Minggu, 01 Oktober 2023

Tidak Anti Pacaran, tapi Malas Pacaran

Aku tidak anti pacaran, tapi sering berpikir kalau pacaran tuh memboroskan banyak sumber daya (waktu, energi, biaya, emosi, dan lain-lain). Jadi kalau, misalnya, naksir seseorang tapi gak yakin-yakin amat, aku memilih diam aja; gak melanjutkan dengan pedekate atau semacamnya.

Rata-rata cewek, setahuku, mau menjalin hubungan dengan cowok dengan harapan lanjut sampai pernikahan. Karenanya, aku mikir, daripada menjalin hubungan tapi aku gak yakin, mending gak usah sekalian, daripada malah menyakiti atau terkesan ngasih harapan yang ujungnya mengecewakan.

Ada memang, cowok-cowok yang menjalin pacaran dengan prinsip "dipikir sambil jalan". Maksudnya, prinsip mereka, "yang penting pacaran dulu, soal ntar berjodoh sampai kawin atau nggak, ya jalani aja."

Sejujurnya aku gak bisa seperti itu. Masalahnya sederhana; gak punya waktu!

Pacaran itu kan membutuhkan banyak waktu. Dari nge-chat "selamat pagi, siang, malam", telepon berjam-jam, ketemuan kapan saja, dan lain-lain. Kalau memang yakin dengan hubungan itu sih gak masalah. Tapi kalau gak yakin, aku ngerasa eman-eman waktunya. Mending belajar atau kerja.

Makanya, jujur aja, aku setuju dengan "hubungan alternatif" semacam FWB (sebenarnya aku kurang sreg dengan istilah ini), yaitu hubungan yang dijalin dengan kesadaran kedua pihak bahwa hubungan itu tidak diikat komitmen apa pun. Sama-sama membebaskan, dan sama-sama nyaman.

Sebenarnya, yang kenal “pacar” atau “pacaran” tuh cuma orang Indonesia. Orang barat aja gak kenal pacaran. Mereka punya sebutan yang lebih baik; boyfriend, atau girlfriend. Kesannya lebih positif. Sepertinya aku lebih cocok dengan istilah itu.

Catatan lama yang relevan dengan ocehan ini: Bukan Pacar yang Baik » https://bit.ly/3BL4Hnr


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 April 2022.

 
;