaikan, ketulusan, pertemanan, dan persaudaraan? Lalu aku menyadari, semuanya bukan hilang, tapi memang tidak ada.

Orang-orang, kenyataannya, sudah terlalu sibuk dengan hidup mereka sendiri, apalagi yang punya pasangan dan anak-anak. Dan aku terlalu naif mengira mereka akan punya waktu dan ketulusan untuk mau menolongku. Mereka tidak peduli, karena yang mereka pedulikan hanya diri sendiri.

Peristiwa dan kesadaran itu, tampaknya, yang kemudian mengubahku perlahan-lahan, hingga seperti sekarang. Aku berubah menjadi dingin, cenderung sinis, dan sulit percaya orang lain. Dan aku pun berpikir, mungkin begitulah Magneto, Thanos, dan Hannibal Lecter, mewujud.

Kini, aku menjalani hidup dengan lebih tenang, karena menyadari bahwa tidak ada siapa pun yang bisa kuandalkan di dunia ini, selain diriku sendiri. Aku hanya akan melakukan yang kuinginkan, dan tak peduli pada dunia... karena menyadari dunia juga tak peduli kepadaku.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 12 Mei 2019.

Protokol Nyangkruk

Habis zuhur, sekitar pukul 13.00, saya merasakan perut keroncongan. Saya pun bangkit dari tempat duduk, berencana keluar untuk cari makan. 

Sangat kebetulan, bertepatan saat itu ponsel bergetar. Terlihat nama Zuhri di layar ponsel. Saya pun menerima panggilan telepon itu, dan terdengar suara Zuhri.

“Aku lagi di warung ikan bakar,” katanya, sambil menyebutkan nama warung, yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah saya. “Aku bersama seseorang saat ini, dan dia ingin ketemu kamu.”

“Kebetulan sekali,” sahut saya, “saat ini aku baru mau keluar untuk cari makan. Apakah di situ ada nasi?”

“Ini warung ikan bakar,” jawab Zuhri, “tentu saja ada nasi.”

“Apakah nasi di situ keras—akas?”

“Ya.” Zuhri menjawab mantap.

“Bagaimana kamu bisa yakin?”

“Nasi di sini pakai ceting, dan cetingnya ada di depanku sekarang. Butiran-butiran nasinya tidak saling menggumpal.”

“Apakah butiran nasinya berbentuk bulat atau elips?”

Zuhri terdengar kesal, “Apa pentingnya itu?”

“Tolong pastikan saja.”

“Uhm... elips. Elips.”

“Kamu yakin?”

“Yeah... butiran nasinya kelihatan panjang-panjang, bukan bulat. Ujung-ujungnya juga runcing. Jadi ini pasti elips.”

“Bagus sekali! Oke, aku ke situ sekarang.”

Menarilah

Menarilah seolah tak ada kehidupan. Hiduplah seolah tak pernah dilahirkan. Lahirkanlah seolah tak ada kematian.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Agustus 2012.

Sejuta Alasan Jatuh Cinta

Kita punya sejuta alasan untuk jatuh cinta. Tapi sering kali hanya satu yang masuk akal.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 September 2012.

Curut EA, Si Bejat Pecandu Togel

Curut EA perlu membaca ini.

Puthut EA pecandu togel


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 Oktober 2023.

Banyak Hal

Ada banyak hal menyenangkan yang bisa dilakukan di malam Minggu. Salah satunya adalah tidak malam Mingguan. Selamat malam Minggu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 Agustus 2012.

Cowok Harus Tahu

Mula-mula, perempuan hanya butuh perhatian. Lama-lama, perempuan mulai butuh kepastian. #CowokHarusTahu


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Agustus 2012.

Prinsip Environmentalisme

Berbukalah sesuai prinsip-prinsip environmentalisme. #Wuopppooooo


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 10 Mei 2019.

Definisi Selebtwit

Definisi selebtwit adalah, "Jika temanku mengenalmu, berarti kamu selebtwit." Yang jadi masalah, temanku tidak punya akun Twitter.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 April 2012

Sola Sola

Ooh... sola sola.

Rabu, 01 November 2023

Suara dari Hati

Kadang kepikiran, ingin membentuk semacam perkumpulan yang isinya kakak-kakak atau anak pertama dari keluarga miskin (kalau bisa cowok semua, dah) yang menanggung beban bertubi-tubi dari keluarga, agar bisa curhat bareng, saling menguatkan, dan komunikasi kami bisa nyambung.

Sebagian teman/kenalanku berasal dari kalangan menengah ke atas. Sebagian lain berasal dari kalangan bawah, lebih khusus lagi yang berasal dari keluarga miskin dan toksik. Tahu yang terjadi? Aku lebih nyambung (relate) saat ngobrol dengan yang terakhir itu.

Salah satu sohibku adalah kawan sejak SMP. Kami sudah berteman bertahun-tahun. Tapi kami gak nyambung kalau membicarakan soal keluarga, dan pandangan kami tentang keluarga kami sendiri di masa depan (kalau menikah kelak). Pasalnya, hidup dia baik-baik saja, khas kelas menengah.

Aku dari keluarga miskin, dan dia dari keluarga menengah. Jarak yang tidak terlampau jauh, kan? Tapi bahkan begitu pun, kami sudah tidak nyambung. Apalagi kalau aku ngobrol dengan teman yang dari kalangan kaya. Lebih gak nyambung lagi. Kami saling "tidak paham" saat mengobrol.

Jadi, kalau ngobrol dengan teman-teman yang beda latar belakang, biasanya kami ngobrol "hal-hal umum", yang sekiranya kami bisa saling paham. Dan, sejujurnya, aku merasa lebih nyaman saat ngobrol dengan teman-teman yang punya latar belakang sama. Kami benar-benar merasa relate.

Saat ini, secara pribadi, sebenarnya aku baik-baik saja. Aku tinggal di rumahku sendiri, punya hal-hal yang kubutuhkan dan kuinginkan, juga punya penghasilan yang memungkinkanku hidup tenang. Tapi "kutukan dari penderitaan masa lalu" kadang membuatku belum bisa baik-baik saja.

Kalian yang tidak berasal dari keluarga miskin [dan toksik] pasti tidak akan paham yang barusan kukatakan. Dan itulah yang juga terjadi pada teman-temanku di dunia nyata, yang tidak pernah mengalami kemiskinan dan penderitaan. Mereka tidak paham yang kukatakan, yang kurasakan.

Dulu aku sempat frustrasi dengan hal ini, karena sulitnya menemukan teman yang bisa diajak ngobrol secara mendalam, dan nyambung. Tapi akhirnya aku menyadari, kami semua memang berbeda, hasil bentukan latar belakang kami, keluarga kami, juga oleh cara membesarkan orang tua kami.

Apa pun, kalau kamu mungkin berasal dari keluarga miskin, dan saat ini sedang berjuang memperbaiki diri dan kehidupanmu, dan kamu memiliki orang tua yang baik, keluarga yang tenteram, kamu termasuk orang beruntung. Aku pun yakin, kamu tumbuh dengan baik, dan itu yang terpenting.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 5 November 2021.

Mengapa Wanita Suka Berdandan?

Banyak wanita mengatakan bahwa mereka berdandan untuk kesenangan diri sendiri (bukan untuk menarik perhatian lawan jenis). Benarkah?

Berdasarkan penelitian, jawaban itu sebenarnya belum selesai—dan wanita tampaknya tidak mungkin mengatakan keseluruhan jawabannya terang-terangan.

Wanita memang berdandan untuk kesenangan diri sendiri, TETAPI itu baru motivasi pertama. Ada dua motivasi lain, yang tidak pernah mereka katakan. Pertama, untuk bersaing dengan sesama wanita; dan kedua, untuk menarik lawan jenis [yang sesuai kriteria mereka].

Wanita adalah makhluk kompetitif, jauh lebih kompetitif dibanding pria. Bedanya, pria bersaing secara terang-terangan, hingga mudah terlihat. Sementara wanita bersaing diam-diam hingga tak terlalu kelihatan. Karena itulah mereka suka bilang, "Ah, cantik kamu!" Padahal yo mbuh.

Wanita berdandan memang untuk kesenangan pribadi—itu benar. Tujuan kedua adalah untuk bersaing dengan sesama wanita. Ingat, mereka makhluk kompetitif, dan mereka senang tampak lebih menawan dibanding wanita lain. BARU SETELAH ITU, mereka berharap bisa menarik lawan jenis.

Banyak pria yang bingung dengan fenomena ini: Ada wanita-wanita yang memakai rok sangat mini, dengan memperlihatkan pahanya. Pria berpikir, wanita memamerkan keindahan pahanya pasti untuk menarik pria. Benar, TETAPI HANYA PRIA YANG SESUAI KRITERIA MEREKA! Di sinilah masalahnya!
Wanita senang dipandangi lawan jenis, TAPI YANG SESUAI KRITERIA MEREKA. Kalau kamu memandangi wanita dan dia menggamparmu, artinya kamu bukan kriterianya. Karena itulah, etika mengajari kita agar memperhatikan sikap, karena kita tidak bisa yakin apakah masuk kriterianya atau tidak.

Sebenarnya, pria pun mengalami hal serupa, meski mungkin tak terlalu sadar. Kalau ada wanita dewasa memandangiku, misalnya, aku berpikir, "Ingin kuserahkan diriku padamu, Mbak."

Tapi ketika dipandangi cewek ABG, rasanya aku ingin ngamuk dan berteriak, "KAMU CEWEK BAU POPOK TAHU APAAAA?"


*) Ditranksrip dari timeline @noffret, 20 Mei 2019.

Bagi Cinta

Bagi kebodohan, cinta adalah tuhan. Bagi kebijaksanaan, cinta hanyalah soal pilihan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 April 2012

Saling Memimpikan

"Selamat tidur," kataku pada diri sendiri. 

Dan diriku yang lain menjawab, "Semoga mimpi indah." 

Lalu kami tidur dan saling memimpikan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Maret 2012

Internet Tercepat yang Pernah Kupakai

Aku pernah makai internet di sebuah kantor lembaga milik pemerintah, di Jakarta. Pakai komputer yang ada di sana. Kecepatannya bikin aku takjub. Usai mengetik url di taskbar, dan Enter, halaman yang dituju langsung terbuka! Gak ada loading sedetik pun! Buka situs apa pun, secepat kilat!

Sebegitu takjub, sampai aku bercanda dengan staf di sana, “Ini bahkan tanganku masih di udara, belum sempat tekan tombol Enter, halaman yang dituju sudah terbuka, saking cepatnya.” 

Pekerjaanku bisa selesai dua kali lipat lebih cepat, andai internet di rumahku secepat itu. 

Jadi, aku bertanya-tanya, apakah layanan internet untuk kantor-kantor pemerintah memang mendapat prioritas yang berbeda dengan layanan internet untuk warga biasa? Jika ya, sepertinya kok gak adil, ya? Atau aku yang terlalu berlebihan?

5 Ribu 6 Bulan

Baru sadar. Ternyata 5 ribu 6 bulan itu iklan internet? Wong yang bayar 100 ribu sebulan aja sering lemot gak jelas, apalagi 5 ribu 6 bulan?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Januari 2012.

Sudah Nemu Cara

Kata-kata terbaik yang pernah kukatakan pada termos adalah, “Sudah nemu cara.”

Enggan

Dulu, waktu masih ABG, kita selalu suka kalau diajak keluar sama teman, meski gak jelas mau ngapain. Pokoknya keluar rumah aja udah senang. Setelah dewasa, kita makin selektif kalau mau keluar rumah. Kalau gak jelas apa tujuan/kepentingannya, mending gak usah ke mana-mana.

Kayaknya semua orang mengalami perubahan semacam itu. Makin dewasa, pikiran makin matang dan urusan hidup makin banyak. Waktu jadi terasa sangat berharga, eman-eman kalau dibuang untuk hal-hal gak jelas. Ditambah lagi, sebagian orang jadi mudah capek. Bener gak, sih?

Jadi, kalau ada orang dari jauh—misal luar kota—ngajak ketemuan, yang kupikirkan adalah, “Aku mau aja menempuh perjalanan jauh berkilo-kilo meter, untuk menemuimu. Tapi terus kita mau ngapain?” Kalau tidak ada sesuatu yang jelas dan penting, aku akan berpikir seribu kali.

Jangankan keluar rumah untuk pergi ke tempat jauh, wong keluar rumah untuk pergi ke tempat-tempat dekat aja sebenarnya aku enggan. 

Tabu

Mencari warung makan yang buka di hari Jumat, apalagi Jumat Kliwon, rasanya seperti menjalani mission impossible.

Ada kepercayaan di sebagian masyarakat (khususnya Jawa), bekerja di hari Jumat adalah tabu, apalagi Jumat Kliwon. Akibatnya, banyak urusan penting (salah satunya warung makan) terhenti, karena penjualnya "tidak ingin melanggar tabu". 

Dan bocah sepertiku lalu kelaparan.

Untung Larry Page dan Sergey Brin dan Mark Zuckerberg dan Jack Dorsey tidak ikut menganut kepercayaan semacam itu. Kalau iya, bisa bubar hidup kita semua.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Desember 2020.

Curut EA, Orang Goblok Pecandu Togel

Deskripsi ini kedengarannya seperti Curut EA.

Curut EA, Orang Goblok Pecandu Togel

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2023.

 
;