Satu lagi hari pergi. Satu lagi malam merangkak
menjemput pagi. Dan tugasku belum selesai. Di sini.
—Twitter, 16 Juni 2014
Waktu untuk naik gunung jauh lebih lama
dibanding waktu berada di puncak gunung. Selalu begitu.
Tapi orang-orang terus menaiki gunung.
—Twitter, 16 Juni 2014
Yang membuat orang tak pernah bosan naik gunung,
mungkin, karena menikmati pendakiannya.
Bukan ketika berada di puncaknya. Begitu pun hidup.
—Twitter, 16 Juni 2014
Semakin ke puncak, jumlah oksigen semakin menipis.
Orang tak bisa lama-lama di puncak.
Kapan pun waktunya harus turun. Untuk tetap hidup.
—Twitter, 16 Juni 2014
Orang bilang, hidup seperti roda. Tidak, hidup seperti
naik gunung. Semua orang ingin naik ke atas.
Tetapi, pada akhirnya, ia harus turun.
—Twitter, 16 Juni 2014
Ketika hidup memaksa kita turun, bukan berarti
langkah kita selesai untuk mati. Sering kali,
turun adalah kesempatan untuk tetap hidup.
—Twitter, 16 Juni 2014
Tentu saja setiap orang berhak untuk tetap berada
di puncak gunung. Sampai kapan pun.
Tapi ia akan mati perlahan-lahan. Sendirian.
—Twitter, 16 Juni 2014
Terpujilah para pendaki, para pencari.
Yang gembira saat sampai puncak, tapi selalu ingat
untuk turun kembali. Karena ada pendakian lain.
—Twitter, 16 Juni 2014
*) Ditranskrip dari timeline @noffret.