Jumat, 20 Oktober 2023

Makin Mudah, Makin Menyenangkan

Ada fenomena aneh yang saya dapati, berdasarkan studi dan pengalaman pribadi: Semakin sulit dan semakin rumit sesuatu, hasil yang diperoleh bukan semakin banyak, tapi justru semakin sedikit. Dengan kata lain, mengecewakan. Dan ini terjadi pada banyak hal.

Lowongan kerja, misalnya. Lowongan kerja yang menyodorkan aneka hal sulit bahkan rumit (dari penampilan menarik sampai komunikatif), biasanya gajinya kecil. Sementara lowongan kerja yang gajinya besar justru syaratnya simpel (cukup punya skill yang bagus).

Aturan mainnya kira-kira seperti ini: Kalau perusahaan butuh pekerja yang posisinya penting (vital), mereka akan memilih yang punya skill, tak peduli penampilannya seperti apa. Bocah-bocah di Silicon Valley, misalnya, banyak yang mirip gembel, tapi penghasilannya miliaran.

Sebaliknya, pekerja-pekerja yang hanya digunakan sebagai “pemanis”—biasanya diletakkan di posisi tidak penting—dituntut aneka syarat, dari penampilan menarik, tinggi badan cukup, sampai komunikatif. Penampilannya meyakinkan, tapi penghasilan tak seberapa.

Belakangan saya menyadari, fenomena aneh ini ternyata juga terjadi di berbagai hal lain, dan “aturannya” tetap sama; semakin sulit dan semakin rumit sesuatu, hasilnya bukan semakin besar, tapi justru semakin kecil. Bukan lebih menjanjikan, tapi justru mengecewakan. 

Ada banyak media online di internet, dan kita bisa mengirim naskah ke mereka. Sebagian media online itu ada yang pasang syarat macam-macam (dari kirim foto, scan KTP, akun medsos, dll), sementara sebagian media lain lebih simpel: Cukup kirim tulisan terbaikmu!

Berdasarkan pengalaman, media online yang syaratnya ribet dan rumit justru honornya kecil. Sementara media online yang tidak pasang syarat macam-macam justru ngasih honor sangat besar. Ini tentu saja aneh, ironis, dan saya mengingatnya sebagai pelajaran.

Di luar urusan kerja, fenomena aneh ini juga terjadi pada bidang kehidupan secara luas. Nyatanya ada orang-orang yang suka mempersulit sesuatu, dan ada orang-orang yang lebih senang mempermudah sesuatu. Ironisnya, yang suka mempersulit justru yang tidak menarik.

Ada wanita yang pernah viral di Twitter, bernama Tatiana, dan saya tertarik kepadanya. Kenapa? Karena dia tipe wanita yang “memudahkan urusan”, bukan malah “mempersulit urusan”. Dia bukan tipe wanita yang banyak drama, dan saya percaya dia sosok menarik.

Lebih dari dua tahun yang lalu, seorang wanita yang tidak saya kenal menilpon (dia mendapat nomor ponsel saya dari seseorang yang sama-sama kami kenal). Dia memperkenalkan diri dengan sopan, menyatakan maksudnya, dan meminta saya untuk menemuinya. 

Dia tinggal di Jakarta—lebih dari 350 kilometer dari tempat tinggal saya. Dan saya datang menemuinya! Kenapa? Simpel, dia menyatakan maksudnya dengan baik, memberi alasan kenapa saya harus menemuinya, dan memberi tahu apa yang akan saya peroleh. It’s fun!

Sejak mendengarnya di ponsel, saya sudah yakin dia orang yang menarik—tipe wanita yang to the point, tidak banyak kode atau basa-basi tidak penting—dan nyatanya memang begitu. Saya senang bertemu dengannya. Cerita lebih lanjut, silakan baca di sini

Pengalaman-pengalaman itu seperti memberi tahu saya bahwa hal-hal menyenangkan (dari penghasilan besar sampai kenalan menyenangkan) ternyata didapatkan dengan mudah, bukan dengan sulit. Itu pula alasan kenapa saya malas berurusan dengan orang-orang “sok rumit”. 

Para CEO yang sukses tahu aturan emas ini: Sederhanakan hal-hal yang rumit! Sementara kebanyakan orang [gagal] justru berpikir sebaliknya; Rumitkan hal-hal sederhana! Sudah rumit dan sulit, hasilnya juga tak seberapa, dan berakhir mengecewakan.

And then, itulah arti tulisan ini: Rumus Aneh yang Terbukti.

 
;