Cara kerja mesin, komputer—atau algoritma yang sekarang mencengkeram kita—bisa diprediksi. Tapi cara kerja manusia, sesungguhnya, tidak. Sayangnya, atau ironisnya, manusia berpikir dan menjalani hidup secara mekanis, persis mesin, sehingga justru bisa ditebak dan diprediksi.
Manusia menciptakan mesin-mesin canggih dengan “memasukkan pikiran manusia” ke dalamnya. Karena itulah, komputer bisa bermain catur, algoritma bisa menebak kita, dan melakukan banyak pekerjaan lain. Itu “manusia” dalam skala ribuan kali, tapi tetap “manusia”.
Jika kita bersaing melawan mesin canggih ini—“manusia” yang kemampuannya telah dilipatgandakan hingga ribuan kali—kita akan mati sia-sia, karena percuma. Kita tidak akan menang. Jadi, selama kita masih berpikir seperti umumnya manusia normal, selamanya kita akan kalah.
Jangankan melawan mesin-mesin canggih dan keparat-keparat algoritma yang genius, bahkan melawan kalkulator yang sederhana saja kita kalah! Kemampuan mengetik, aritmatika, rasionalitas, logika, bahkan membajak sawah, telah bisa dilakukan mesin, bahkan jauh lebih baik.
Karenanya, menurut saya, cara menang melawan mesin-mesin canggih—dan algoritma—adalah berpikir “seperti bukan manusia umumnya”. Orisinalitas yang irasional, sedikit kegilaan yang tidak logis—sebagai ganti logika yang kaku—tak bisa ditiru bot atau diprediksi algoritma.