Yang terbaik akan datang. Jadilah tua bersamaku!
Yang terbaik akan datang menyambut, akhir hayat,
yang untuknya awal dicipta, hidup kita ada di tangannya.
—Robert Browning
Yang terbaik akan datang menyambut, akhir hayat,
yang untuknya awal dicipta, hidup kita ada di tangannya.
—Robert Browning
Apakah kau percaya soulmate…?
Ada ungkapan terkenal yang menyatakan bahwa setiap orang pasti akan menemukan jodoh yang tepat, bahwa setiap kita pasti akan menemukan seseorang yang akan menjadi belahan jiwa atau soulmate kita. Apakah kau percaya…?
Keberadaan belahan jiwa atau ‘soulmate’ memang masih jadi perdebatan di sebagian kalangan. Sebagian orang mempercayai soulmate itu ada, sementara sebagian yang lain meragukannya. Tetapi, apa sih sebenarnya soulmate itu?
Pemahaman kita atas definisi soulmate akan membantu membentuk pikiran kita untuk mempercayai atau tidak mempercayai keberadaan soulmate. Pandangan umum menyatakan bahwa soulmate adalah seseorang yang mampu menghadirkan beberapa perasaan tertentu yang bersifat kedamaian, ketenteraman, dan kebahagiaan. Secara mudah, kau telah menemukan seseorang yang dapat disebut soulmate, apabila:
- Kau dan dia bisa saling membantu dalam urusan apa pun, baik yang besar ataupun yang kecil, yang sepele ataupun yang penting, dan kalian tidak merasa perlu melibatkan orang lain karena sudah senang mengerjakannya berdua saja.
- Dia dapat bersikap santai terhadapmu, sebagaimana kau pun dapat bersikap jujur dan terbuka kepadanya. Kalian berdua bisa saling menghargai perbedaan masing-masing; dia tidak meributkan penampilan ataupun hal-hal lain menyangkut dirimu, dan kau pun dapat menerima dia apa adanya. Kalian berdua tidak mencoba saling mengesankan, karena kalian menyukai keberadaan masing-masing secara jujur, spontan, dan tidak palsu.
- Kau dan dia dianugerahi semacam telepati pribadi, suatu kontak batin yang dapat membuatmu memahami apa yang tengah dipikirkannya, sebagaimana dia pun seperti selalu dapat mengerti apa yang tengah kaurasakan. Kalian berdua dapat saling memahami perasaan masing-masing, meski perasaan itu tak saling diungkapkan secara langsung.
- Kalian berdua saling memberikan rasa nyaman, sehingga kalian bisa menghabiskan banyak waktu bersama tanpa menimbulkan rasa bosan. Kau selalu suka berdekatan dengannya, sebagaimana dia pun selalu merindukan jika tak melihatmu.
- Kau dan dia merasa saling memerlukan, saling membutuhkan, dan kalian berdua saling menguatkan. Ketika kau dalam kesulitan, dia menjadi orang pertama yang datang. Ketika dia dalam kesusahan, kau pun yang paling awal mengulurkan tangan. Lebih dari itu, kau dan dia bisa berterus-terang tentang semua hal yang mungkin tidak bisa kalian ungkapkan kepada orang lain.
- Kalian bisa saling mencintai dan menyayangi bukan karena hal lain, tetapi karena kau adalah kau, dan dia adalah dia. Kau maupun dia dapat saling mengatakan, “Aku mencintaimu karena kau adalah kau. Kau tidak perlu menjadi orang lain untuk membuatku jatuh cinta kepadamu atau untuk menerima cintaku.”
Nah, berdasarkan gambaran-gambaran sekilas di atas, sekarang kita mulai memiliki bayangan yang lebih riil mengenai apa sebenarnya yang disebut soulmate. Dan, seperti yang telah dinyatakan di atas, kita berhak untuk mempercayai atau tidak mempercayai keberadaannya.
Namun, kalau kita mau memperhatikan gambaran-gambaran di atas lebih jauh, maka orang yang dapat disebut soulmate sesungguhnya adalah orang yang memiliki kepribadian yang cocok dengan diri kita.
Soulmate tidak sekadar wajah rupawan atau penampilan yang mengesankan. Soulmate lebih dari itu—ia adalah sosok dengan kepribadian yang dapat menyatu dengan kepribadian kita secara baik.
Perhatikan lagi gambaran-gambaran mengenai soulmate di atas—semuanya adalah perpaduan dari dua kepribadian yang menyatu, berpadu, dan saling melengkapi. Psikolog Carl Gustav Jung menyatakannya dengan baik, “Bertemunya dua kepribadian mirip bercampurnya dua zat kimia; ada reaksi dan ada transformasi.”
Jadi, ketika dua kepribadian bertemu, maka akan muncul reaksi dan transformasi sebagai hasil pertemuan antarkepribadian itu. Jika hasil pertemuan antarkepribadian itu menciptakan reaksi yang negatif, maka orang akan cenderung saling menjauhi.
Sebaliknya, ketika hasil pertemuan kepribadian itu menciptakan reaksi yang positif, maka orang pun akan cenderung saling mendekati—dan itulah yang disebut soulmate. Ringkasnya, soulmate tidak sekadar “seseorang”, melainkan “seseorang dengan kepribadian tertentu yang dapat menyatu dengan kepribadian kita”.
Karenanya pula, kata kunci untuk dapat menemukan soulmate adalah mencari dan menemukan kepribadian yang sekiranya akan cocok dan dapat menyatu dengan kepribadian kita. Setiap orang memiliki sifat, karakter, dan kepribadian yang berbeda, dan tidak setiap orang dapat menyatu secara baik dengan kepribadian kita.
Nah, pertanyaannya, bagaimana cara menemukan orang dengan kepribadian yang sekiranya akan cocok dengan kepribadian kita…?
Pertama tentu dengan mengenali kepribadian kita sendiri. Kita tidak mungkin menemukan soulmate atau sosok yang tepat jika kita belum dapat mengenali diri sendiri. Soulmate hanya milik orang-orang yang telah mengenali dirinya sendiri. Mendapatkan soulmate—jika kita memang percaya keberadaannya—tak jauh beda dengan meletakkan keping puzzle pada tempat yang tepat. Kita tidak akan bisa meletakkan potongan puzzle sebelum melihat gambaran dasarnya. Nah, “gambaran dasarnya” itulah kepribadian kita sendiri.
Ketika kita menemukan orang yang (kita anggap) tepat, sehingga kita mau menjalin hubungan dengannya, kita akan merasa nyaman dalam kebersamaan atau bahkan kedekatan itu. Dalam hubungan semacam itu, rupa fisik tidak lagi memiliki peran penting—meski mungkin masih memiliki peran—karena yang lebih penting adalah faktor kepribadian. Dalam hubungan yang nyaman, kita merasakan kepribadian kita menyatu dengan kepribadian pasangan kita—dan itulah soulmate.
So, ketika kemudian hubungan itu melangkah ke jenjang yang lebih serius di altar perkawinan, dan orang-orang kemudian mengucapkan, “Selamat menempuh hidup baru,” maka ucapan itu sebenarnya berbunyi, “Selamat, karena telah mengenali dirimu sendiri.”
“Dalam cinta,” kata Jean-Paul Sartre, “satu ditambah satu sama dengan satu.” Karena di situlah dua kepribadian benar-benar menyatu.