Rabu, 20 Desember 2023

Waktu yang Tepat untuk Menikah

Lagi buka-buka majalah Cosmopolitan edisi lama, dan nemu hasil studi yang menarik. Para peneliti di University of Winnipeg, Kanada, menemukan fakta terkait relasi pria-wanita. Menurut penelitian mereka, pacaran bikin pria cepat bosan, tapi pernikahan bikin wanita cepat bosan.

Beverley Fehr, salah satu peneliti, menyatakan, “Mereka yang masih berpacaran mungkin jarang mengalami kebosanan, karena lebih mudah melepaskan diri dari hubungan ketika rasa bosan datang.” Sementara dalam pernikahan—ini kalimatku—tidak ada kesempatan “melepaskan diri”.

Sebagai bocah, dari dulu aku percaya, bahwa pria dan wanita memang dua makhluk berbeda, dan, secara biologi, mereka tidak bisa disatukan sampai lama. Orang-orang kuno sudah tahu kenyataan itu, hingga mereka sengaja menciptakan doktrinasi untuk mengikat keduanya sampai mati.

Tentu saja ada pria-pria dan wanita-wanita, yang menjalani perkawinan bertahun-tahun, dan mereka tidak pernah bosan sama sekali pada pasangannya—oh, well, aku percaya. Dan kalaupun itu benar-benar ada, aku juga percaya itu deviasi, karena bertentangan dengan hukum alam.

Jadi, aku percaya bahwa—secara biologi, dalam perspektif evolusi—pria dan wanita tidak bisa disatukan sampai lama dalam perkawinan, karena ending-nya kebosanan. Tapi kita hidup di masyarakat yang memegang norma perkawinan. Bagaimana solusinya? Bagiku sederhana saja, dan mudah.

Karena aku harus mengikuti norma masyarakat, dalam hal ini harus menikah (karena tidak mungkin samen leven, misalnya), aku akan menikah pada waktu yang tepat—waktu yang, secara hukum alam, tidak sampai membuatku bosan pada pasangan. Artinya, tidak buru-buru menikah!

Merujuk studi tadi, orang-orang mulai mengalami kebosanan akut ketika memasuki usia 30 tahun perkawinan. Fakta ini, bagiku, sangat penting dalam memberi tahu kapan waktu yang tepat untuk menikah—kalau memang bermaksud menikah.

Ocehan ini kutulis 2 tahun yang lalu, mengungkap asal usul patriarki, yang sebenarnya dimaksudkan sebagai instrumen penting perkawinan. Lihat bagaimana cerdik dan liciknya sistem ini membelit kita semua.


Footnote:

Sebagai pelengkap ocehan ini, aku ingin mengutip beberapa pernyataan para artis/selebritas terkait perkawinan. Kalian mungkin tidak ingin mendengarnya.

“Pernikahan adalah institusi mematikan. Saya kira kita harus membuat aturan sendiri. Saya tidak berpikir kita harus menjalani hidup dalam sebuah hubungan berdasarkan tradisi lama yang tidak sesuai lagi dengan dunia kita." —Cameron Diaz

"Tanpa ingin terdengar pesimis, saya belajar untuk tidak mempercayai pernikahan. Saya percaya pada komitmen yang dibuat di hati Anda. [Tapi] tidak ada kertas yang dapat membuat Anda tetap tinggal [bersama seseorang selamanya]." —Diane Kruger

“Pernikahan bukan suatu keharusan. Saya belum punya alasan untuk mengubah pendapat saya tentang pernikahan. Saya tidak cukup pintar ataupun bijak untuk menikah." —Sunny, Girls Generation

"Saya belum pernah bertemu seseorang yang bisa membuat saya berpikir, 'Wow, aku bisa membayangkan menghabiskan sebagian hidupku bersamamu’. Saya bahkan tidak tahu apakah manusia memang secara genetik diciptakan untuk bersama satu orang saja seumur hidup mereka." —Shailene Woodley

"Menurut saya, monogamis itu tidak natural. Mungkin saya bisa dicerca kalau berbicara seperti ini, tetapi monogami memang butuh usaha besar dan kerja keras." —Scarlet Johansson


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 Agustus 2021.

Kamu Berhak Bahagia

Hidup ini sebenarnya mudah. Yang menjadikan hidup terasa sulit, karena kita berusaha menjalani hidup seperti yang dipikirkan atau diinginkan orang lain. “Kamu harus begini, kamu harus begitu,”—itulah yang membuat hidup terasa sulit. Padahal kamu berhak hidup dengan caramu.

Kamu berhak hidup dengan caramu sendiri, dan kamu bisa mengatakan persetan pada apa pun yang mencoba mengatur-atur hidupmu. Selama kamu tidak mengganggu orang lain, tidak melecehkan atau merugikan orang lain, kamu berhak hidup dengan caramu sendiri, apa pun pilihanmu!

Sudah terlalu lama kita hidup dengan disetir atau bahkan dicengkeram aturan-aturan yang dibuat orang lain, padahal mereka tidak punya kontribusi apa pun dalam hidup kita. Mereka ingin kita begini, mereka ingin kita begitu, padahal mereka bukan siapa-siapa dalam kehidupan kita.

Kamu berhak menikah atau tidak, berhak punya anak atau tidak. Kamu berhak menjalani kehidupan seperti yang kamu impikan, yang membuatmu bahagia. Kamu yang menjalani kehidupanmu sendiri, bukan orang lain. Jadi dengarkan hatimu, bukan omongan orang-orang lain.

Kamu tidak punya kewajiban menyenangkan semua orang. Karenanya, kalau ada orang yang tidak menyukaimu, itu masalah mereka—bukan masalahmu. Tugasmu adalah menjalani kehidupan dengan baik, bermanfaat, mengisi hidup dengan hal-hal yang membuatmu bahagia.

Dan jika ada yang mencoba mengusik ketenteraman hidupmu... katakan “persetan” pada mereka.

Cara Mengalahkan Algoritma

Cara kerja mesin, komputer—atau algoritma yang sekarang mencengkeram kita—bisa diprediksi. Tapi cara kerja manusia, sesungguhnya, tidak. Sayangnya, atau ironisnya, manusia berpikir dan menjalani hidup secara mekanis, persis mesin, sehingga justru bisa ditebak dan diprediksi.

Manusia menciptakan mesin-mesin canggih dengan “memasukkan pikiran manusia” ke dalamnya. Karena itulah, komputer bisa bermain catur, algoritma bisa menebak kita, dan melakukan banyak pekerjaan lain. Itu “manusia” dalam skala ribuan kali, tapi tetap “manusia”.

Jika kita bersaing melawan mesin canggih ini—“manusia” yang kemampuannya telah dilipatgandakan hingga ribuan kali—kita akan mati sia-sia, karena percuma. Kita tidak akan menang. Jadi, selama kita masih berpikir seperti umumnya manusia normal, selamanya kita akan kalah.

Jangankan melawan mesin-mesin canggih dan keparat-keparat algoritma yang genius, bahkan melawan kalkulator yang sederhana saja kita kalah! Kemampuan mengetik, aritmatika, rasionalitas, logika, bahkan membajak sawah, telah bisa dilakukan mesin, bahkan jauh lebih baik.

Karenanya, menurut saya, cara menang melawan mesin-mesin canggih—dan algoritma—adalah berpikir “seperti bukan manusia umumnya”. Orisinalitas yang irasional, sedikit kegilaan yang tidak logis—sebagai ganti logika yang kaku—tak bisa ditiru bot atau diprediksi algoritma.

Gebyar

Seorang bocah bertanya, “Apakah kamu pernah menulis sesuatu yang di dalamnya terdapat kata ‘gebyar’?”

Saya mengingat-ingat sejenak, lalu menjawab, “Sepertinya belum pernah.”

“Kalau begitu, kamu harus menulisnya!”

“Apakah itu penting?”

“Sangat penting,” dia menjawab. “Karena hidup ini sungguh sia-sia jika kita tidak pernah menulis sesuatu yang di dalamnya terdapat kata ‘gebyar’.”

....
....

Maka saya pun menulis catatan ini.

Agar hidup saya tidak sia-sia. 

Menyenangkan

Menyenangkan, bagiku, sederhana. Ngobrol dengan teman, sambil leyeh-leyeh.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6 November 2020.

Noffret’s Note: Danilla

Selalu senang melihat Danilla tertawa.

Barusan nonton Danilla Riyadi di YouTube. Salah satu komen berbunyi, "... jiwa cowok liar yang terjebak dalam tubuh wanita cantik." Seketika aku ngakak.

Meski dia penyanyi, aku lebih suka lihat Danilla ngomong atau lagi ngoceh, karena bikin yang lihat jadi senyum-senyum atau cekikikan sendiri.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Agustus 2019 dan 22 Februari 2020.

Hari Ibu

Omong-omong soal Hari Ibu, catatan ini relevan dibaca kembali. Karena ibumu bukan ibuku.

Shitlicious, Young Lex, dan Ibu di Balik Layar » http://bit.ly/2EKliKC


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Desember 2020.

Keraguan

Keraguan adalah temanku. Dan ia kini membunuhku perlahan-lahan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 3 April 2012.

Heran

Heran. Apa orang-orang yang saban tahun ribut soal Natal itu gak capek atau bosan? Wong aku cuma lihat saja sudah capek campur bosan!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Desember 2019.

Sruh Sruh

Ooohh...

Minggu, 10 Desember 2023

Mental Kaya, Mental Miskin

Thread di bawah ini menarik, dan sangat saintifik, meski masih menyisakan satu pertanyaan yang tidak/belum terjawab.

Aku bisa menjawab pertanyaan itu hanya dengan satu kata. Tapi jika kukatakan, belum tentu orang akan percaya, karena akan terdengar tidak saintifik.

Mental.

Mental Kaya, Mental Miskin


Pendidikan, kesehatan, koneksi, atau apa pun yang bisa disebut privilese di luar diri seseorang, semuanya bisa diperoleh anak miskin—terlepas bagaimana caranya. Tapi ada satu hal yang sulit diperoleh anak miskin, yaitu "mental kaya"—sesuatu yang secara default dimiliki anak kaya.

Aku menyetujui semua uraian dalam thread saintifik tadi, karena nyatanya memang tak terbantah. Tapi thread tadi belum menyentuh 1 faktor penting yang nyatanya memang sulit diukur; bahwa yang merusak kehidupan orang miskin bukan hanya kemiskinannya, tetapi juga mental miskinnya.

Mental itulah yang, dalam pikiranku, menjadikan anak miskin sulit kaya, sebagaimana anak kaya—yang lahir di keluarga kaya—sulit miskin.

Seperti yang kusebut tadi, ini terdengar tidak saintifik, bahkan terdengar tidak adil. Untungnya, "mental" itu bisa dipelajari, meski sulit.

Mental kaya dan mental miskin dimiliki orang per orang secara default, tergantung di keluarga mana ia dilahirkan. Ini bukan sekadar mindset yang bisa diukur; ini lebih pada—bagaimana aku harus menyebutnya?—semacam kristalisasi "doktrin hidup" yang diterima orang per orang.

Sekadar ilustrasi, kita bisa membayangkan diri kita, yang lahir dan tumbuh besar di permukiman umum, dengan Tarzan yang tumbuh besar di hutan. Meski secara fisik mirip, tapi "mental" kita jelas berbeda dengan Tarzan, sebagaimana "mental" Tarzan jelas berbeda dengan diri kita.

Susahnya, "mental" itu sulit diukur, khususnya dengan metode saintifik, sehingga penelitian-penelitian terkait hal ini biasanya akan mentok pada "privilese umum" seperti pendidikan, lingkungan, dan semacamnya—yang bahkan tidak mampu mengungkap penyebab kemiskinan secara tuntas.

Omong-omong, aku kadang membayangkan soal ini dengan rel kereta api. Bagaimana sepasang rel kereta api dari Jakarta ke Tegal, misalnya, bisa terus sejajar dan searah?

Jawabannya sangat jelas, gamblang, sekaligus mutlak; karena mereka memang "dipaksa" begitu!

Sekarang bayangkan dalam pikiran, kita "belokkan" salah satu rel tersebut agar berubah 1 cm saja. Dari Jakarta, rel yang dibelokkan 1 cm itu bisa melenceng sangat jauh—sebegitu jauh hingga mungkin tidak sampai di Tegal, tapi ke kota lain yang jaraknya puluhan kilometer.

Mental.

Hidup kita mirip sepasang rel itu; yang kaya akan terus kaya, yang miskin akan terus miskin—sejajar, searah—karena memang "dipaksa" begitu! Karena itulah aku menyebut urusan "mental" ini telah dimiliki orang per orang secara default, tergantung di keluarga mana ia dilahirkan.

Karenanya, dalam perspektifku, cara agar keluar dari "takdir kemiskinan" adalah dengan "membelokkan mental" kita. Sekali mental itu bisa kita "belokkan", arah dan jalan hidup kita akan berubah jauh. Persis seperti rel tadi. Tetapi, itu jelas bukan pekerjaan mudah.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6 Juni 2020.

Uang Besar adalah Motivasi Besar

Baru selesai nonton podcast Deddy Corbuzier yang menantang Ivan Gunawan menurunkan berat badan, 20 kg dalam 3 bulan. Hadiahnya Rp500 juta.

Apakah Ivan Gunawan akan berhasil? Kemungkinan besar dia akan berhasil. Karena taruhannya Rp500 juta. Uang besar adalah motivasi besar.

Omong-omong, kelebihan berat badan itu beda dengan bongsor. Ada orang-orang yang memang perawakannya bongsor (tinggi besar) tapi tidak kelebihan berat badan, karena proporsional. Selain bongsor, ada pula semok, sintal, bahenol, appeeeuuhhh...

Konon, laki-laki yang tinggi besar menginginkan pasangan wanita yang kurus atau mungil. Sementara laki-laki yang kurus atau ramping (aku termasuk dalam hal ini), justru menginginkan wanita yang tinggi besar. Nyatanya banyak pasangan yang begitu, kan?

Tapi yo mbuh kabeh, namanya jodoh.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Juli 2021.

Membuktikan Ketidakberadaan

Di suatu jam kuliah, Bertrand Russel, filsuf Inggris, berkata, “Tidak ada badak di ruang kelas ini.”

Salah satu murid Russel waktu itu Ludwig Wittgenstein, dari Austria. Ketika mendengar gurunya mengatakan “tidak ada badak”, Wittgenstein tak percaya, dan berusaha membuktikannya.

Wittgenstein berusaha mencari badak di bawah meja-meja, di antara kursi-kursi, tapi tidak ada badak, bahkan anak badak sekalipun. 

Dan itulah pelajarannya. 

Untuk membuktikan suatu keberadaan mungkin akan sukar, tapi membuktikan ketidakberadaan benar-benar tidak mungkin.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Juni 2021.

Harta Paling Berharga

Harta paling berharga adalah sehat. #NoDebat

Nasihat seputar menjaga kesehatan mungkin terdengar cemen, kalau kita mendengarnya saat sehat. Tapi ketika sakit, kita biasanya akan menyadari bahwa nasihat-nasihat [yang mungkin terdengar cemen] itu seharusnya kita dengarkan.

Dua minggu yang lalu, cuaca di tempatku panasnya luar biasa. Sampai subuh pun terasa panas (sumuk, semromong). Lalu, tiba-tiba, cuaca berubah dingin. Perubahan cuaca ekstrem ini berdampak pada kesehatan sebagian orang. Aku termasuk di dalamnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Juni 2021.

Masalah di Indonesia

Salah satu masalah di Indonesia yang tak juga selesai adalah... pesan teh anget, yang datang teh panas.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 Juli 2021.

I'm so Tired

Tadi, melangkah sendirian di trotoar, di depanku ada sepasang pria-wanita yang juga melangkah, dengan tas-tas belanjaan di tangan. Si wanita terdengar berkata, "I'm so tired."

Seketika otakku menerjemahkan, "Awakku lempoh (badanku capek sekali)."

Dan itu pula yang kurasakan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Juli 2021.

Kisah Indah yang Kubaca

Turut berduka cita atas meninggalnya Gustin Suradji. Novel-novelnya dulu pernah menemani masa remajaku—kisah-kisah indah yang bisa kubaca di masa itu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6 Juli 2021.

Menghambat Banyak Hal

Aku sering merasa, dan menghadapi, Jumat-Sabtu-Minggu adalah tiga hari yang menghambat banyak hal.

Seharusnya di dunia ini tidak ada hari libur.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Juni 2021.

Curut EA Masuk

Tambah ramai nih...



*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 8 Oktober 2023.

Blig

Oooh... blig.

Jumat, 01 Desember 2023

Kecoak Bikin Pusing

Paling benci kalau kamar kemasukan kecoak!

"Cobalah lihat sisi baiknya. Untung bukan godzilla yang masuk kamar."

YA NGGAK GITU JUGA MAINNYA, HADEEEH!

Kenapa kecoak susah dibasmi dan terkenal sangat kuat? Karena mereka sudah ada di bumi sejak 300 juta tahun silam. Mereka tahu cara bertahan hidup—dalam arti sebenarnya—sesuatu yang, sayangnya, tidak dimiliki manusia. Dinosaurus punah, hewan-hewan lain punah, tapi kecoak... tidak.

Kecoak bisa hidup di segala musim dan iklim. Dalam cuaca panas menyengat atau dingin membekukan, keparat-keparat kecil itu tetap enjoy dan tidak pernah stres. Saat Nagasaki dan Hiroshima dibom pada Perang Dunia II, yang selamat dari radiasi nuklir cuma kecoak!

Saat ini, ada lebih dari 3.000 spesies kecoak menghuni planet Bumi. Mereka tinggal di rumah kita, menyusup ke rumah sakit, merangkak di restoran, memanjat saluran sanitasi, terbang di antara sampah, sampai berkeliaran di dasar hutan lebat Amazon. Keparat ini ada di mana-mana!

Kecoak bisa hidup selama sebulan tanpa kepala. Ketika akhirnya mati, ia mati bukan karena kehilangan kepala, tapi karena kelaparan. Kecoak tidak butuh kepala untuk bernapas, bahkan tidak butuh otak sebagai alat kontrol tubuh. Kehilangan kepala bukan masalah bagi kecoak.

Di alam liar, kecoak sering menjadi mangsa burung, mamalia kecil, juga hewan amfibi. Tapi di perkotaan, kecoak tidak punya musuh—selain menghadapi kita, tentu saja. Dan kenapa kecoak tidak langsung mati saat kita pukul pakai sandal? Karena punggungnya memiliki pelindung kuat.

Selain memiliki daya tahan hidup yang luar biasa, kecoak sangat cepat berkembang biak. Dalam sebulan, keparat-keparat itu bisa menghasilkan lebih dari 40 yunior, atau 480 anak dalam setahun! Sepertinya mereka berprinsip banyak anak banyak rezeki, persis seperti sebagian orang.

Apa yang dimakan kecoak? Mereka kaum omnivora—makan apa saja. Kubis, feses, lem, sisa makanan di dapur, organisme mati (termasuk mayat manusia), bahkan memakan anaknya sendiri! Oh, ya, kecoak juga doyan melahap bir! Kalau kau menyimpan bir di rumah, pastikan tutupnya rapat!

Yang jadi masalah, kecoak tidak hanya menjijikkan bagi banyak orang—dan memicu fobia bagi sebagian yang lain—tapi juga menjadi penyebar bakteri dan penyakit bagi manusia. Kecoak juga menyebabkan gangguan pernapasan serta memicu asma, selain mengontaminasi makanan.

Apakah kecoak juga punya manfaat bagi kehidupan? Ya. Bagaimana pun, kecoak adalah bagian dari rantai makanan di alam. Kalau mereka punah, kehidupan akan kacau. 

Jika manusia punah, kehidupan di bumi akan baik-baik saja. Tapi kalau kecoak punah, kehidupan di bumi akan berantakan!

Lalu apa manfaat kecoak bagi manusia? Setidaknya, kecoak membantu membersihkan lingkungan kita dari sisa-sisa organisme. Percaya atau tidak, kecoak sangat peduli kebersihan! Mereka tidak peduli berada di tempat sekotor apa pun, tapi mereka berupaya tubuh mereka selalu bersih!

Kecoak juga mengandung protein tinggi, sehingga layak disantap—kalau doyan, tentu saja. Bagaimana cara memasaknya? Pertama, cabut semua kaki dan sayapnya. Potong kepalanya, dan buatlah irisan di tengah badan. Sebelum dipanggang, campur dengan irisan bawang dan garam.

Oh ya, kecoak juga sebenarnya bisa dijadikan hewan peliharaan—tentu bagi yang tidak jijik atau fobia dengannya. 

Apa untungnya memelihara kecoak? Asal tahu saja, susu paling mahal di dunia adalah susu kecoak! Kalau bisa mengumpulkan 1 liter saja susu kecoak, dijamin langsung kaya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 Mei 2019.

Hidup Terlalu Singkat untuk Mengurusi Hal-hal Tidak Jelas

Inilah alasan aku malas diajak ketemuan untuk hal-hal gak jelas. Cuma buang-buang waktu dan energi, tapi gak ada manfaatnya.

Hidup Terlalu Singkat untuk Mengurusi Hal-hal Tidak Jelas

Kalau ada orang yang hanya kenal di dunia maya mengajakku ketemuan, tapi tujuannya tidak jelas, jujur saja aku tidak tertarik. Mending aku ngurusin kerjaan yang menumpuk, atau membaca buku, atau melakukan hal lain yang jelas bermanfaat.

Beda kalau ajakannya jelas—misal, “ayo kita ketemu untuk membicarakan ini”, atau, “ayo kita ketemu untuk melakukan ini”—maka aku mulai tergerak. Karena ada tujuan jelas. Sebutkan tempatnya, dan aku akan datang menemuimu.

Hidup ini terlalu singkat untuk mengurusi hal-hal tidak jelas.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 September 2023.

Yang Ideal Biasanya Utopis

Dulu kalau mau duduk, tinggal duduk saja. Sekarang kalau mau duduk harus mengeluarkan ponsel dari saku celana.

Sering aku kangen dengan ponsel-ponsel lama Sony-Ericsson. Di masanya, ponsel-ponsel produksi mereka enak digenggam, nyaman dikantongi, dan bentuknya begitu manis serta elegan.

Beda banget dengan ponsel kekinian. Sekarang, bentuk ponsel gitu-gitu aja—datar, besar, kadang berat saat digenggam, dan tidak nyaman dikantongi. Sebegitu tidak nyaman, sampai mau duduk saja harus mengeluarkan ponsel dari saku celana.

Kelebihan [sebagian] ponsel zaman sekarang, tentu saja, kecanggihannya yang luar biasa. Sebegitu canggih, sampai aku kadang takjub pada ponsel yang aku gunakan.

Mungkin akan ideal, andai saja ponsel bisa secanggih sekarang, tapi juga memiliki bentuk/tampilan yang modis seperti ponsel zaman dulu. Jadi enak digenggam, nyaman dikantongi, dan bisa diandalkan untuk berbagai kebutuhan.

Tapi yang ideal-ideal itu biasanya memang utopis, atau setidaknya sulit diwujudkan. Yang bentuknya manis dan elegan, kemampuannya biasa-biasa saja. Sementara yang kemampuannya luar biasa, wujudnya biasa-biasa saja.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Oktober 2021.

Mengingatmu

Aku selalu mengingatmu sebagai pengingat diriku sendiri. Bahwa aku masih memiliki hati.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Desember 2012.

Hotel di Alam Kubur

Di Swedia, ada hotel aneh bernama Sala Silver Mine. Yang menarik, hotel ini berada di kedalaman 155 meter di bawah tanah, dan bentuk kamarnya mirip gua dengan dinding-dinding tanah yang mengelilingi—mirip alam kubur dengan ukuran lebih besar.

Apakah nyaman? Tergantung, apakah kita mengidap klaustrofobia atau tidak. Yang jelas, kamar hotel itu bukan hanya tertutup—karena berada di kedalaman tanah—tapi juga menjadi tempat paling sepi dan paling hening di bawah langit. Benar-benar mirip alam kubur!

Apakah tidur di kamar bawah tanah itu akan didatangi malaikat yang akan menanyakan siapa Tuhanmu?

Ya enggak, laaah. Wong itu kamar hotel, bukan alam barzah! Lagian malaikat tentu bisa membedakan mana yang benar-benar alam kubur dan mana kamar hotel!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Mei 2019.

Curhat Seseorang

“Aku bahkan sampai justru.”

Curut EA Rusak Gara-gara Togel

Curut EA perlu membaca ini.

Curut EA Rusak Gara-gara Togel

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Agustus 2023.

Kerupuk Itu Penting

Seenak-enaknya mi ayam, kalau gak pakai kerupuk tetap gak enak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Mei 2019.

Nyanyi

Lemah rasa kakiku melangkah pergi, menuju ke destinasi tak pasti... #nyanyi


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 3 April 2012.

Me

300:6 

Senin, 20 November 2023

Depresi di Puncak Popularitas

Dalam obrolan bersama Daniel Mananta, Atta Halilintar mengaku diam-diam tertekan berada di puncak popularitasnya. Kalau bisa, dia berkata, dia ingin kembali ke hidupnya yang dulu. "Gua pengin kembali ke gua yang dulu, bisa kerja, dapat duit, senang, udah. Nggak gini-gini banget."

Yang membuat Atta tertekan, berdasarkan pengakuannya pada Daniel Mananta, karena ada banyak hal yang sebenarnya tidak dia sukai, bahkan membuatnya tertekan, akibat popularitas. Dari kehidupannya yang terus disorot, sampai munculnya aneka kasus yang tiba-tiba berdatangan.

Atta Halilintar, yang disebut “YouTuber Nomor 1” dengan “penghasilan terbanyak di Asia”, yang bisa mengganti cat Lamborghini semudah mengganti cat kuku, diam-diam tertekan karena popularitas. 

Kedengarannya agak “menakjubkan”, ya?

Popularitas itu paradoks; dan ini sesuatu yang tidak dipahami kebanyakan orang. Rata-rata kita—sebenarnya bukan “kita”, tapi “kalian”, karena saya tidak termasuk—berharap populer, dan karena itu berupaya dengan segala cara agar mendapat popularitas. Dan di situlah awal masalahnya.

Popularitas itu menyenangkan, hanya saat seseorang berada di AMBANG BATAS SEBELUM PUNCAK. Begitu seseorang sampai di puncak popularitas, ia akan terbunuh perlahan-lahan. Sejarah sudah membuktikan berkali-kali.

Marilyn Monroe depresi ketika di puncak popularitas, saat dia diam-diam sering menangis di bathtub, sendirian, dan berpikir tak punya seorang pun teman. Kita tahu bagaimana kisah lanjutannya. Begitu pula Kurt Cobain, Janis Joplin, atau artis-artis K-Pop, daftarnya panjang.

Popularitas itu seperti candu. Mula-mula, kita mencicipi. Terasa enak, dosisnya mulai tambah. Kita ingin terus, terus, dan terus, meniti tangga popularitas. Semakin besar popularitas, fly yang terjadi makin menyenangkan. Dan kita pun mulai berambisi tiba di puncak popularitas.

Masalah pun dimulai. Ketika orang belum sampai di puncak popularitas, ia akan terus mengejar. Dan begitu sampai di puncak, kejenuhan bahkan depresi dan putus asa mulai menjalar... meski mungkin pelakunya menyimpan diam-diam. Jika tidak percaya, sila tanya Atta Halilintar.

Mengapa popularitas bisa menimbulkan masalah pada pemiliknya? Bagi saya sederhana saja; karena popularitas adalah kondisi yang menempatkan seseorang pada ketergantungan penilaian orang-orang di luar dirinya. Siapa pun akan tertekan jika ditempatkan di posisi semacam itu.

Mari gunakan analogi sederhana. Jika hidupmu tergantung pada penilaian 10 orang di sekelilingmu, kamu mulai tidak nyaman. Jika hidupmu disorot 100 orang di sekelilingmu, kamu mulai tertekan. Sekarang gandakan angka itu menjadi 1.000, 100.000, 1.000.000... dan seterusnya. 

Ini permainan sederhana. Kita tempatkan seseorang di tengah-tengah sorotan. Semakin banyak yang menyorot, dia akan semakin tidak nyaman. Dan itulah popularitas. Sebagai “ganti rugi” atas ketidaknyamanan itu, dia mendapat banyak uang. 

Sudah paham logika dan cara permainannya?

Jangan salah paham, saya tidak bermaksud mengatakan popularitas itu buruk. Yang saya maksudkan, popularitas memiliki konsekuensi, salah satunya adalah ketidaknyamanan, karena hilangnya privasi. “Itu nggak nyamannya. Orang tahu sampai ke celana gua,” kata Atta Halilintar. 

Menjadi populer (mengejar popularitas) atau menjadi orang biasa yang tidak populer, adalah soal pilihan, dengan konsekuensi masing-masing. Punya popularitas memungkinkan orang mendapat aneka privilese dan penghasilan besar, misalnya, tapi juga disorot banyak orang.

Sementara tidak punya popularitas memungkinkan orang menikmati kehidupan bebas dan leluasa, karena memang tidak populer dan tidak dikenali di mana-mana. Mungkin nyaman, tapi mungkin pula—dan biasanya—penghasilannya tidak sebesar orang-orang yang memiliki popularitas.

Paling enak, tentu saja, menjadi orang biasa yang bebas keluyuran ke mana pun tanpa dikenali orang-orang... tapi punya penghasilan sebesar orang-orang terkenal. Bagaimana caranya? Yo mbuh, saya tidak tahu.

Hati yang Tersakiti

Dulu, tiap Selasa sore, ada pasar tiban di dekat tempat tinggalku. Aku sering datang ke sana, dan beli tahu aci. Kadang ada teman yang mergoki, yang meledek, “Kamu tuh kayak bocah, jajannya tahu aci!” 

Dan aku tertawa saja, karena nyatanya aku memang bocah.

Pasar tiban itu rutin ada di sana, bertahun-tahun. Sampai, suatu ketika, jalanan di sekitar pasar tiban rusak parah, akibat sering tergenang banjir. Aspal yang semula mulus berubah rusak dan berlubang-lubang akibat air yang terus menggenang, dan itu sampai lama sekali.

Akibat jalanan rusak, pasar tiban jadi sepi, karena orang-orang mungkin enggan melewati jalanan rusak yang tergenang air. Akibatnya pula, pasar tiban yang semula rutin muncul tiap Selasa sore, kemudian hilang. Keramaian ala rakyat itu pun lenyap, akibat jalanan rusak.

Waktu-waktu berlalu, jalanan di sana tetap rusak, tetap tergenang air, dan pasar tiban telah lama hilang. Lalu, suatu waktu kemudian, jalanan yang rusak parah itu diperbaiki, ditinggikan, dan ada pos khusus yang dibangun untuk mengatur debit air, agar tak terjadi banjir.

Kini, jalanan yang semula rusak parah telah berubah mulus, dengan beton cor yang sangat kuat, dan tak lagi tergenang air. Lalu lintas kembali lancar, orang-orang kembali nyaman lewat sana. Dan apakah pasar tiban yang dulu muncul di sana kembali muncul? Tidak!

Sekarang, tiap Selasa sore, jalanan di sana tetap lengang, tidak ada pasar tiban, tidak ada keramaian ala rakyat seperti dulu. Dan, kupikir, seperti itulah hubungan kita dengan orang lain. Sekali hubungan itu rusak, kita tidak pernah bisa mengembalikan hubungan yang dulu.

Orang mungkin bisa meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan, serupa jalan yang diperbaiki setelah rusak parah. Tetapi, meski jalan yang rusak itu telah berubah menjadi jalan yang mulus, selalu ada hal-hal yang tak pernah kembali... seperti hati yang tersakiti.

Anak-anak Tertawa

Selalu senang melihat anak-anak tertawa gembira. Karena dunia ini (sebenarnya) tercipta untuk mereka.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2019.

Curut EA Perlu Tobat Main Judi Slot

Curut EA perlu baca ini.

Curut EA Perlu Tobat Main Judi Slot

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Oktober 2023.

Memangnya Google Tahu Apa?

"Aku sudah mencari-carinya, tapi tak ketemu." 

"Di mana kamu mencarinya?" 

"Di Google."  

"Ya Tuhan, memangnya Google tahu apa?" 

"..."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 September 2012.

Mandi Tengah Malam

Benarkah mandi tengah malam bisa berbahaya? Ya tergantung mandinya di mana. Kalau mandinya di tengah jalan raya tentu bisa berbahaya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 September 2019.

Selamat Hari Guru

Selamat Hari Guru untuk semua guruku dari TK sampai Perguruan Tinggi, termasuk guru-guru ngajiku sejak kecil sampai dewasa... kecuali untuk guru olahraga di SMP yang bacot dan tingkahnya lebih besar dari isi otaknya. (Aku sangat berharap dia membaca tweet ini).

Sampai hari ini, setiap kali bertemu guru-guruku dulu, aku selalu mencium tangan mereka dengan hormat. Kecuali guru olahraga di SMP. Setiap kali bertemu dengannya, aku hanya akan diam, dan menatapnya dengan sikap menantang. 

Masalah Terbesar Sekolah » http://bit.ly/1TKr694


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 November 2019.

Ingin Moksa

Login ke e-filing pajak kok sulit banget, ya? Cuma aku yang mengalami, atau memang server situs pajak yang sering down?

Tiga jam di kantor pajak, dan tidak bisa udud. Rasanya ingin moksa.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6-7 Oktober 2019.

Biasanya

Biasanya, kalau di rumah, jam segini aku baru mandi, nyeruput cokelat hangat, lalu udud. Dan ngoceh di Twitter, kalau lagi pengin.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 September 2019.

Slem

Oh... slem.

Jumat, 10 November 2023

Pahit tapi Benar

Meski mungkin pahit, yang di bawah ini benar sekali. Aku bahkan sudah mengalami berulang kali.


Mengapa ada orang-orang semacam Thanos, Magneto, dan Hannibal Lecter? Karena mereka terlalu dilukai dunia—sebentuk luka di dalam batin mereka yang tak pernah sembuh, menganga dan berdarah, dan tak termaafkan. Sebegitu luka, hingga mereka ingin balik melukai dunia.

Kalau aku mengingat diriku lima belas tahun lalu, misalnya, aku bisa mendapati diriku yang jauh berbeda dengan diriku yang sekarang. Aku menyadari, diriku yang sekarang begitu dingin, cenderung skeptis, dan sulit percaya orang lain. Jauh berbeda dengan diriku di masa lalu.

Di masa lalu, aku begitu hangat, dan begitu naif hingga mudah percaya orang lain, khususnya orang-orang di dekatku. Aku percaya dunia akan baik kepadaku, sebagaimana aku baik pada mereka. Tapi ternyata aku keliru. Dunia yang kita tinggali benar-benar terkutuk.

Bertahun lalu, saat aku ditimpa masalah dan kemalangan, orang-orang yang semula dekat denganku perlahan menjauh. Orang-orang yang kupercaya mengkhianati kepercayaanku, mereka yang kuanggap saudara ternyata iblis, dan aku harus menghadapi luka dan petaka sendirian.

Selama waktu itu, aku bertanya-tanya, di mana orang-orang yang semula di dekatku? Ke mana orang-orang yang biasa disebut teman dan saudara? Ke mana hilangnya kebaikan, ketulusan, pertemanan, dan persaudaraan? Lalu aku menyadari, semuanya bukan hilang, tapi memang tidak ada.

Orang-orang, kenyataannya, sudah terlalu sibuk dengan hidup mereka sendiri, apalagi yang punya pasangan dan anak-anak. Dan aku terlalu naif mengira mereka akan punya waktu dan ketulusan untuk mau menolongku. Mereka tidak peduli, karena yang mereka pedulikan hanya diri sendiri.

Peristiwa dan kesadaran itu, tampaknya, yang kemudian mengubahku perlahan-lahan, hingga seperti sekarang. Aku berubah menjadi dingin, cenderung sinis, dan sulit percaya orang lain. Dan aku pun berpikir, mungkin begitulah Magneto, Thanos, dan Hannibal Lecter, mewujud.

Kini, aku menjalani hidup dengan lebih tenang, karena menyadari bahwa tidak ada siapa pun yang bisa kuandalkan di dunia ini, selain diriku sendiri. Aku hanya akan melakukan yang kuinginkan, dan tak peduli pada dunia... karena menyadari dunia juga tak peduli kepadaku.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 12 Mei 2019.

Protokol Nyangkruk

Habis zuhur, sekitar pukul 13.00, saya merasakan perut keroncongan. Saya pun bangkit dari tempat duduk, berencana keluar untuk cari makan. 

Sangat kebetulan, bertepatan saat itu ponsel bergetar. Terlihat nama Zuhri di layar ponsel. Saya pun menerima panggilan telepon itu, dan terdengar suara Zuhri.

“Aku lagi di warung ikan bakar,” katanya, sambil menyebutkan nama warung, yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah saya. “Aku bersama seseorang saat ini, dan dia ingin ketemu kamu.”

“Kebetulan sekali,” sahut saya, “saat ini aku baru mau keluar untuk cari makan. Apakah di situ ada nasi?”

“Ini warung ikan bakar,” jawab Zuhri, “tentu saja ada nasi.”

“Apakah nasi di situ keras—akas?”

“Ya.” Zuhri menjawab mantap.

“Bagaimana kamu bisa yakin?”

“Nasi di sini pakai ceting, dan cetingnya ada di depanku sekarang. Butiran-butiran nasinya tidak saling menggumpal.”

“Apakah butiran nasinya berbentuk bulat atau elips?”

Zuhri terdengar kesal, “Apa pentingnya itu?”

“Tolong pastikan saja.”

“Uhm... elips. Elips.”

“Kamu yakin?”

“Yeah... butiran nasinya kelihatan panjang-panjang, bukan bulat. Ujung-ujungnya juga runcing. Jadi ini pasti elips.”

“Bagus sekali! Oke, aku ke situ sekarang.”

Menarilah

Menarilah seolah tak ada kehidupan. Hiduplah seolah tak pernah dilahirkan. Lahirkanlah seolah tak ada kematian.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Agustus 2012.

Sejuta Alasan Jatuh Cinta

Kita punya sejuta alasan untuk jatuh cinta. Tapi sering kali hanya satu yang masuk akal.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 September 2012.

Curut EA, Si Bejat Pecandu Togel

Curut EA perlu membaca ini.

Puthut EA pecandu togel


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 Oktober 2023.

Banyak Hal

Ada banyak hal menyenangkan yang bisa dilakukan di malam Minggu. Salah satunya adalah tidak malam Mingguan. Selamat malam Minggu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 Agustus 2012.

Cowok Harus Tahu

Mula-mula, perempuan hanya butuh perhatian. Lama-lama, perempuan mulai butuh kepastian. #CowokHarusTahu


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Agustus 2012.

Prinsip Environmentalisme

Berbukalah sesuai prinsip-prinsip environmentalisme. #Wuopppooooo


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 10 Mei 2019.

Definisi Selebtwit

Definisi selebtwit adalah, "Jika temanku mengenalmu, berarti kamu selebtwit." Yang jadi masalah, temanku tidak punya akun Twitter.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 April 2012

Sola Sola

Ooh... sola sola.

Rabu, 01 November 2023

Suara dari Hati

Kadang kepikiran, ingin membentuk semacam perkumpulan yang isinya kakak-kakak atau anak pertama dari keluarga miskin (kalau bisa cowok semua, dah) yang menanggung beban bertubi-tubi dari keluarga, agar bisa curhat bareng, saling menguatkan, dan komunikasi kami bisa nyambung.

Sebagian teman/kenalanku berasal dari kalangan menengah ke atas. Sebagian lain berasal dari kalangan bawah, lebih khusus lagi yang berasal dari keluarga miskin dan toksik. Tahu yang terjadi? Aku lebih nyambung (relate) saat ngobrol dengan yang terakhir itu.

Salah satu sohibku adalah kawan sejak SMP. Kami sudah berteman bertahun-tahun. Tapi kami gak nyambung kalau membicarakan soal keluarga, dan pandangan kami tentang keluarga kami sendiri di masa depan (kalau menikah kelak). Pasalnya, hidup dia baik-baik saja, khas kelas menengah.

Aku dari keluarga miskin, dan dia dari keluarga menengah. Jarak yang tidak terlampau jauh, kan? Tapi bahkan begitu pun, kami sudah tidak nyambung. Apalagi kalau aku ngobrol dengan teman yang dari kalangan kaya. Lebih gak nyambung lagi. Kami saling "tidak paham" saat mengobrol.

Jadi, kalau ngobrol dengan teman-teman yang beda latar belakang, biasanya kami ngobrol "hal-hal umum", yang sekiranya kami bisa saling paham. Dan, sejujurnya, aku merasa lebih nyaman saat ngobrol dengan teman-teman yang punya latar belakang sama. Kami benar-benar merasa relate.

Saat ini, secara pribadi, sebenarnya aku baik-baik saja. Aku tinggal di rumahku sendiri, punya hal-hal yang kubutuhkan dan kuinginkan, juga punya penghasilan yang memungkinkanku hidup tenang. Tapi "kutukan dari penderitaan masa lalu" kadang membuatku belum bisa baik-baik saja.

Kalian yang tidak berasal dari keluarga miskin [dan toksik] pasti tidak akan paham yang barusan kukatakan. Dan itulah yang juga terjadi pada teman-temanku di dunia nyata, yang tidak pernah mengalami kemiskinan dan penderitaan. Mereka tidak paham yang kukatakan, yang kurasakan.

Dulu aku sempat frustrasi dengan hal ini, karena sulitnya menemukan teman yang bisa diajak ngobrol secara mendalam, dan nyambung. Tapi akhirnya aku menyadari, kami semua memang berbeda, hasil bentukan latar belakang kami, keluarga kami, juga oleh cara membesarkan orang tua kami.

Apa pun, kalau kamu mungkin berasal dari keluarga miskin, dan saat ini sedang berjuang memperbaiki diri dan kehidupanmu, dan kamu memiliki orang tua yang baik, keluarga yang tenteram, kamu termasuk orang beruntung. Aku pun yakin, kamu tumbuh dengan baik, dan itu yang terpenting.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 5 November 2021.

Mengapa Wanita Suka Berdandan?

Banyak wanita mengatakan bahwa mereka berdandan untuk kesenangan diri sendiri (bukan untuk menarik perhatian lawan jenis). Benarkah?

Berdasarkan penelitian, jawaban itu sebenarnya belum selesai—dan wanita tampaknya tidak mungkin mengatakan keseluruhan jawabannya terang-terangan.

Wanita memang berdandan untuk kesenangan diri sendiri, TETAPI itu baru motivasi pertama. Ada dua motivasi lain, yang tidak pernah mereka katakan. Pertama, untuk bersaing dengan sesama wanita; dan kedua, untuk menarik lawan jenis [yang sesuai kriteria mereka].

Wanita adalah makhluk kompetitif, jauh lebih kompetitif dibanding pria. Bedanya, pria bersaing secara terang-terangan, hingga mudah terlihat. Sementara wanita bersaing diam-diam hingga tak terlalu kelihatan. Karena itulah mereka suka bilang, "Ah, cantik kamu!" Padahal yo mbuh.

Wanita berdandan memang untuk kesenangan pribadi—itu benar. Tujuan kedua adalah untuk bersaing dengan sesama wanita. Ingat, mereka makhluk kompetitif, dan mereka senang tampak lebih menawan dibanding wanita lain. BARU SETELAH ITU, mereka berharap bisa menarik lawan jenis.

Banyak pria yang bingung dengan fenomena ini: Ada wanita-wanita yang memakai rok sangat mini, dengan memperlihatkan pahanya. Pria berpikir, wanita memamerkan keindahan pahanya pasti untuk menarik pria. Benar, TETAPI HANYA PRIA YANG SESUAI KRITERIA MEREKA! Di sinilah masalahnya!
Wanita senang dipandangi lawan jenis, TAPI YANG SESUAI KRITERIA MEREKA. Kalau kamu memandangi wanita dan dia menggamparmu, artinya kamu bukan kriterianya. Karena itulah, etika mengajari kita agar memperhatikan sikap, karena kita tidak bisa yakin apakah masuk kriterianya atau tidak.

Sebenarnya, pria pun mengalami hal serupa, meski mungkin tak terlalu sadar. Kalau ada wanita dewasa memandangiku, misalnya, aku berpikir, "Ingin kuserahkan diriku padamu, Mbak."

Tapi ketika dipandangi cewek ABG, rasanya aku ingin ngamuk dan berteriak, "KAMU CEWEK BAU POPOK TAHU APAAAA?"


*) Ditranksrip dari timeline @noffret, 20 Mei 2019.

Bagi Cinta

Bagi kebodohan, cinta adalah tuhan. Bagi kebijaksanaan, cinta hanyalah soal pilihan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 April 2012

Saling Memimpikan

"Selamat tidur," kataku pada diri sendiri. 

Dan diriku yang lain menjawab, "Semoga mimpi indah." 

Lalu kami tidur dan saling memimpikan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Maret 2012

Internet Tercepat yang Pernah Kupakai

Aku pernah makai internet di sebuah kantor lembaga milik pemerintah, di Jakarta. Pakai komputer yang ada di sana. Kecepatannya bikin aku takjub. Usai mengetik url di taskbar, dan Enter, halaman yang dituju langsung terbuka! Gak ada loading sedetik pun! Buka situs apa pun, secepat kilat!

Sebegitu takjub, sampai aku bercanda dengan staf di sana, “Ini bahkan tanganku masih di udara, belum sempat tekan tombol Enter, halaman yang dituju sudah terbuka, saking cepatnya.” 

Pekerjaanku bisa selesai dua kali lipat lebih cepat, andai internet di rumahku secepat itu. 

Jadi, aku bertanya-tanya, apakah layanan internet untuk kantor-kantor pemerintah memang mendapat prioritas yang berbeda dengan layanan internet untuk warga biasa? Jika ya, sepertinya kok gak adil, ya? Atau aku yang terlalu berlebihan?

5 Ribu 6 Bulan

Baru sadar. Ternyata 5 ribu 6 bulan itu iklan internet? Wong yang bayar 100 ribu sebulan aja sering lemot gak jelas, apalagi 5 ribu 6 bulan?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Januari 2012.

Sudah Nemu Cara

Kata-kata terbaik yang pernah kukatakan pada termos adalah, “Sudah nemu cara.”

Enggan

Dulu, waktu masih ABG, kita selalu suka kalau diajak keluar sama teman, meski gak jelas mau ngapain. Pokoknya keluar rumah aja udah senang. Setelah dewasa, kita makin selektif kalau mau keluar rumah. Kalau gak jelas apa tujuan/kepentingannya, mending gak usah ke mana-mana.

Kayaknya semua orang mengalami perubahan semacam itu. Makin dewasa, pikiran makin matang dan urusan hidup makin banyak. Waktu jadi terasa sangat berharga, eman-eman kalau dibuang untuk hal-hal gak jelas. Ditambah lagi, sebagian orang jadi mudah capek. Bener gak, sih?

Jadi, kalau ada orang dari jauh—misal luar kota—ngajak ketemuan, yang kupikirkan adalah, “Aku mau aja menempuh perjalanan jauh berkilo-kilo meter, untuk menemuimu. Tapi terus kita mau ngapain?” Kalau tidak ada sesuatu yang jelas dan penting, aku akan berpikir seribu kali.

Jangankan keluar rumah untuk pergi ke tempat jauh, wong keluar rumah untuk pergi ke tempat-tempat dekat aja sebenarnya aku enggan. 

Tabu

Mencari warung makan yang buka di hari Jumat, apalagi Jumat Kliwon, rasanya seperti menjalani mission impossible.

Ada kepercayaan di sebagian masyarakat (khususnya Jawa), bekerja di hari Jumat adalah tabu, apalagi Jumat Kliwon. Akibatnya, banyak urusan penting (salah satunya warung makan) terhenti, karena penjualnya "tidak ingin melanggar tabu". 

Dan bocah sepertiku lalu kelaparan.

Untung Larry Page dan Sergey Brin dan Mark Zuckerberg dan Jack Dorsey tidak ikut menganut kepercayaan semacam itu. Kalau iya, bisa bubar hidup kita semua.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Desember 2020.

Curut EA, Orang Goblok Pecandu Togel

Deskripsi ini kedengarannya seperti Curut EA.

Curut EA, Orang Goblok Pecandu Togel

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2023.

Jumat, 20 Oktober 2023

Makin Mudah, Makin Menyenangkan

Ada fenomena aneh yang saya dapati, berdasarkan studi dan pengalaman pribadi: Semakin sulit dan semakin rumit sesuatu, hasil yang diperoleh bukan semakin banyak, tapi justru semakin sedikit. Dengan kata lain, mengecewakan. Dan ini terjadi pada banyak hal.

Lowongan kerja, misalnya. Lowongan kerja yang menyodorkan aneka hal sulit bahkan rumit (dari penampilan menarik sampai komunikatif), biasanya gajinya kecil. Sementara lowongan kerja yang gajinya besar justru syaratnya simpel (cukup punya skill yang bagus).

Aturan mainnya kira-kira seperti ini: Kalau perusahaan butuh pekerja yang posisinya penting (vital), mereka akan memilih yang punya skill, tak peduli penampilannya seperti apa. Bocah-bocah di Silicon Valley, misalnya, banyak yang mirip gembel, tapi penghasilannya miliaran.

Sebaliknya, pekerja-pekerja yang hanya digunakan sebagai “pemanis”—biasanya diletakkan di posisi tidak penting—dituntut aneka syarat, dari penampilan menarik, tinggi badan cukup, sampai komunikatif. Penampilannya meyakinkan, tapi penghasilan tak seberapa.

Belakangan saya menyadari, fenomena aneh ini ternyata juga terjadi di berbagai hal lain, dan “aturannya” tetap sama; semakin sulit dan semakin rumit sesuatu, hasilnya bukan semakin besar, tapi justru semakin kecil. Bukan lebih menjanjikan, tapi justru mengecewakan. 

Ada banyak media online di internet, dan kita bisa mengirim naskah ke mereka. Sebagian media online itu ada yang pasang syarat macam-macam (dari kirim foto, scan KTP, akun medsos, dll), sementara sebagian media lain lebih simpel: Cukup kirim tulisan terbaikmu!

Berdasarkan pengalaman, media online yang syaratnya ribet dan rumit justru honornya kecil. Sementara media online yang tidak pasang syarat macam-macam justru ngasih honor sangat besar. Ini tentu saja aneh, ironis, dan saya mengingatnya sebagai pelajaran.

Di luar urusan kerja, fenomena aneh ini juga terjadi pada bidang kehidupan secara luas. Nyatanya ada orang-orang yang suka mempersulit sesuatu, dan ada orang-orang yang lebih senang mempermudah sesuatu. Ironisnya, yang suka mempersulit justru yang tidak menarik.

Ada wanita yang pernah viral di Twitter, bernama Tatiana, dan saya tertarik kepadanya. Kenapa? Karena dia tipe wanita yang “memudahkan urusan”, bukan malah “mempersulit urusan”. Dia bukan tipe wanita yang banyak drama, dan saya percaya dia sosok menarik.

Lebih dari dua tahun yang lalu, seorang wanita yang tidak saya kenal menilpon (dia mendapat nomor ponsel saya dari seseorang yang sama-sama kami kenal). Dia memperkenalkan diri dengan sopan, menyatakan maksudnya, dan meminta saya untuk menemuinya. 

Dia tinggal di Jakarta—lebih dari 350 kilometer dari tempat tinggal saya. Dan saya datang menemuinya! Kenapa? Simpel, dia menyatakan maksudnya dengan baik, memberi alasan kenapa saya harus menemuinya, dan memberi tahu apa yang akan saya peroleh. It’s fun!

Sejak mendengarnya di ponsel, saya sudah yakin dia orang yang menarik—tipe wanita yang to the point, tidak banyak kode atau basa-basi tidak penting—dan nyatanya memang begitu. Saya senang bertemu dengannya. Cerita lebih lanjut, silakan baca di sini

Pengalaman-pengalaman itu seperti memberi tahu saya bahwa hal-hal menyenangkan (dari penghasilan besar sampai kenalan menyenangkan) ternyata didapatkan dengan mudah, bukan dengan sulit. Itu pula alasan kenapa saya malas berurusan dengan orang-orang “sok rumit”. 

Para CEO yang sukses tahu aturan emas ini: Sederhanakan hal-hal yang rumit! Sementara kebanyakan orang [gagal] justru berpikir sebaliknya; Rumitkan hal-hal sederhana! Sudah rumit dan sulit, hasilnya juga tak seberapa, dan berakhir mengecewakan.

And then, itulah arti tulisan ini: Rumus Aneh yang Terbukti.

Mbakyu yang Pintar Masak

Dulu, waktu masih suka keluar rumah buat makan, aku mikir, “Mending pakai Gofood, gak perlu keluar kalau hujan.” 

Giliran pas hujan, mau pesan Gofood susah banget. Alasannya, “Area resto ini sepi driver,” atau, “Semua driver lagi sibuk.” 

Yeah, driver-nya juga malas keluar!

Aku gak tahu gimana dengan kota-kota lain, ya. Tapi di kotaku, tiap hujan selalu susah pesan Gofood. Sudah pesan, restonya langsung siapin pesanan, tapi driver-nya tidak ada. Begitu terus menerus. Sampai stres, rasanya.

Solusi untuk mengatasi masalah ini kayaknya emang punya mbakyu (maksudnya istri). Lebih spesifik, istri yang pintar masak—bukan sekadar bisa masak. Kalau sekadar “bisa masak”, aku juga bisa (masak mi instan, misalnya). Pintar masak itu hasil masakannya enak dan layak dimakan.

“Halah, cari istri cuma biar ada yang masak di rumah! Gak ilmiah blas!” 

Bodo amat! Kamu nyari suami yang ganteng, pintar, dan kaya-raya, dan aku diam aja. Sekarang aku nyari istri yang pintar masak, kenapa kamu ngamuk? 

....
....

Ingin punya mbakyu yang pintar masak, ya Allah.

Percaya Saja

Semua akan sampai di tempat masing-masing. Pada waktu yang tepat, bersama seseorang yang tepat. Percaya saja.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Agustus 2013.

Datang dan Pulang

Datang dan pulang, datang dan pergi. Kelahiran dan kematian adalah dongeng tawa dan tangis setiap hari.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 Agustus 2013.

Tidak Semua

Tidak semua jawaban menjawab pertanyaan. Kadang-kadang, lebih banyak pertanyaan di dalam jawaban.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 Agustus 2013.

Apakah PPATK Tahu Curut EA?

Curut EA perlu membaca ini.

Apakah PPATK Tahu Curut EA?

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 10 Oktober 2023.

Bercakap Serius di Pinggir Jalan

Kalau lihat orang bercakap-cakap serius di pinggir jalan, aku kadang mikir, "Kira-kira apa yang mereka percakapkan, sampai serius gitu?"


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 November 2019.

Ingkum

Ooh... ingkum.

Baru Melek

Baru aja melek dari tidur siang, iseng buka Twitter, beritanya ngeri-ngeri.

OTW beli Majalah TEMPO.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 Desember 2020.

Ya Ampun, Yahoo!

Ya ampun, Yahoo! Aku mau buka email, oke? Buka email! Kenapa kausodor-sodorkan berita-berita tidak penting itu terus-menerus?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 September 2015.

Selasa, 10 Oktober 2023

SDM Rendah

Masalah besar negeri ini, sepertinya, memang SDM rendah. Yaitu orang-orang yang tidak memahami kesalingterkaitan dan tidak mematuhi peraturan. Seperti orang buang sampah sembarangan, atau duduk di pinggir jalan umum. Mereka mungkin merasa benar, padahal salah!

Orang yang membuang sampah ke selokan, mungkin berpikir bahwa sampahnya akan terbawa arus air. Kenapa dia berpikir begitu? Ya karena pikirannya cetek—mungkin dipikirnya arus air selokan di depan rumahnya sederas arus tsunami yang bisa membawa apa pun.

Orang dengan SDM rendah tidak mampu melihat kesalingterkaitan antara perilaku membuang sampah sembarangan dengan berbagai masalah lingkungan, dari masalah selokan mampet sampai bencana banjir. Begitu banjir datang, malah menyalahkan pihak-pihak lain.

Begitu pula orang yang duduk/nongkrong di pinggir jalan umum. Orang dengan SDM rendah tidak memahami bahwa jalan umum diperuntukkan untuk lalu lintas umum, dari pejalan kaki sampai yang naik kendaraan. Orang yang lewat di jalan umum harus nyaman tanpa terganggu.

Perilaku nongkrong atau duduk di pinggir jalan umum, pertama-tama, akan “menyita” lebar jalan. Karena bagian jalan yang mestinya dipakai berlalu-lintas, digunakan untuk duduk-duduk. Kedua, keberadaan orang di pinggir jalan bisa membuat orang yang lewat tidak nyaman.

Banyak orang (khususnya wanita) yang memilih lewat jalan lain meski lebih jauh, demi menghindari keberadaan orang yang nongkrong atau duduk-duduk di pinggir jalan umum. Lewat di jalan yang ada orang lagi duduk di pinggir jalan itu bikin risih sekaligus tidak nyaman.

Sayangnya, orang dengan SDM rendah tidak memahami hal-hal semacam itu. Alih-alih menyadari bahwa keberadaan mereka nongkrong di pinggir jalan bisa mengganggu orang lain, mereka malah merasa “gagah” karena bisa duduk di pinggir jalan. SDM rendah.

Kitab-kitab fiqih sosial bahkan mengajarkan agar kita “tidak menengok ke dalam rumah yang pintunya terbuka, jika kebetulan kita lewat di depannya”. Jika melihat ke dalam rumah orang lain tanpa izin saja sudah “tercela” (pelanggaran privasi), apalagi yang lebih dari itu? 

Sayangnya, hal-hal yang terkesan “remeh” seperti itu—tidak buang sampah sembarangan, tidak duduk di pinggir jalan, tidak melanggar privasi orang lain—justru sangat jarang diajarkan para ustaz, padahal itu bagian dari ajaran agama. Akibatnya, masyarakat menyepelekan. 

Masyarakat menyepelekan buang sampah sembarangan, padahal “kebersihan sebagian dari iman”. Masyarakat menyepelekan duduk di pinggir jalan atau melanggar privasi orang lain, padahal itu bagian dari fiqih sosial. Mereka ngertinya ajaran agama cuma berisi shalat sama ngaji.

Tentu saja shalat dan ngaji itu penting, khususnya terkait agama, tapi tidak buang sampah sembarangan, tidak nongkrong atau duduk-duduk di pinggir jalan, tidak melanggar privasi orang lain, tidak bergosip, itu juga sama penting, dan bagian dari ajaran agama. 

Kepala Cupu, Penjudi Akut Berotak Busuk

Kisah Gubernur Jenderal VOC Diederik Durven kelilit hutang karena judi. Lo bayangin dah Gubernur Jenderal bangkrut akibat judi, makanya aneh kalau sekarang orang maen judi ngarep jadi kaya. Cara Diederik selesain hutangnya adalah menghukum pemberi hutang. —@mazzini_gsp, 25 Juni 2023.


Cc: Kepala Cupu yang penjudi akut sampai melakukan hal-hal busuk.

Namanya Curut EA, tapi dia menyebut dirinya Kepala Cupu. Bagi yang mungkin belum tahu, dia seorang penjudi akut. Jangan tertipu oleh lagaknya.

Sebenarnya aku tidak peduli orang mau jadi penjudi segila apapun. Wong itu urusannya sendiri. Asal tidak mengusikku, aku juga tidak akan peduli.

Sekarang kalian makin paham, kan, siapa "pemilik media online" yang kumaksud di sini?

Mari gunakan contoh nyata.




*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Juni 2023.

Kaya dan Miskin Bukan Soal Takdir

Selama kita yakin bahwa kaya dan miskin adalah soal takdir, sampai kapan pun masalah ketimpangan sosial tidak akan pernah selesai. Karena pasti akan membentur “doktrin takdir”. Orang bisa mudah mengatakan, “Ya gimana lagi, sudah takdirnya begini...”

Kaya dan miskin bukan masalah takdir, tapi masalah sistem! Tuhan, kalau kita memang percaya keberadaan-Nya, tidak akan menciptakan ketimpangan sosial, karena itu mengerikan, bahkan sekadar untuk dibayangkan. Manusialah yang menciptakannya!

Manusia menciptakan sistem, dan sistem yang tidak adil itu lalu menciptakan ketimpangan sosial. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Selama kita tidak mau menerima dan memahami kenyataan ini, sampai kiamat pun masalah tak akan selesai.

Jika kita percaya kaya-miskin disebabkan takdir, ya sudah, mau apa lagi? Wong sudah takdir! Tapi jika kita percaya bahwa kaya-miskin disebabkan sistem, ada hal yang bisa kita lakukan, untuk membenahi yang salah, sekaligus membangun kehidupan yang lebih baik.

Di antara upaya memperbaiki sistem, agar ketimpangan kaya-miskin tidak terus semakin lebar, adalah meminta semua pihak untuk sadar. Pertama-tama, sadar bahwa kaya dan miskin bukan soal takdir.

Ada yang Keliru

Dia berkata, "Ada yang keliru dalam hidup kita."

Kupikir kalimat itu masih akan berlanjut. Tapi ternyata sudah selesai.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 September 2012.

Bagaimana Tolstoy Bisa Tahu?

"Tuhan Maha Tahu," kata Leo Tolstoy, "tapi Dia menunggu." 

Ingin sekali kutahu siapa yang ditunggu Tuhan. Dan bagaimana Tolstoy bisa tahu?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2012.

Evan yang Mana?

"Mengapa mereka tidak menanyakannya kepada Evan?" tanya Agatha Christie. 

Sayangnya, dia tidak menjelaskan Evan yang mana.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2012.

Ta

Ta adalah bocah dalam film Rambo IV.

Kadang-kadang aku ingin menjadi Ta.

Terpenting adalah Kualitas

Tempo hari aku nonton The Adam Project. Bagus sekali! Bagiku, itu salah satu film keluarga terbaik yang pernah kutonton. Jalinan kisah dan dialog-dialognya membuatku merasa relate.

Netflix bikin film-film bagus. Tapi film-film bagus lain yang ditayangkan di luar Netflix tetap ditonton banyak orang. Sepertinya hal itu tidak hanya film, tapi juga karya-karya dalam bentuk lain. Apa pun yang bagus akan disukai orang-orang, terlepas apa pun medianya.
 
Saat ini, misalnya, ada banyak web dan aplikasi yang menyediakan novel-novel digital. Tapi novel-novel yang terbit dalam bentuk hardcopy (buku) tetap laku. Itu menunjukkan kalau digital atau nondigital sebenarnya hanya medium, yang terpenting adalah kualitas.

Google Translate Tidak Tahu Udud

Barusan aku iseng menerjemahkan ocehanku pakai Google Translate yang ada di Twitter. Hasilnya bagus. Tata bahasanya relatif teratur, kayak bener-bener hasil terjemahan manusia.

Tapi Google Translate kayaknya selalu gagal tiap menerjemahkan “udud”.

Wuh-wuh

Oooh... wuh-wuh.

Minggu, 01 Oktober 2023

Tidak Anti Pacaran, tapi Malas Pacaran

Aku tidak anti pacaran, tapi sering berpikir kalau pacaran tuh memboroskan banyak sumber daya (waktu, energi, biaya, emosi, dan lain-lain). Jadi kalau, misalnya, naksir seseorang tapi gak yakin-yakin amat, aku memilih diam aja; gak melanjutkan dengan pedekate atau semacamnya.

Rata-rata cewek, setahuku, mau menjalin hubungan dengan cowok dengan harapan lanjut sampai pernikahan. Karenanya, aku mikir, daripada menjalin hubungan tapi aku gak yakin, mending gak usah sekalian, daripada malah menyakiti atau terkesan ngasih harapan yang ujungnya mengecewakan.

Ada memang, cowok-cowok yang menjalin pacaran dengan prinsip "dipikir sambil jalan". Maksudnya, prinsip mereka, "yang penting pacaran dulu, soal ntar berjodoh sampai kawin atau nggak, ya jalani aja."

Sejujurnya aku gak bisa seperti itu. Masalahnya sederhana; gak punya waktu!

Pacaran itu kan membutuhkan banyak waktu. Dari nge-chat "selamat pagi, siang, malam", telepon berjam-jam, ketemuan kapan saja, dan lain-lain. Kalau memang yakin dengan hubungan itu sih gak masalah. Tapi kalau gak yakin, aku ngerasa eman-eman waktunya. Mending belajar atau kerja.

Makanya, jujur aja, aku setuju dengan "hubungan alternatif" semacam FWB (sebenarnya aku kurang sreg dengan istilah ini), yaitu hubungan yang dijalin dengan kesadaran kedua pihak bahwa hubungan itu tidak diikat komitmen apa pun. Sama-sama membebaskan, dan sama-sama nyaman.

Sebenarnya, yang kenal “pacar” atau “pacaran” tuh cuma orang Indonesia. Orang barat aja gak kenal pacaran. Mereka punya sebutan yang lebih baik; boyfriend, atau girlfriend. Kesannya lebih positif. Sepertinya aku lebih cocok dengan istilah itu.

Catatan lama yang relevan dengan ocehan ini: Bukan Pacar yang Baik » https://bit.ly/3BL4Hnr


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 April 2022.

Suka Drama

"Aku tidak suka drama!" jerit seorang wanita. 

Jadi yang dilakukannya itu apa? Mengheningkan cipta?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2012.

Sulit

Yang sulit dilahirkan, sulit pula ditiadakan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 September 2012.

Aku Ini Pohita!

Bersama seorang bocah, saya berjalan menyusuri jalanan yang rimbun penuh pepohonan. Karena jalan setapak, tempat itu terlihat sunyi, dan di depan kami hanya ada satu orang yang sedang melangkah sendirian.

Di suatu tikungan, orang di depan kami tiba-tiba berhenti, lalu menatap pohon besar di depannya—yang tumbuh di pinggir jalan. Orang itu menatap pohon sejenak, lalu berteriak, “Aku ini pohita!”

Saya berbisik pada bocah di samping saya, “Apa atau siapa itu pohita?”

Bocah di samping saya hanya mengangkat bahu.

Orang tadi terlihat kembali melangkah, belok ke tikungan kiri.

Ketika kami sampai di depan pohon besar itu, saya berhenti, dan menatapnya sejenak. Lalu, seperti orang tadi, saya berteriak, “Aku ini pohita!”

Bocah yang bersama saya tampak cekikikan. Tapi dia ikut meniru orang tadi—berdiri di depan pohon, lalu berteriak, “Aku ini pohita!”

Kami merasa hidup kami tidak sia-sia.

Awkarin Naik FU

Kalau lihat cewek tipe Awkarin naik FU di jalan, aku merasakan jiwa bocahku bergelora. 

Ingin melihat Awkarin naik FU, ya Allah.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Oktober 2020.

Nggak Seputih Dulu

Barusan makan, ketemu teman lama. Ucapan pertamanya, "Kamu kok nggak seputih dulu?"

((((Nggak seputih dulu))))

Kedengarannya aku seperti bocah yang ternoda.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 5 Juni 2019.

Di Balik Pertanyaan “Kapan Kawin?”

Pertanyaan "Kapan cerai?" pasti dianggap tidak sopan. Tapi kenapa pertanyaan "Kapan kawin?" dianggap sopan?

“Kapan” adalah pertanyaan beracun. Tak usah dengarkan pertanyaan itu. Lebih penting lagi, jangan pernah lontarkan pertanyaan itu.

Ada baiknya untuk mengingat, orang yang suka bertanya “kapan” adalah orang yang iri dan cemburu pada kebebasan dan kemerdekaan kita.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 September 2012.

Pingin Wae Ora

Iyo.

Aban Aban

Urip isine aban-aban.

Kejahatan Si Megalomaniak-Insecure

Baca TL-nya Hans Davidian, aku cuma bisa manggut-manggut, dan berpikir, "Oooh, pantes..."

Akhirnya, perlahan namun pasti, semua kejahatan si megalomaniak-insecure itu akan terkonfirmasi.

Yang masih bingung siapa megalomaniak-insecure yang kumaksud, baca ini: Curut EA, Orang Paling Licik dan Busuk di Internet.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 Agustus 2023.

Rabu, 20 September 2023

Tawaran Tolol Brand Kere

QRT ini dengan tawaran collab tolol khas brand kere banyak mau
—@txtdrdigital


Ini mungkin OOT, tapi masih related. 

Seorang pemilik media online ingin bertemu denganku untuk menanyakan sesuatu. Tapi bukannya menghubungiku baik-baik, malah menyuruh teman-temannya di Twitter untuk mengganggu dan menyerangku.

Mengapa ada orang sesinting itu? Menurutku sederhana saja; modus yang dia lakukan khas orang insecure. Karena dia tidak pede menghubungiku, dia mencari cara agar aku yang menghubunginya. 

Ciri khas orang insecure adalah megalomaniak—benar-benar tepat menggambarkannya.

Andai dia menghubungiku baik-baik, dan ngomong to the point, “Aku ingin bertemu denganmu untuk membicarakan beberapa hal,” maka aku akan pesan travel, dan datang ke tempatnya—sendirian. 

Tapi, mengutip tweet yang ku-quote tadi, dia “khas brand kere [tapi] banyak mau.”


Selalu hati-hati di dunia maya, guys. Kita tidak bisa yakin mana orang yang benar-benar baik, dan mana yang sebenarnya jahat.

So, fellas, jika kalian punya kepentingan dan ingin bertemu denganku, jangan gunakan cara yang rumit dan berbelit-belit—gunakan saja cara yang mudah, sederhana, dan membuat kita sama nyaman. Langsung hubungi aku secara baik-baik, sampaikan maksudmu, dan aku akan datang menemuimu.

Simpel, mudah, sederhana, dan tidak banyak drama! Wong ada cara yang jelas-jelas mudah, malah pakai cara-cara yang rumit dan menimbulkan masalah!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 Juli 2023.

Quarter Life Crisis

Quarter life crisis paling berat bukan di umur 18 hingga 30 tahun, tapi saat berusia 9.736 tahun. Homo sapiens tidak mengalaminya, tentu saja.

Sebagai bocah, aku sering berpikir... jika seorang manusia bisa mengumpulkan seluruh pengetahuan yang ada di muka bumi, dan “memampatkan” semua hal itu dalam pikirannya, lalu dia mengkristalkannya dalam satu kesimpulan... apa kira-kira kesimpulannya?

Itulah quarter life crisis paling berat yang bisa dibayangkan. Quarter life crisis selalu soal eksistensi; arti keberadaan kita di dunia ini. Dan jika seseorang punya kesempatan menjalani hidup sampai ribuan tahun, dia akhirnya tahu apa sebenarnya arti eksistensi.

Dan apa sebenarnya arti eksistensi? Nothing. Ketiadaan. 

Semakin lama kita hidup—dan semakin bisa berpikir matang—kita akan semakin menyadari kenyataan ini. Semakin banyak pengetahuan yang kita kumpulkan, semakin terbuka mata kita pada “ketiadaan”. 

Manusia cenderung berpikir tentang eksistensi dirinya, karena sejak awal berpikir bahwa dunia ini ada untuk mereka. Yang tidak sempat mereka pikirkan adalah... apakah benar begitu kenyataannya?

Mbakyu di WhatsApp

Seorang bocah yang tidak pernah pakai WhatsApp (WA) tiba-tiba bercerita kalau dia kini pakai WA.

“Jadi mulanya aku iseng instal WA,” ceritanya. “Setelah terinstal, aku iseng buka-buka WA di ponselku. Kan nama-nama di phonebook yang pakai WA akan terdeteksi otomatis, tuh. Jadi aku tahu siapa-siapa aja yang pakai WA dan siapa yang enggak. Nah, waktu aku scroll nama-nama itu, ada nama mbakyuku.”

Saya mulai tertarik, “Jadi, karena itu kamu pakai WA?”

“Nggak juga,” sahutnya. “Sebenarnya aku udah tahu sejak lama kalau mbakyuku pakai WA. Yang baru aku tahu, ternyata foto dia di WA tuh cantik banget. Jadi aku suka buka-buka WA, karena ingin lihat mbakyuku.”

Lalu saya ikut pakai WA.

Hari yang Biasa-biasa Saja

"Kenapa kamu suka ngetwit harimu biasa-biasa saja?"

"Wong nyatanya memang hariku biasa-biasa saja. Apa aku kudu ngapusi kalau hariku begitu indah dan bla-bla-bla?"


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Maret 2019.

Tidak Memahami

Anak-anak tidak akan memahami orang tua, sampai mereka menjadi orang tua. Dan ketika mereka menjadi orang tua, para orang tua telah tiada.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 September 2012.

Drama Malam

Seumur hidup aku mengejar kebebasan, dan sekarang kau datang membawakanku kurungan? #DramaMalam


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 September 2012.

Bahasa adalah Soal Kenyamanan

Kata-kata mutiara hari ini, "Entah kenapa, aku nggak pede kalau nulis pakai bahasa Indonesia." (Seorang teman, yang hidupnya di Indonesia)

Ya, ya, bahasa Indonesia memang lebih "belibet" dibanding bahasa Inggris, ya? Dalam bahasa Inggris, "You" sudah mewakili semua kata ganti orang kedua tunggal. Sedang dalam bahasa Indonesia, ada "kamu", "Anda", "lu", "kau", bahkan kadang "sampeyan" dan "panjenengan", dll.

Dalam bahasa komunikasi, bahasa Inggris memang lebih mudah digunakan, karena kita bisa "menggeneralisir" lawan bicara kita. Semuanya "you".

Well, bahasa memang soal kenyamanan. Aku sendiri sih kurang nyaman berbahasa Inggris, jika yang diajak bicara bisa berbahasa Indonesia.

Rasanya kok aneh kalau kami ada di Indonesia, dan masing-masingnya bisa berbahasa Indonesia, tapi berkomunikasi memakai bahasa Inggris.

Dan mengenai bahasa Indonesia yang "belibet" seputar kata ganti orang kedua, kupikir itu memang cara bangsa kita menghormati lawan bicara.

Sekali lagi, bahasa adalah soal kenyamanan. Bahkan dalam penggunaan bahasa Indonesia pun, ada yang nyaman menggunakan bahasa baku, ada pula yang lebih nyaman menggunakan bahasa nonbaku atau bahasa gaul. Bagiku tak masalah, karena itu soal kenyamanan masing-masing orang.

Akhirnya, jika kita yang lahir dan hidup di Indonesia sudah tidak bangga berbahasa Indonesia, lalu siapa yang akan bangga menggunakannya?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 September 2012.

Pasangan yang Berbahaya

Dalam hubungan yang membutuhkan kesetiaan, pasangan yang berbahaya adalah kekasih yang mudah jatuh cinta.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 Januari 2012.

Klepon Seharga Rp1,7 Miliar, Cek!

Cek ndasmu.

Yang Penting

Ooh, yang penting.

Minggu, 10 September 2023

Kalau Kita Punya Kepentingan dengan Orang Lain, Kitalah yang Harus Berinisiatif

Mungkin saya kurang gaul, atau terlalu lama ngobrol dengan termos. Tapi saya sering tidak paham dengan fenomena sosial yang kadang terjadi antarmanusia—sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan dengan mudah, tapi jadi sulit karena rupanya ada orang-orang yang senang mempersulit diri.

Di dunia nyata, ada fenomena—yang saya anggap aneh—yang disebut catcalling. Cowok melihat cewek lewat, lalu bersiul atau melakukan/mengatakan sesuatu yang ia pikir dapat menarik perhatian si cewek. Saya tidak tahu, benar-benar tidak tahu, apa manfaat melakukan itu (catcalling)?

Apakah tujuan cowok melakukan catcalling agar bisa berkenalan dengan si cewek? Kalau memang itu tujuannya, saya pikir sangat aneh, karena itu justru cara yang sulit. Wong ingin kenalan saja sampai pakai aksi catcalling yang jelas akan membuat si cewek tidak nyaman dan justru tak tertarik.

Kalau memang ingin kenalan dengan seorang cewek, jauh lebih mudah mengatakannya langsung, dengan sopan, jelas, dan memastikan pada si cewek bahwa kita ingin kenal dengannya. Simpel, sederhana. 

Kalau si cewek tidak mau kenalan denganmu, yo wis—lanjutkan hidupmu sendiri.

Itu fenomena di dunia nyata yang dulu sering saya temui. Betapa untuk menarik perhatian atau ingin kenalan saja, seseorang sampai melakukan hal sulit dan bikin tak nyaman (catcalling), padahal ada cara yang lebih mudah dan sederhana, yaitu mengajak kenalan langsung dengan sopan.

Di dunia maya, fenomena sosial semacam itu rupanya juga ada, meski dalam bentuk lain. Orang-orang melakukan aneka hal sulit yang bahkan kadang membuat diri mereka frustrasi, hanya untuk menarik perhatian seseorang... padahal ada cara yang lebih mudah dan sederhana.

Contoh, Si A ingin kenal dengan Si B. Tapi Si A berharap Si B yang mengajak kenalan. 

Si A ingin dekat dengan Si B. Tapi Si A berharap Si B yang mendekati. 

Si A ingin menjalin hubungan dengan Si B, tapi Si A berharap Si B yang menunjukkan inisiatif. 

Itu piye, kalau dipikir-pikir?

Dalam perspektif saya, jauh lebih mudah kalau Si A yang berinisitif, karena dialah yang punya keinginan/kepentingan. Inisiatif—melakukan langkah yang dirasa baik dan wajar—adalah kewajiban siapa pun yang punya keinginan, khususnya keinginan di antara sesama manusia.

Ini tak jauh beda dengan, misalnya, kita punya hajatan dan berharap para tetangga datang untuk meramaikan. Kita tidak bisa cuma duduk diam dan menunggu tetangga berdatangan. Kita harus berinisiatif, mengundang mereka baik-baik, hingga mereka juga datang dengan nyaman.

Kalau Si A tertarik dan ingin dekat dengan Si B, maka Si A yang harus punya inisiatif—tidak bisa dibalik! Karena tidak ada jaminan Si B juga tertarik kepada Si A, hingga Si A tidak bisa mengandalkan kalau Si B yang akan berinisiatif. Menurut saya, ini urusan yang sangat sederhana.

Kalau saya tertarik pada seseorang—dan “tertarik” di sini bermakna universal—saya akan mengatakannya langsung pada pihak bersangkutan. Jika responsnya positif, saya akan melanjutkan. Jika responsnya negatif, saya akan berhenti. Simpel, mudah, dan semua pihak tetap nyaman.

Begitu pun kalau tertarik secara personal pada wanita, misalnya, saya akan berinisiatif, mencoba mendekati. Jika responsnya baik, saya akan melanjutkan. Jika responsnya buruk, atau tidak ada respons, saya akan berhenti. Saya tidak ingin membuat dia tidak nyaman, juga tak ingin menyiksa diri sendiri.

Karena itulah, saya tidak paham dengan fenomena sosial—di dunia nyata maupun di dunia maya—yang kadang dilakukan orang-orang di sekeliling kita. Mereka punya keinginan atau kepentingan pada orang lain, tapi justru berharap orang lain yang punya inisiatif terkait keinginan mereka. Itu piye?

Berusaha menarik perhatian orang lain dengan tujuan agar orang itu tertarik kepada kita—dalam apa pun bentuknya—tak jauh beda dengan perilaku catcalling. Itu tidak sopan, selain juga mengganggu dan membuat orang lain tidak nyaman. 

Kepala Cupu, Si Pelindung Pemerkosa

Memperkosa itu kejahatan, melindungi pemerkosa sama kejahatan. Oh, well, Kepala Cupu! Dan itu baru satu di antara setumpuk kejahatan lain yang dia lakukan. Pantas sangat khawatir dan ketakutan ketika ada yang tahu kejahatan-kejahatannya, sampai berusaha memfitnahnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Agustus 2023.

Cewek Berdandan untuk Siapa?

KATANYA CEWEK BERDANDAN DAN BERPENAMPILAN CANTIK UNTUK KESENANGAN DIRI SENDIRI? GILIRAN COWOKNYA DIANGGAP GAK MATCHING, JADI NGAMBEK. LHA KALAU MEMANG BERDANDAN UNTUK DIRI SENDIRI, YA GAK USAH NGERIBUTIN COWOKNYA. YANG PENTING KAMU PUAS DENGAN DANDANANMU SENDIRI. BUKANNYA GITU?

Kalau punya pasangan, aku juga punya aturan penting dalam berpenampilan: JANGAN BERDANDAN/BERPENAMPILAN YANG TERLALU MENCOLOK ATAU MENARIK PERHATIAN! DENGAN KATA LAIN, BERPENAMPILANLAH SEDERHANA!

Aku risih kalau jalan sama cewek yang penampilannya terlalu menarik perhatian.

Well, definisi "penampilan sederhana" itu mungkin relatif, ya. Karena sederhana bagi satu orang bisa jadi gak sederhana bagi orang lain. Kalau yang kumaksud "berpenampilan sederhana" tuh kalem, tidak mencolok, dan bukan penampilan yang dimaksudkan untuk menarik perhatian orang.

Diakui atau tidak, ada orang-orang yang berpenampilan dengan tujuan menarik perhatian orang. Dan tujuannya biasanya tercapai; orang-orang memperhatikannya. Penampilan semacam itu biasanya tidak sederhana atau TIDAK KALEM, terlepas seperti apa pun yang dikenakannya.


*) Ditranksrip dari timeline @noffret, 26 Mei 2019.

Mengapa Pria Memelihara Cambang?

Manusia, khususnya pria, bisa hidup tanpa cambang. Tapi mengapa mereka memelihara, bahkan menumbuhkannya? 

Jawaban berdasarkan penelitian: Jika di suatu tempat terdapat persaingan tinggi para pria dalam mendapatkan wanita, di situ ada lebih banyak pria yang menumbuhkan cambang!

Secara biologis, rata-rata pria berpikir bahwa tubuh mereka harus jauh lebih berotot daripada yang diharapkan wanita, sementara rata-rata wanita percaya bahwa mereka harus lebih kurus dan mengenakan riasan wajah lebih banyak daripada yang sebenarnya diharapkan oleh pria.

Sebagai pria, setidaknya, sekarang aku paham kenapa banyak wanita yang sangat suka memakai riasan tebal, hingga menutupi kecantikan asli mereka.

Tampaknya, pria dan wanita punya definisi berbeda terkait "cantik", dan rata-rata wanita mengidentikkan cantik dengan riasan tebal.


*) Ditranksrip dari timeline @noffret, 20 Mei 2019.

Lagi Ngerasain

Siapa bilang pikiran nggak ngaruh ke tubuh? Kalau pikiranmu sakit, atau lagi stres, tubuhmu akan mengikuti. Percaya aja! #LagiNgerasain

Makanya dari tadi aku rajin nge-tweet. Soalnya lagi gak enak badan, akibat pikiran lagi gak sehat, jadi males mau ngapa-ngapain. #MaininHP


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2012.

Hidup, Akhirnya Kupikir

Hidup, akhirnya kupikir, bagaimana cara kita memandangnya. Tak peduli seindah apa pun, tetap saja tampak suram kalau kita sedang berduka.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 September 2012.

Kegelapan

Kegelapan adalah sinar terang yang tertunda, karena seusai malam selalu terbit cahaya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 September 2012.

Mau Andub Lagi

Ora sudi.

Penginnya Cepat-cepat

Barusan dengar orang berkata ke temannya, "Aku penginnya cepat-cepat lebaran, terus cepat-cepat hari biasa lagi. Biar kehidupan berjalan normal seperti biasa."

Jangan-jangan banyak orang yang berpikiran sama.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Mei 2019.

Gahgaho

Iyo.

Jumat, 01 September 2023

Curut EA: Pecandu Togel yang Licik, Manipulatif, Busuk, dan Menjijikkan

Gue kira, Narkoba tuh efeknya buat sekitar udah paling bahaya. Ternyata kecanduan judi slot lebih bahaya. Otaknya jadi gak waras, manipulatif agar bisa dapet duit, berani melakukan hal2 kriminal agar bisa depo, terus gak mati2 karena fisiknya sehat. Jadinya efeknya makin awet. —@shitlicious


Itu benar. Orang yang kecanduan judi bahkan sampai memanipulasi dan mengorbankan teman-temannya sendiri demi memenuhi kecanduannya berjudi.

Ada orang kecanduan judi yang melakukan serangkaian kejahatan yang sangat licik dan menjijikkan, dengan mengorbankan dan memanipulasi orang-orang lain, bahkan teman-temannya sendiri. Lalu ketakutan saat ada orang akan membongkar kebusukannya, lalu berusaha memfitnah orang itu.

Ah, ya, kemungkinan besar kalian mengenal orang licik dan busuk itu, karena dia aktif di internet—termasuk di Twitter—kelihatan ramah, sebegitu ramah sampai banyak orang tidak sadar ketika dimanipulasi olehnya, hingga mau melakukan hal-hal tolol yang diinginkannya.

Kelihatan ramah, tapi toksik dan megalomaniak. Andai hidupnya tidak ditopang perusahaan rokok di belakangnya, dia cuma bapak-bapak pecandu togel biasa. Setepatnya, bapak-bapak pecandu togel yang licik, manipulatif, busuk, dan menjijikkan!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 12 Agustus 2023.

Kamis adalah Hari yang Biasa-biasa Saja

Tahu-tahu sudah Kamis lagi.

Omong-omong soal hari Kamis...

Sambil nunggu udud habis.

Ada orang—atau sebagian orang—yang menyebut Kamis sebagai “hari berkah”, misal karena di hari itu mereka kebetulan sering mendapat rezeki. Jadi, mereka pun percaya bahwa Kamis adalah “hari penuh keberkahan”. Tentu saja sah, dan kepercayaan semacam itu hak setiap orang.

Setiap orang berhak menganggap hari apa pun sebagai “hari berkah”, khususnya jika hari yang dianggap berkah itu memang memberi kebahagiaan untuknya. Orang suka punya “keyakinan” semacam itu, meski relatif dan subjektif. Tidak apa-apa, itu kecenderungan yang manusiawi.

Selama orang meyakini sesuatu dan hanya ia yakini sendiri, selama itu pula tidak masalah. Masalah mulai terjadi ketika orang—atau sebagian orang—memaksakan/mendoktrinkan keyakinannya kepada orang-orang lain, misal bahwa Kamis adalah hari berkah, dan semua orang harus percaya.

Ada orang-orang yang justru menganggap Kamis sebagai hari sial, misalnya, karena tiap Kamis selalu saja ada masalah datang. Orang-orang itu pasti akan keberatan jika diminta apalagi dipaksa untuk percaya bahwa Kamis adalah hari berkah, wong yang mereka hadapi justru sebaliknya.

Berkah, karunia, rezeki, itu sesuatu yang relatif dan subjektif—dalam arti; ketika satu orang mendapatkannya, tidak berarti semua orang pasti akan mendapatkannya pada waktu yang sama. Kalau kita mendapatkan berkah atau rezeki di hari Kamis, belum tentu orang lain sama.

Begitu pula pekan, bulan, atau tahun. Sebagian orang mungkin menganggap September adalah bulan terindah dalam satu tahun. Ya silakan, wong itu hak masing-masing orang. Yang bermasalah adalah jika memaksa semua orang untuk sama-sama meyakini keyakinan yang sama.

Kalau menurutku, September adalah bulan yang biasa-biasa saja. Itu menurutku. Kalau menurutmu beda, ya tidak apa-apa.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 September 2021.

 
;