Jumat, 10 Desember 2021

Berwisata ke Korea Utara

Korea Utara bisa menjadi miniatur bagaimana
kehidupan umat manusia di dunia ini dikendalikan agar 
"tetap begini adanya". Tanpa kesadaran, tanpa pengetahuan.
@noffret


Bagi yang ingin berwisata ke tempat antimainstream, Korea Utara mungkin bisa menjadi pilihan. Khususnya kalau kau sudah terbiasa melihat Paris, Las Vegas, Seoul, London, New York, dan semacamnya. Dibanding kota-kota terkenal itu, Korea Utara—khususnya Pyongyang—akan tampak seperti antitesis.

Hal pertama yang perlu disadari terkait Korea Utara, di sana tidak ada internet. Setidaknya, warga Korea Utara tidak bisa bebas mengakses internet. Korea Utara, sebagai negara, memang punya situs di internet, tapi bisa dihitung jari. Isinya pun hanya seputar pariwisata, yang ditujukan untuk warga luar negeri yang ingin ke sana.

Jadi, apakah kita boleh berkunjung ke Korea Utara? Tentu saja boleh, meski agak ribet. Untuk bisa masuk ke Korea Utara, kita tidak boleh sendirian, harus bersama rombongan. Sementara itu, setiap tahun, Korea Utara—khususnya Pyongyang—membatasi kunjungan hanya untuk 1.000 wisatawan (jika belum berubah). 

Penerbangan menuju Pyongyang masih sangat terbatas. Kebanyakan wisatawan yang ingin masuk Korea Utara harus melakukan penerbangan dari Cina. Wisatawan juga tidak bisa bebas berkeliaran sendirian, harus ditemani pemandu wisata yang disediakan pemerintah. Wisatawan tidak diperbolehkan berkeliaran sendiri, atau berbicara dengan warga lokal, tanpa ditemani.

Kemudian, yang juga patut diperhatikan, Korea Utara termasuk destinasi wisata yang mahal. Nilai mata uang yang tinggi membuat harga barang di sana sangat mahal, dari minuman hingga akomodasi. Wisatawan harus membayar dengan mata uang Euro, karena tidak diperbolehkan menggunakan mata uang lokal.

Sekadar catatan, jurnalis atau wartawan sebaiknya berhati-hati, atau sebaiknya tidak usah ke sana. Kalau kau masuk Korea Utara, dan ketahuan bekerja sebagai wartawan, nasibmu bisa berbahaya (kebanyakan jurnalis masuk ke sana secara incognito.)

Apa yang bisa dilihat di Korea Utara? Jawabannya tidak ada!

Ada aturan sangat ketat yang diberlakukan untuk para wisatawan yang masuk Korea Utara. Pertama, tidak boleh merekam warga Korea Utara, baik dalam bentuk foto maupun video. Kedua, tidak boleh mengabadikan gambar tentara Korea Utara (di sana, tentara ada di mana-mana). Ketiga, tidak boleh berinteraksi dengan warga Korea Utara tanpa izin. Keempat, tidak boleh bepergian keluar dari hotel tanpa izin pemandu. Kelima, jika ingin memotret atau merekam video terkait objek apa pun, harus seizin pemandu.

Apakah aturan itu sudah bikin pusing? Tunggu, kalian harus mendengar lanjutannya.

Saat masuk Korea Utara, kita memang diizinkan membawa kamera, tapi tidak boleh membawa ponsel. Semua gadget yang memiliki akses internet dan pelacak sinyal (semacam GPS) tidak boleh digunakan. Jadi, begitu masuk Korea Utara, semua akses ke dunia luar bisa dibilang terputus. Tidak ada telepon, tidak ada SMS atau pesan instan lainnya, juga tidak ada internet! Kita seperti memasuki sebuah peradaban yang hilang.

Dalam acara wisata di sana, kita memang boleh memasuki beberapa gedung tertentu, dan diizinkan membuat foto. Namun, di gedung-gedung itu biasanya—dan hampir pasti—akan ada foto, patung, atau lukisan Sang Pemimpin Tertinggi Korea Utara (kalian tahu siapa yang saya maksud). 

Jika kita ingin berfoto di depan lukisan atau patung Sang Pemimpin Tertinggi, kita tidak boleh menghalangi lukisan atau patung tersebut. Selain itu, berfoto di samping lukisan atau patung Sang Pemimpin Tertinggi tidak boleh bergaya seenaknya, tapi harus berdiri tegap (ini serius!)

Dengan kata lain, JANGAN MIMPI BISA SELFIE DI KOREA UTARA! 

Sekarang kita paham, kenapa selama ini jarang menemukan orang selfie berlatar Korea Utara. Karena taruhannya nyawa!

Selama berwisata ke Korea Utara, pemandu biasanya akan membawa kita ke tempat-tempat tertentu, yang umumnya memang ditujukan sebagai “pertunjukan pariwisata”. Tujuannya, agar saat wisatawan keluar dari sana, mereka punya kesan positif tentang negara tersebut. Tetapi, biasanya, orang yang pernah masuk ke Korea Utara tidak ingin masuk ke sana lagi. Wong tidak menarik blas! 

Daripada masuk Pyongyang yang suasananya kaku dan menegangkan, jauh lebih menyenangkan masuk Las Vegas dan menyaksikan cewek-cewek berjoget, atau menikmati surga di Ibiza.

Memasuki Korea Utara seperti memasuki gua, atau tempurung. Sebuah tempat yang tertutup, dan tidak memiliki akses dengan dunia luar. Tentu tidak masalah jika kita berada di satu tempat, dan tidak bisa keluar, tapi memiliki akses untuk melihat dunia luar. Misal lewat televisi atau internet.  

Dalam keseharian, misal, banyak orang yang seharian hanya duduk di satu ruangan, tapi tetap nyaman karena bisa terhubung dunia luar dengan mudah, baik lewat ponsel atau internet. Saya bahkan bisa tinggal di rumah tanpa keluar sama sekali sampai berhari-hari, dan nyaman-nyaman saja, karena bisa melakukan apa pun yang ingin saya lakukan—bekerja, menikmati hiburan, mengakses berita dan informasi terbaru, terhubung dengan orang-orang di luar, sampai memesan makanan dan lain-lain.

Meski tidak keluar ke mana-mana, saya tetap merasa bebas, karena memang tidak dikurung, dan tidak ada yang mengawasi. Dengan kata lain, saya bebas melakukan apa pun yang ingin saya lakukan. Bahkan umpama saya jenuh di rumah, saya bisa keluar kapan pun, ke mana pun.

Hal semacam itu tidak terjadi pada orang-orang di Korea Utara. Penduduk di sana tidak bisa keluar negeri secara bebas, karena tembok tinggi dan pagar berduri mengurung mereka. Sebenarnya, itu belum jadi masalah, kalau saja warga Korea Utara memiliki kebebasan untuk melakukan yang ingin mereka lakukan. Sayangnya, bahkan kebebasan pun tidak ada.

Seperti yang disebut tadi, di Korea Utara tidak ada internet. Kita yang tinggal di Indonesia, misalnya, bisakah membayangkan hidup tanpa internet? Saat ini, internet adalah jendela besar untuk melihat luasnya dunia, sekaligus cara termudah untuk menatap dunia di sekitar dan di luar kita. Ketika akses internet dihilangkan, kita bisa membayangkan bagaimana “terbelakangnya” warga Korea Utara.

Memang, di Korea Utara ada televisi, radio, dan tentu saja surat kabar atau koran. Tetapi... televisi di Korea Utara hanya punya satu chanel, yaitu chanel resmi milik pemerintah. Begitu pula radio. Dan surat kabar. Semuanya menjadi alat pemerintah untuk mengekang sekaligus mendoktrin rakyat di sana. Kau menonton acara televisi, kau mendengarkan suara radio, atau kau membaca apa pun di koran, semuanya terkait propaganda pemerintah.

Ada hal unik terkait hal itu, yang mungkin belum pernah kita bayangkan.

Di Korea Utara, semua televisi (atau radio, bagi yang tidak punya televisi) tidak boleh dimatikan. Jadi, televisi atau radio di rumah-rumah penduduk akan terus menyala, tak peduli penghuni rumah sudah tidur. Volume memang boleh dilirihkan, asal tetap terdengar suara, tapi tidak boleh dimatikan! Jadi, sejak bangun tidur, selama beraktivitas seharian, sampai mau tidur lagi, penduduk Korea Utara akan terus dapat menonton televisi atau mendengarkan radio, yang isinya hanya itu ke itu; doktrin dan propaganda pemerintah. 

Kim Jong-un mungkin tampak lucu bagi sebagian orang di luar Korea Utara, khususnya karena potongan rambutnya yang unik. Tetapi, di negerinya sendiri, dia dianggap semacam nabi. Karena sosoknya dimuliakan dari waktu ke waktu melalui semua media massa di sana. Bahkan dalam film kartun—yang sudah muncul berkali-kali di televisi—pun diselipkan aneka puja-puji untuk Yang Mulia Kim Jong-un. Orang-orang Korea Utara, bahkan sejak anak-anak, sudah didoktrin bahwa pemimpin mereka begitu agung.

Sebagian penduduk yang tinggal di perbatasan, kadang bisa mengakses stasiun televisi dari Korea Selatan (yang isinya tentu jauh lebih menarik daripada acara televisi Korea Utara). Tetapi, mereka tidak pernah berani menyaksikan. Karena, kalau ketahuan, hukumannya mati. Jadi, sementara orang-orang di Korea Selatan menyaksikan wajah-wajah manis para oppa, warga Korea Utara hanya bisa memandangi wajah Kim Jong-un di layar televisi mereka.

Yang mengerikan, ada semacam “kesetiaan luar biasa” di kalangan penduduk di sana, yang menjadikan warga benar-benar tidak berani melanggar aturan pemerintah, meski sepele sekali pun. Seperti menonton siaran televisi dari negara tetangga (Korea Selatan). Sebagian kita mungkin berpikir, “Ah, apa salahnya nonton drakor, toh di rumah sendiri. Tidak akan ada yang tahu!”

Kemungkinan, tentara-tentara yang tersebar di mana-mana di Korea Utara memang tidak tahu kalau ada warga yang mungkin menonton siaran televisi dari negara tetangga. Tetapi, orang serumah pasti tahu. Yang mengerikan, keluargamu sendiri bisa melaporkanmu ke aparat, dan mereka akan menangkapmu karena kau menonton drama Korea Selatan.

Jadi, di Korea Utara, kakakmu atau adikmu atau bahkan orang tuamu, bisa melaporkanmu ke aparat karena menonton siaran dari Korea Selatan, dan mereka akan menangkapmu. Mungkin terdengar mengerikan, dan itulah kenapa tidak ada warga Korea Utara yang berani coba-coba mengubah chanel televisi mereka. Karena anggota keluarga sendiri ikut mengawasi.

Kim Jong-un sudah dianggap nabi di sana, dengan segala kemuliaannya, sementara aturan pemerintah [yang tentu aturan Kim Kong-un] sudah dianggap kebenaran mutlak yang tak bisa diganggu gugat. Dalam cara berpikir semacam itu, pantas kalau ada kakak yang rela adiknya dihukum mati karena melanggar aturan “kebenaran”, atau ada orang tua yang tidak peduli anaknya dieksekusi karena melawan titah “sang nabi”.

Ada banyak warga Korea Utara yang percaya bahwa Kim Jong-un dan keluarganya tidak pernah buang air besar. Terdengar konyol? Mungkin iya, bagi kita. Tapi tidak, bagi penduduk Korea Utara. Dengan segala doktrin dan propaganda yang merasuki kehidupan setiap hari, mereka percaya bahwa Kim Jong-un dan keluarganya terlalu mulia untuk berurusan dengan toilet. 

Doktrin dan propaganda pemerintah a.k.a Kim Jong-un tidak hanya lewat televisi yang tidak boleh dimatikan, tapi juga lewat sarana lain; radio dan surat kabar. Di Korea Utara, sebagaimana umumnya di negara lain, ada banyak penjual koran. Tapi isi koran itu, setiap hari, hanya Kim Jong-un dan Kim Jong-un.

Bayangkan kita membeli koran di Korea Utara, lalu membukanya. Di halaman muka, ada Kim Jong-un. Membuka halaman dua, ada Kim Jong-un. Melihat halaman tiga, ada Kim Jong-un. Dan begitu terus sampai halaman belakang. Semuanya tentang Kim Jong-un dan aneka propaganda pemerintah. Betapa mulianya Kim Jong-un, betapa hebatnya Korea Utara. 

Karenanya, meski mungkin terdengar konyol, banyak penduduk di sana sangat yakin bahwa orang-orang di luar negara mereka sangat iri menyaksikan mereka. Karena Korea Utara, bagi mereka, adalah negeri terbaik di bawah langit. Itu mungkin ironi paling ironis yang bisa kita temukan di muka bumi. Tetapi, kita tahu, segala hal bisa terjadi di bawah kangkangan doktrinasi.

 
;