Selasa, 10 Oktober 2023

SDM Rendah

Masalah besar negeri ini, sepertinya, memang SDM rendah. Yaitu orang-orang yang tidak memahami kesalingterkaitan dan tidak mematuhi peraturan. Seperti orang buang sampah sembarangan, atau duduk di pinggir jalan umum. Mereka mungkin merasa benar, padahal salah!

Orang yang membuang sampah ke selokan, mungkin berpikir bahwa sampahnya akan terbawa arus air. Kenapa dia berpikir begitu? Ya karena pikirannya cetek—mungkin dipikirnya arus air selokan di depan rumahnya sederas arus tsunami yang bisa membawa apa pun.

Orang dengan SDM rendah tidak mampu melihat kesalingterkaitan antara perilaku membuang sampah sembarangan dengan berbagai masalah lingkungan, dari masalah selokan mampet sampai bencana banjir. Begitu banjir datang, malah menyalahkan pihak-pihak lain.

Begitu pula orang yang duduk/nongkrong di pinggir jalan umum. Orang dengan SDM rendah tidak memahami bahwa jalan umum diperuntukkan untuk lalu lintas umum, dari pejalan kaki sampai yang naik kendaraan. Orang yang lewat di jalan umum harus nyaman tanpa terganggu.

Perilaku nongkrong atau duduk di pinggir jalan umum, pertama-tama, akan “menyita” lebar jalan. Karena bagian jalan yang mestinya dipakai berlalu-lintas, digunakan untuk duduk-duduk. Kedua, keberadaan orang di pinggir jalan bisa membuat orang yang lewat tidak nyaman.

Banyak orang (khususnya wanita) yang memilih lewat jalan lain meski lebih jauh, demi menghindari keberadaan orang yang nongkrong atau duduk-duduk di pinggir jalan umum. Lewat di jalan yang ada orang lagi duduk di pinggir jalan itu bikin risih sekaligus tidak nyaman.

Sayangnya, orang dengan SDM rendah tidak memahami hal-hal semacam itu. Alih-alih menyadari bahwa keberadaan mereka nongkrong di pinggir jalan bisa mengganggu orang lain, mereka malah merasa “gagah” karena bisa duduk di pinggir jalan. SDM rendah.

Kitab-kitab fiqih sosial bahkan mengajarkan agar kita “tidak menengok ke dalam rumah yang pintunya terbuka, jika kebetulan kita lewat di depannya”. Jika melihat ke dalam rumah orang lain tanpa izin saja sudah “tercela” (pelanggaran privasi), apalagi yang lebih dari itu? 

Sayangnya, hal-hal yang terkesan “remeh” seperti itu—tidak buang sampah sembarangan, tidak duduk di pinggir jalan, tidak melanggar privasi orang lain—justru sangat jarang diajarkan para ustaz, padahal itu bagian dari ajaran agama. Akibatnya, masyarakat menyepelekan. 

Masyarakat menyepelekan buang sampah sembarangan, padahal “kebersihan sebagian dari iman”. Masyarakat menyepelekan duduk di pinggir jalan atau melanggar privasi orang lain, padahal itu bagian dari fiqih sosial. Mereka ngertinya ajaran agama cuma berisi shalat sama ngaji.

Tentu saja shalat dan ngaji itu penting, khususnya terkait agama, tapi tidak buang sampah sembarangan, tidak nongkrong atau duduk-duduk di pinggir jalan, tidak melanggar privasi orang lain, tidak bergosip, itu juga sama penting, dan bagian dari ajaran agama. 

 
;