Jumat, 02 Maret 2012

Kebohongan Paling Mengerikan Sepanjang Zaman (1)

Jika pencarian kebenaran dicemari oleh politik,
maka pencarian itu akan berubah menjadi perebutan kekuasaan.
Alston Chase


Satu abad yang lalu, ada sebuah teori yang sangat terkenal, didukung oleh banyak pihak, disokong yayasan-yayasan internasional dan perguruan-perguruan tinggi, diamini oleh tokoh-tokoh terkenal—dari presiden, ilmuwan, dokter, tokoh masyarakat, sampai para penulis—dan teori mengenai hal itu pun diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Seiring dengan itu, media-media massa begitu gencar memberitakannya.

Teori itu bernama Eugenika.

Isu yang sifatnya masih spekulatif itu pertama kali dilontarkan oleh Francis Galton, ilmuwan terhormat Inggris. Di luar dugaan Galton, isu tersebut ditanggapi secara luar biasa, bahkan tidak proporsional, terutama oleh orang-orang Amerika.

Teori yang sebenarnya masih isu itu langsung didukung oleh para ilmuwan, politisi, dan tokoh-tokoh terkenal. Para dermawan segera menyumbangkan dana dalam jumlah besar untuk mendanai riset-risetnya, dan penelitian atas teori baru itu pun dilaksanakan di perguruan-perguruan tinggi papan atas, sementara mata pelajaran baru tentang teori itu dibuat dan diajarkan di sekolah-sekolah.

Pemimpin dunia yang secara terang-terangan mendukung teori itu adalah Theodore Roosevelt, Woodrow Wilson, dan Winston Churchill. Dua hakim dari Mahkamah Agung Amerika—Louis Brandis dan Oliver Wendell Holmes—membuat putusan untuk menyetujuinya.

Sementara tokoh-tokoh terkenal yang ikut mendukung teori itu di antaranya adalah Alexander Graham Bell (ilmuwan), Margaret Sanger (aktivis), Luther Burbank (ahli botani), Leland Stanford (pendiri Universitas Stanford), H.G. Wells (novelis terkenal), George Bernard Shaw (dramawan), dan ratusan lainnya. Bahkan para ilmuwan pemenang Nobel pun ikut-ikutan mendukungnya.

Riset yang terkait teori itu didukung dana dari Carnegie Foundation dan Rockefeller Foundation. Sebuah laboratorium khusus, yang dinamai Institut Cold Springs Harbor, dibangun untuk melaksanakan riset-risetnya, dibantu oleh berbagai universitas ternama—dari Harvard, Princeton, John Hopkins, sampai Yale University. Seiring dengan itu, beberapa negara mulai menggodok produk hukum berkaitan dengan teori yang waktu itu sedang berkembang pesat.

Pertanyaannya sekarang, apa isi teori Eugenika yang diributkan itu?

Menurut teori itu, dunia membutuhkan semacam kumpulan gen manusia unggulan yang akan menyelamatkan peradaban manusia dari kehancuran. Jadi, menurut teori Eugenika, tingkat perkembangan manusia berkualitas jauh lebih sedikit dibandingkan dengan perkembangan manusia-manusia kelas rendah (semisal orang asing, kaum imigran, orang-orang Yahudi, dan segala jenis manusia berkualitas rendah dari segi fisik maupun kecerdasannya).

Kita yang hidup di masa sekarang mungkin tercengang atau bahkan menertawakan teori yang aneh dan tolol semacam itu. Tapi tidak pada satu abad yang lalu. Ketika teori itu pertama kali dilontarkan, semua pihak setuju. Asosiasi Kedokteran Amerika, Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional, serta Dewan Riset Nasional (ketiganya lembaga profesi dan keilmuwan yang terhormat di Amerika) mendukung dan mempercayai teori itu.

Margaret Sanger waktu itu dengan jumawa menyatakan, “Memelihara sampah masyarakat dengan mengorbankan manusia yang berguna adalah kekejaman. Perbuatan apa yang lebih biadab selain mewariskan orang-orang dungu itu kepada generasi penerus kita?”

Presiden Theodore Roosevelt mengatakan, “Masyarakat tak sudi membiarkan manusia lemah berproduksi.” Luther Burbank menyerukan, “Jangan biarkan kriminal dan manusia lemah berkembang biak.” George Bernard Shaw meyakini, “Hanya ilmu Eugenika yang bisa menyelamatkan umat manusia dari kehancuran.” Sementara H.G. Wells dengan lantang mendukung teori itu melalui tulisan-tulisannya.

Dan teori yang tidak masuk akal itu bahkan menyibukkan dunia selama hampir setengah abad dengan berbagai macam riset, pembuatan produk hukum, sampai riuhnya pro-kontra atas isu tersebut. Sebagian besar orang pada masa itu mempercayai isu tersebut, sedangkan orang-orang yang mencoba menentangnya—yang jumlahnya sangat sedikit—dicibir dan dicap sebagai orang kolot atau goblok.

Lanjut ke sini.

 
;