Jumat, 10 November 2023

Protokol Nyangkruk

Habis zuhur, sekitar pukul 13.00, saya merasakan perut keroncongan. Saya pun bangkit dari tempat duduk, berencana keluar untuk cari makan. 

Sangat kebetulan, bertepatan saat itu ponsel bergetar. Terlihat nama Zuhri di layar ponsel. Saya pun menerima panggilan telepon itu, dan terdengar suara Zuhri.

“Aku lagi di warung ikan bakar,” katanya, sambil menyebutkan nama warung, yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah saya. “Aku bersama seseorang saat ini, dan dia ingin ketemu kamu.”

“Kebetulan sekali,” sahut saya, “saat ini aku baru mau keluar untuk cari makan. Apakah di situ ada nasi?”

“Ini warung ikan bakar,” jawab Zuhri, “tentu saja ada nasi.”

“Apakah nasi di situ keras—akas?”

“Ya.” Zuhri menjawab mantap.

“Bagaimana kamu bisa yakin?”

“Nasi di sini pakai ceting, dan cetingnya ada di depanku sekarang. Butiran-butiran nasinya tidak saling menggumpal.”

“Apakah butiran nasinya berbentuk bulat atau elips?”

Zuhri terdengar kesal, “Apa pentingnya itu?”

“Tolong pastikan saja.”

“Uhm... elips. Elips.”

“Kamu yakin?”

“Yeah... butiran nasinya kelihatan panjang-panjang, bukan bulat. Ujung-ujungnya juga runcing. Jadi ini pasti elips.”

“Bagus sekali! Oke, aku ke situ sekarang.”

 
;