Quarter life crisis paling berat bukan di umur 18 hingga 30 tahun, tapi saat berusia 9.736 tahun. Homo sapiens tidak mengalaminya, tentu saja.
Sebagai bocah, aku sering berpikir... jika seorang manusia bisa mengumpulkan seluruh pengetahuan yang ada di muka bumi, dan “memampatkan” semua hal itu dalam pikirannya, lalu dia mengkristalkannya dalam satu kesimpulan... apa kira-kira kesimpulannya?
Itulah quarter life crisis paling berat yang bisa dibayangkan. Quarter life crisis selalu soal eksistensi; arti keberadaan kita di dunia ini. Dan jika seseorang punya kesempatan menjalani hidup sampai ribuan tahun, dia akhirnya tahu apa sebenarnya arti eksistensi.
Dan apa sebenarnya arti eksistensi? Nothing. Ketiadaan.
Semakin lama kita hidup—dan semakin bisa berpikir matang—kita akan semakin menyadari kenyataan ini. Semakin banyak pengetahuan yang kita kumpulkan, semakin terbuka mata kita pada “ketiadaan”.
Manusia cenderung berpikir tentang eksistensi dirinya, karena sejak awal berpikir bahwa dunia ini ada untuk mereka. Yang tidak sempat mereka pikirkan adalah... apakah benar begitu kenyataannya?