Rabu, 20 Desember 2023

Waktu yang Tepat untuk Menikah

Lagi buka-buka majalah Cosmopolitan edisi lama, dan nemu hasil studi yang menarik. Para peneliti di University of Winnipeg, Kanada, menemukan fakta terkait relasi pria-wanita. Menurut penelitian mereka, pacaran bikin pria cepat bosan, tapi pernikahan bikin wanita cepat bosan.

Beverley Fehr, salah satu peneliti, menyatakan, “Mereka yang masih berpacaran mungkin jarang mengalami kebosanan, karena lebih mudah melepaskan diri dari hubungan ketika rasa bosan datang.” Sementara dalam pernikahan—ini kalimatku—tidak ada kesempatan “melepaskan diri”.

Sebagai bocah, dari dulu aku percaya, bahwa pria dan wanita memang dua makhluk berbeda, dan, secara biologi, mereka tidak bisa disatukan sampai lama. Orang-orang kuno sudah tahu kenyataan itu, hingga mereka sengaja menciptakan doktrinasi untuk mengikat keduanya sampai mati.

Tentu saja ada pria-pria dan wanita-wanita, yang menjalani perkawinan bertahun-tahun, dan mereka tidak pernah bosan sama sekali pada pasangannya—oh, well, aku percaya. Dan kalaupun itu benar-benar ada, aku juga percaya itu deviasi, karena bertentangan dengan hukum alam.

Jadi, aku percaya bahwa—secara biologi, dalam perspektif evolusi—pria dan wanita tidak bisa disatukan sampai lama dalam perkawinan, karena ending-nya kebosanan. Tapi kita hidup di masyarakat yang memegang norma perkawinan. Bagaimana solusinya? Bagiku sederhana saja, dan mudah.

Karena aku harus mengikuti norma masyarakat, dalam hal ini harus menikah (karena tidak mungkin samen leven, misalnya), aku akan menikah pada waktu yang tepat—waktu yang, secara hukum alam, tidak sampai membuatku bosan pada pasangan. Artinya, tidak buru-buru menikah!

Merujuk studi tadi, orang-orang mulai mengalami kebosanan akut ketika memasuki usia 30 tahun perkawinan. Fakta ini, bagiku, sangat penting dalam memberi tahu kapan waktu yang tepat untuk menikah—kalau memang bermaksud menikah.

Ocehan ini kutulis 2 tahun yang lalu, mengungkap asal usul patriarki, yang sebenarnya dimaksudkan sebagai instrumen penting perkawinan. Lihat bagaimana cerdik dan liciknya sistem ini membelit kita semua.


Footnote:

Sebagai pelengkap ocehan ini, aku ingin mengutip beberapa pernyataan para artis/selebritas terkait perkawinan. Kalian mungkin tidak ingin mendengarnya.

“Pernikahan adalah institusi mematikan. Saya kira kita harus membuat aturan sendiri. Saya tidak berpikir kita harus menjalani hidup dalam sebuah hubungan berdasarkan tradisi lama yang tidak sesuai lagi dengan dunia kita." —Cameron Diaz

"Tanpa ingin terdengar pesimis, saya belajar untuk tidak mempercayai pernikahan. Saya percaya pada komitmen yang dibuat di hati Anda. [Tapi] tidak ada kertas yang dapat membuat Anda tetap tinggal [bersama seseorang selamanya]." —Diane Kruger

“Pernikahan bukan suatu keharusan. Saya belum punya alasan untuk mengubah pendapat saya tentang pernikahan. Saya tidak cukup pintar ataupun bijak untuk menikah." —Sunny, Girls Generation

"Saya belum pernah bertemu seseorang yang bisa membuat saya berpikir, 'Wow, aku bisa membayangkan menghabiskan sebagian hidupku bersamamu’. Saya bahkan tidak tahu apakah manusia memang secara genetik diciptakan untuk bersama satu orang saja seumur hidup mereka." —Shailene Woodley

"Menurut saya, monogamis itu tidak natural. Mungkin saya bisa dicerca kalau berbicara seperti ini, tetapi monogami memang butuh usaha besar dan kerja keras." —Scarlet Johansson


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 Agustus 2021.

 
;