Minggu, 20 April 2025

Ujian Terbesar dalam Hidup

“Everyone seems to have a clear idea of how other people should lead their lives, but none about his or her own.” -- Paulo Coelho (@MindWisdomMoney, 20 April 2022)

Sering kali memang begini. Kita merasa tahu apa yang terbaik untuk orang lain, apa yang harus dilakukan orang lain, dan segala hal tentang orang lain, tapi kita kadang tidak tahu apa yang terbaik bagi diri sendiri. Lebih ironis, kita bahkan tidak menyadari siapa diri kita.

Jadi kepikiran.

Pernah bertanya-tanya, apa ujian terbesar setiap orang dalam hidup?

Sambil nunggu udud habis.

Jika kita dikaruniai usia sampai ribuan tahun, hingga bisa melihat banyak hal di dunia, kita akan menyadari bahwa ujian terbesar setiap orang dalam hidup bukan menggapai cita-cita, bukan menjaga kesehatan, juga bukan mencari pasangan.

Ujian terbesar setiap orang dalam hidup...

Ujian terbesar setiap orang dalam hidup adalah kemampuan membebaskan setiap orang lain menjadi diri mereka sendiri, kebesaran hati untuk menerima setiap orang dengan segala keunikan manusiawi mereka, dan kesadaran bahwa kita semua berbeda dengan segala latar belakang dan pikiran.

Kemampuan membebaskan setiap orang menjadi diri mereka sendiri—itulah ujian terbesar setiap orang, dan, diakui atau tidak, sebagian besar dari kita gagal.

Kita sering merasa lebih tahu tentang orang lain, tentang hidup mereka, lalu ingin orang lain harus begini, harus begitu.

Entah bagaimana, kita sering lupa bahwa SETIAP ORANG BERBEDA DENGAN KITA. Secara fisik maupun psikis. Berbeda latar belakang, berbeda pengalaman, berbeda pemikiran, dan masing-masing kita kemudian menjalani kehidupan berdasarkan aneka perbedaan yang kita alami dan kita jalani.

Ocehan ini, kalau kulanjutkan, bisa panjang sekali, dan usia kalian jelas tidak akan cukup.

Jadi, untuk mempersingkat ocehan—karena ini juga cuma nunggu udud habis—dan agar tidak terjadi kesalahpahaman, mari kita gunakan contoh-contoh nyata yang bisa dipahami siapa pun.

Contoh. Ada pria yang tidak/belum menikah, padahal kita menganggap dia sudah layak menikah. Kita berpikir, dia seharusnya sudah menikah, lalu kita menyindir, menyinyiri, sampai bertanya-tanya "kapan kawin?" kepadanya. Kita bersikap seolah-olah tahu apa yang terbaik bagi dirinya.

Kita bersikap seolah-olah tahu apa yang terbaik bagi dirinya... padahal kita sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya.

Bisa jadi, dia sengaja tidak buru-buru menikah karena memang belum siap, masih punya tanggungan keluarga (menghidupi orang tua dan adik-adik), dlsb.

Kita tidak pernah BERTANYA kenapa dia tidak/belum menikah, tapi kita langsung MENGHAKIMI bahwa dia seharusnya sudah menikah!

Pernahkah kita bertanya-tanya, "Aku ini siapa, sampai merasa berhak mengatur-atur kehidupannya? Dia mungkin punya pemikiran lain yang tidak aku tahu."

Beda soal kalau, misalnya, ada pria yang tidak/belum menikah, lalu mengganggu istri orang lain, atau semacamnya.

Tapi kalau seseorang tidak/belum menikah, dan dia tidak mengganggu siapa pun, bisakah kita juga tidak mengganggu kehidupannya? 

Itulah ujian terbesar setiap kita.

Contoh lain. Ada orang yang sifat, kepribadian, maupun kebiasaannya, benar-benar berbeda dengan kita. Bisakah kita membebaskan dia untuk tetap jadi dirinya sendiri tanpa harus kita recoki dengan "seharusnya kamu begini", dan "seharusnya kamu begitu"?

Itu ujian, dan kita gagal.

Padahal aturannya sederhana: Jika orang lain berbeda dengan kita, dan dia tidak mengganggu atau merugikan siapa pun, ya biarkan saja.

Jika kita memang merasa tidak cocok dengannya, ya berarti kita bukan orang yang tepat menjadi temannya. Kita bisa mencari orang lain yang cocok.

Ironi kebanyakan orang adalah; kita tidak menyukai sifat atau kepribadian seseorang karena berbeda dengan kita, tapi ingin kenal dan berteman dengannya, lalu berusaha mengubah orang itu sesuai keinginan kita!

Itulah ironi paling menyedihkan tentang manusia.

Lha kita ini siapa?

Karenanya benar yang dikatakan Paulo Coelho, “Everyone seems to have a clear idea of how other people should lead their lives, but none about his or her own.”

Kita merasa sangat tahu tentang orang lain, dan, di sisi lain, kita sebenarnya tidak tahu apa-apa tetang diri sendiri.

Seperti yang kukhawatirkan tadi, ocehan ini masih panjang sekali... tapi ududku habis.

"Kalau udud habis itu mbok nyulut lagi, jangan ocehan dipotong padahal belum selesai..."

Tolong katakan itu pada Philip Morris!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 Oktober 2022.

Minggu, 20 April 2025

Wisata Bocah

Aku jadi ingin menggelar (((( wisata bocah )))). Appeeuhh...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Minggu, 20 April 2025

Jembatan Kaca di Cina

Setiap kali melihat orang-orang melangkah di titian kaca Cina, aku selalu terbayang sirathal mustaqim. "Ada yang melesat seperti kilat, ada yang berlari, ada yang berjalan pelan, ada yang merangkak..." (meski tentu tidak ada yang jatuh ke neraka).

Titian kaca ini mungkin yang model baru, pakai sensasi retak saat kaca diinjak. Padahal tanpa sensasi retak seperti itu pun sudah sangat mengerikan. Kita melangkah di atas kaca bening, di sebuah jembatan yang tergantung ratusan meter di atas tebing. Rasanya tak karuan.

Titian kaca itu dibangun dengan tujuan "agar para wisatawan bisa menikmati keindahan pemandangan di bawah." Kenyataannya, kebanyakan wisatawan yang melangkah di atas kaca itu pada mikir, "KEINDAHAN PEMANDANGAN DI BAWAH APAAN? INI KAPAN SAMPAI UJUNG, BANGSAT? MAU MATI RASANYA!"

Sangat langka orang yang bisa melangkah santai di jembatan kaca itu. Apalagi sampai selo "menikmati pemandangan di bawah". Saat sudah masuk area jembatan, rata-rata mereka akan jalan cepat, agar cepat sampai. Sebagian ada yang merangkak, dan tidak sedikit yang sampai menangis.

Seorang teman, bernama Salman, pernah melewati jembatan kaca itu, dan dia misuh-misuh sepanjang jalan. Waktu ditanya apakah dia bersedia liburan ke sana lagi, Salman dengan mantap menjawab, "Ora sudi! Mending ndusel nang hotel!"

Aku sepakat dengannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Minggu, 20 April 2025

Fakta Ironis Manusia

Fakta ironis manusia (1):

Ada hal-hal yang sebenarnya bisa dilakukan dengan mudah, jika kita berpikir sederhana, tapi kita justru mempersulit diri dengan melakukan hal-hal rumit. 

Fakta ironis manusia (2):

Orang bisa melakukan kesalahan, tapi merasa benar, bahkan menganggap orang lain yang salah. Tak cukup berhenti di situ, dia dengan pede menyebarkannya pada orang-orang lain, bahwa dirinya tidak salah. Tapi kita tahu, dia salah!

Fakta ironis manusia (3):

Orang bisa begitu bodoh, tapi merasa dirinya sangat pintar, bahkan menganggap orang lainlah yang bodoh. Sebegitu merasa pintar, dia sampai mengajak orang-orang lain agar sama bodoh seperti dirinya. Ini konyol, dan kita tahu.

Mau lanjut biar genap sampai 100. Tapi ududku habis.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 November 2022.

Minggu, 20 April 2025

Gelegar Toa Masjid dan Tangis Sunyi Orang Miskin

Saban Jumat, pengurus masjid mengumumkan jumlah uang sumbangan yang masuk dari jemaah. Nominal terakhir sudah mencapai 200 jutaan. Dan jumlah itu tentu akan terus naik seiring waktu.

Dari waktu ke waktu, jumlah nominal yang diumumkan terus naik dan terus naik. Sekilas itu terdengar bagus, tapi juga membuat sebagian orang bertanya-tanya, kenapa hasil sumbangan hanya terus dikumpulkan dan tidak dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat?

Di komputerku, ada catatan (yang kutulis untuk kubaca sendiri), berjudul "Wanita yang Menangis Setiap Jumat". Kisahnya terkait sumbangan yang terkumpul di masjid, yang tidak pernah digunakan, bahkan sekadar untuk meringankan beban hidup orang-orang yang tinggal di sekitar masjid.

Dalam tulisan itu, aku mengisahkan (pada diriku sendiri) tentang wanita yang hidup di belakang masjid, di rumah nyaris ambruk, bersama dua anaknya yang masih kecil. Suaminya telah meninggal, dan si wanita menyambung hidup dengan berjualan jajan, yang hasilnya tak seberapa.

Setiap Jumat, wanita itu mendengar pengurus masjid mengumumkan dengan bangga bahwa uang yang terkumpul di masjid sudah mencapai ratusan juta; pengumuman yang membuat si wanita menangisi nasibnya, kemelaratannya, anak-anaknya yang kelaparan, dan Tuhan yang entah ada di mana.

Kita hidup di dunia yang tidak adil, bahkan sejak masih menjadi janin. Kita hidup di antara ketimpangan-ketimpangan, bukan hanya antara yang kaya dan yang miskin, tapi juga antara kemegahan masjid yang suaranya menggelegar dan tangis sunyi orang-orang nelangsa yang kelaparan.

Toa masjid tak henti bersuara, mengabarkan surga di balik langit, tapi mungkin lupa bahwa yang paling dibutuhkan orang-orang kelaparan hanyalah makanan. Akan lebih baik kalau tugas pengurus masjid tak hanya mengumumkan kekayaan, tapi juga memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat.

Aku ingin, suatu saat di hari Jumat, mendengar pengurus masjid mengumumkan, "Kas masjid saat ini nol, karena semua sumbangan jemaah sudah dimanfaatkan sebaik-baiknya, sampai rupiah terakhir. Laporan lengkapnya bisa dilihat di papan depan."

Aku bersumpah akan menyumbang lagi.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Februari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Sebenarnya Rahasia Umum

Meski aku tidak/belum menikah, aku tahu kenyataannya memang seperti ini:
@noffret


Standar sih. 

Kalau cewek: kawin lalu merasa gak jadi dirinya sendiri dan kehilangan mimpi-mimpi besarnya.

Kalau cowok: kawin lalu merasa seks lama-lama sudah gak asik dan menyenangkan lagi

Kalau bikin film yang dibalik, baru menarik 

@tunggalp


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 Desember 2019.

Minggu, 20 April 2025

Ternyata Berbahaya

Lagi baca jurnal, ternyata pestisida jauh lebih berbahaya daripada yang mungkin kita kira. Salah satunya menyumbang faktor risiko kanker, dan ini menjawab kenapa kasus kanker saat ini begitu tinggi.

Masalahnya, di mana kita bisa mendapat makanan alami tanpa paparan zat kimia?

Hal tak terduga lain, yang ternyata lebih berbahaya dari yang mungkin kita kira adalah air (selain air sumur) yang kita konsumsi di rumah, yang ternyata juga terpapar zat kimia. Air yang diolah (seperti PAM atau air isi ulang) memang menggunakan zat kimia untuk menjernihkan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Minggu, 20 April 2025

Bersyukur Tidak Punya Pacar

Malam Minggu, dan hujan deras banget. Aku bersyukur tidak punya pacar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Januari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Kok Iso?

Kok iso mirip ngono? 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Januari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Bandos

Di tempatku, nama jajanan ini adalah bandos. Tapi ternyata di tempat lain punya nama berbeda-beda. Ini menarik, setidaknya bagiku.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Januari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Wakfun

Oh, wakfun.

Kamis, 10 April 2025

Sejarah Tak Pernah Adil

Omong-omong soal Gaddafi...

Sambil nunggu udud habis.

Gaddafi (nama aslinya Muammar Khadafi) mungkin bukan pahlawan, tapi dia juga tidak sebajingan yang diocehkan Amerika. 

Tapi sejarah, seperti kata Napoleon, “ditulis oleh pemenang”. Kita mungkin bisa menyaksikan sejarah Gaddafi secara utuh, tapi tidak bagi anak cucu kita kelak.

Kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab, “assyajar” (syajaratun), yang artinya “pohon”.

Di masa lalu, penggunaan kata sejarah (assyajar) hanya mengacu pada asal usul atau silsilah seseorang. Seiring perkembangan, kata sejarah merujuk pada segala yang lampau, termasuk peristiwa.

Seperti yang dibilang tadi, kita saat ini masih bisa melihat/mempelajari sejarah Gaddafi relatif utuh, karena Gaddafi baru tewas pada Oktober 2011, atau sebelas tahun yang lalu. 

Tapi, seperti yang terjadi pada yang lain, sejarah Gaddafi akan terus mengalami erosi dan distorsi.

Karena sejarah [selalu] ditulis oleh pemenang, dan mereka merasa punya hak untuk melakukannya. 

Meski kelak pihak yang kalah juga akan menulis sejarah mereka sendiri, kita tahu upaya itu tidak akan terlalu berarti, karena sejarah versi pemenang telah telanjur terdoktrinasi.

Kita bisa melihat contoh ini secara sempurna pada, misalnya, Adolf Hitler dan Mahatma Gandhi. 

Kita tidak menyaksikan sosok dan kehidupan mereka, karena kisah mereka telah berlalu puluhan tahun lalu, jauh sebelum kita lahir. Kita hanya mengenal mereka dari buku-buku sejarah.

Dan apa yang kita dapatkan dari buku-buku sejarah? Bahwa Mahatma Gandhi adalah seorang pahlawan, dan bahwa Adolf Hitler adalah seorang bajingan. 

Dalam sejarah, kehidupan begitu hitam-putih, dan manusia hanyalah sosok-sosok tak berarti yang bisa dipoles dengan warna apa pun.

Sejarah begitu fasih menulis kejahatan Adolf Hitler, sebagaimana sejarah begitu mulus menulis kemuliaan Mahatma Gandhi. 

Adolf Hitler, dalam rekaman sejarah, mewujud sesosok monster yang hanya berisi kejahatan. Dan, di sisi lain, Gandhi mewujud sosok manusia mulia tanpa cela.

Yang tidak pernah atau setidaknya jarang dikatakan sejarah adalah... Gandhi dan Hitler sebenarnya berteman! 

Ketika Gandhi memperjuangkan bangsanya dari penjajahan Britania, Hitler mendukung Gandhi, dan mereka kerap berkorespondensi, dan Gandhi menyebut Hitler sebagai “Temanku”.

Lebih jauh, Gandhi bahkan mengatakan, dalam suratnya kepada Hitler, “Saya tidak percaya hal-hal buruk yang dikatakan orang tentang Anda.” 

Gandhi bisa melihat Hitler secara utuh, karena dia benar-benar mengenal Hitler, bukan hanya sebagai sosok asing yang sekadar “katanya”.

Adolf Hitler, bagi Gandhi, hanyalah manusia biasa, yang mungkin memiliki keburukan, tapi juga memiliki kebaikan. 

Tapi sejarah tak pernah adil, kita tahu, khususnya kepada Hitler. Dan sejarah juga tidak akan adil pada antagonis, termasuk pada Saddam Hussein atau Muammar Gaddafi.

Ini adalah catatan sejarah yang berisi kebaikan-kebaikan Adolf Hitler ketika ia memimpin Jerman—sesuatu yang tidak akan diajarkan guru-guru sejarah mana pun di dunia. 

Kalian akan terkejut dan tercengang membaca isinya.


Ketika Adolf Hitler menjadi pemimpin Jerman, dia dicintai rakyat Jerman, dan itu bukan tanpa alasan.

And then, bagaimana dengan Gandhi? Sebenarnya, Gandhi juga bukan orang sempurna. Jika aku harus menulisnya secara jujur dan apa adanya, isinya bisa membuat kalian eneg. 

Tetapi, jauh lebih aman menulis kebaikan seorang bajingan, daripada mengungkap keburukan seorang pahlawan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Oktober 2022.

Kamis, 10 April 2025

Sendirian

Omong-omong soal sendirian...

Sambil nunggu udud habis.

Aku telah melakukan ini bertahun-tahun. Makan sendirian di mana pun, belanja ke swalayan sendirian, nonton film sendirian, ke mana-mana sendirian. Aku bahkan menemui orang-orang tak dikenal di tempat yang jauhnya bermil-mil... sendirian.

Kita akan tahu seperti apa aslinya diri kita, saat berada di tempat yang tidak seorang pun mengenali kita.

Berjalan-jalan di tengah malam di kotamu sendiri, misalnya, akan jauh berbeda rasanya saat kamu berjalan-jalan di tengah malam di kota lain, dan tak seorang pun mengenalmu.

Saat sendirian, kita akan menyadari bahwa kita tidak bisa mengandalkan siapa pun, selain diri sendiri. Itu akan membuka topeng siapa pun.

Karenanya, kalau kamu ingin tahu seperti aslinya seseorang, bawa dia ke tempat yang tidak seorang pun mengenali [apalagi peduli] kepadanya.

Tanpa sadar, kita sebenarnya "mengikatkan diri" dengan lingkungan tempat kita tinggal. Karenanya, banyak orang merasa "aman" saat berada di tempat tinggalnya, karena berpikir orang-orang mengenali [dan akan peduli] kepadanya. Perasaan itu, disadari atau tidak, membuat kita lemah.

Orang akan benar-benar terlihat aslinya saat berada di tempat yang tidak seorang pun mengenalinya. Mau tidak mau, dia harus jadi dirinya sendiri... dan itu akan mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya.

Karenanya, terbiasa sendirian tidak membuatmu lemah. Itu membuatmu kuat.

Jangan mudah terkesan apalagi tertipu oleh gaya seseorang, jika dia ada di tempat yang sudah dia kenal, dengan orang-orang yang mengenalinya. 

Kamu baru akan tahu seperti apa aslinya, jika dia berada di tempat asing, jauh dari tempat tinggalnya, dan tak seorang pun mengenalinya.

Jika—entah bagaimana dan entah dengan alasan apa—kita perlu bertemu, kamu bisa pegang kata-kata ini: Aku akan menemuimu sendirian, di mana pun tempat pertemuannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 8 November 2022.

Kamis, 10 April 2025

Tengah Malam

Tengah malam di sebuah kota 
Jalanan sunyi lengang 
Seorang lelaki berdiri, diam 
Menatap rembulan 
Langit gelap 
Lolong serigala terdengar


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Kamis, 10 April 2025

Bencana Bukan Dark Joke

Lama-lama kok gerah juga ya, lihat bencana-bencana dijadikan konten humor murahan yang sama sekali tak lucu, tapi berdalih dark joke, dan menuduh orang-orang lain yang tak bisa menerimanya sebagai "tidak open minded".

Jika yang disebut open minded adalah bisa menerima dark joke, dan jika yang disebut dark joke adalah menjadikan bencana kemanusiaan sebagai humor murahan yang tak lucu, aku tak peduli jika disebut tidak open minded hanya karena tidak paham dark fuckin' joke.

Menggunakan bencana sebagai konten humor yang sama sekali tidak lucu, lalu berdalih itu dark joke. Sebenarnya, justru perilaku tanpa empati "menjadikan bencana sebagai humor" itulah dark joke dalam arti sebenarnya! Yang dark buka joke-nya, tapi pelakunya. 

Menjadikan bencana kemanusiaan sebagai materi konten yang dianggapnya lucu, dan menyebut dark joke, lalu menuduh orang lain yang tak bisa menerima sebagai "tidak open minded". Justru yang tidak open minded itu si pembuat joke. Sebegitu tidak open minded, sampai tidak tahu empati.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Januari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Gemes Lihat Buku Tebal

Lihat buku-buku baru, tebal-tebal, langsung gemesssssh... ingin baca semuaaaaah! Aku kudu piye, ya Allah?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Tahu-tahu Udah Sore

Sejak bangun tidur tadi terus asyik baca buku, tahu-tahu udah sore.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Orang Kok Bisa Asyik Pacaran?

Orang-orang yang bisa asyik pacaran itu... gimana ceritanya? Sementara aku menganggap pacaran sebagai hubungan penuh beban sekaligus membosankan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Cokelat Hangat di Cuaca Dingin

Hujan, banjir, dan dingin gini, secangkir cokelat hangat sepertinya pilihan yang tepat.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Anak Kecil Lucu

Kalau lihat anak kecil lucu gitu, jadi pengin punya anak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Untuk Apa

Untuk apa punya pemerintah
Kalau hidup terus-terusan susah
Iwan Fals, Desa


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Kutukan Paling Mematikan

Barusan nyari anget-anget ke warung bakso. Di warung ada 3 laki-laki yang lagi ngobrol. Salah satunya terdengar berkata, "Wanita tuh kalau diluruskan ya Allaaaaaah, sulitnya setengah mati! Entah cuma istriku, atau memang semua wanita begitu?"

Temannya terdengar menyahut...

"Kayaknya semua wanita emang gitu," sahut si teman. "Soalnya istriku juga gitu. Kalau diajak omong sulitnya minta ampun! Jadinya sering makan ati."

Istilah "diluruskan" dan "diajak omong" dalam percakapan itu mungkin maksudnya konotatif. 

Laki-laki ketiga mengatakan hal serupa.

"Kalau apa-apa, mending tak kerjakan sendiri," kata laki-laki ketiga. "Daripada ajak omong istri, ujung-ujungnya malah ribut, gak ada hasilnya apa-apa."

Aku duduk di sebelah meja mereka. Sambil makan bakso, percakapan mereka sangat jelas terdengar. Dan aku tersenyum, diam-diam.

Sebelumnya, aku juga sering mendengar para wanita saling curhat dan mengobrolkan suami mereka. Percakapan-percakapan mereka juga sebelas dua belas dengan yang tadi kudengar. Para wanita itu saling mengeluhkan suaminya. 

Di media sosial semacam Instagram, orang-orang pamer kemesraan dengan pasangan. Mereka berani menunjukkan muka, bahkan menebar senyuman seolah pasangan paling bahagia di dunia. Tapi di akun semacam Cermin Lelaki (yang jujur dan apa adanya), tidak ada yang berani pasang muka.

Karena pernikahan, setidaknya dalam pikiranku, adalah kehidupan tertutup topeng yang memberi tahu dunia bahwa mereka baik-baik saja, padahal tidak. Itu kehidupan yang jelas penuh tekanan. Sebegitu tertekan, sampai mereka butuh akun semacam Cermin Lelaki untuk sekadar curhat.

Setiap pilihan tentu mengandung konsekuensi, baik pilihan untuk menikah atau pilihan untuk melajang. Yang paling bangsat adalah orang-orang yang menikah, lalu sok bahagia padahal diam-diam tertekan, dan hobi menyuruh-nyuruh serta menyinyiri orang-orang lain agar cepat kawin.

Aku bisa tahu apakah perkawinanmu bahagia atau tidak, dengan melihat apakah cocotmu terjaga atau tidak. Kalau kau suka nyinyir dan menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin agar bahagia dan bla-bla-bla, bahkan iblis di neraka pun tahu... jauh di lubuh hatimu kau tidak bahagia.

Pernah ada keparat tolol yang saban waktu menyuruh-nyuruhku cepat kawin, dengan segala bujuk rayu memuakkan. Ketika kutanya, kenapa suka menyuruh-nyuruhku kawin, dia menjawab, "Karena aku kasihan melihatmu."

Oh, well, kasihan melihatku!

Padahal aku justru kasihan melihatnya!

Ujian perkawinan yang tidak pernah dikatakan siapa pun kepadamu:

Kalau kau bahagia bersama pasanganmu, masalahmu adalah anak. Kalau kau bahagia dengan pasanganmu dan punya anak, masalahmu adalah uang. Kalau kau bahagia dengan pasanganmu dan punya anak serta uang, masalahmu...

...adalah kesehatan. Kalau kau bahagia bersama pasanganmu, punya anak, uang, juga sehat, masalahmu adalah kesetiaan. Kalau kau bahagia dengan pasangan dan anakmu, serta punya uang, sehat, dan saling setia, masalahmu adalah keluarga.

Dan hanya sedikit yang lolos dari kutukan itu.

Tentu saja aku percaya ada orang-orang yang bahagia dalam perkawinan, tapi hanya segelintir! Dalam statistik, jumlahnya paling nol koma sekian. Selebihnya bergelimang masalah dan saling tertekan diam-diam. Wong hidup sendiri saja bisa penuh masalah, apalagi hidup dalam ikatan.

Karenanya, bocah-bocah Amerika punya guyonan, "Kutukan paling mematikan sebenarnya bukan 'Avra kedavra', tapi 'Hari ini kunikahkan kalian'."

"Avra kedavra" mengakhiri masalah. Tapi "Hari ini kunikahkan kalian" memulai masalah. Dalam bayanganku, itu seperti membuka Kotak Pandora.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Keluarga di Kalideres

Apakah kalian percaya kalau satu keluarga di Kalideres memang mati karena kelaparan?

Aku percaya.

Omong-omong soal mati kelaparan...

Berdasarkan berita-berita yang kubaca, setidaknya sampai saat ini, aku percaya kalau keluarga di Kalideres yang meninggal bersama dalam rumah itu memang meninggal karena kelaparan. 

Tapi mengapa mereka sampai meninggal akibat kelaparan, itu yang masih jadi pertanyaan.

“Tentu saja mereka mati kelaparan karena berhari-hari tidak makan!” 

Maksudku bukan begitu. 

Mari gunakan perbandingan kasus orang hilang. Jika seseorang dikabarkan hilang, setidaknya ada beberapa kemungkinan: Hilang tanpa sadar, hilang secara sadar, atau dihilangkan.

“Hilang tanpa sadar”, misalnya orang tua yang sudah pikun, berada di suatu tempat, dan tidak tahu cara pulang. Atau orang yang berpetualang ke hutan atau tempat liar, lalu tersesat dan tidak tahu jalan pulang. 

Mereka akan dianggap hilang, dan mereka hilang tanpa menginginkan.

Sementara “hilang secara sadar” adalah orang yang dianggap hilang, tapi si orang hilang itu memang sengaja menghilangkan dirinya sendiri. Misalnya Si X ingin menikmati hidup baru di tempat baru dengan identitas baru—apa pun alasannya—lalu dia melakukannya diam-diam.

Terakhir, “dihilangkan” adalah kasus orang hilang karena adanya pihak lain yang menghilangkannya. Misal Si X jadi korban pembunuhan, lalu si pembunuh menyimpan jasad Si X. Maka Si X akan dianggap hilang. Tapi hilangnya Si X karena kasus pembunuhan oleh pihak lain.

Kembali ke kasus kematian satu keluarga di Kalideres. 

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada jasad mereka, korban-korban itu diduga mati karena kelaparan (berhari-hari tidak makan), dan sepertinya memang begitu. Yang masih jadi pertanyaan, mengapa mereka begitu?

Tak jauh beda dengan kasus orang hilang, kasus orang yang mati kelaparan juga bisa disebabkan karena latar belakang berbeda. Bisa karena memang tidak punya uang untuk makan, bisa karena sengaja tidak mau makan, bisa pula karena ada pihak lain yang melarang mereka makan.

Manakah di antara ketiga hal itu yang relevan dengan kasus meninggalnya keluarga di Kalideres? Itu tugas polisi untuk mengungkapnya.

Jadi, mari tunggu kabar/perkembangan selanjutnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Tepat Seperti Inilah yang Terjadi

Dan... tepat seperti inilah yang terjadi. Alam selalu punya cara untuk melanjutkan evolusi. Merak mengepakkan sayap, kunang-kunang memancarkan cahaya, serangga terjebak jaring laba-laba, dan manusia terperangkap dalam batas usia.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Oh, Well, Pejuang Nikah!

"Cukup Rp20 ribu bisa buat belanja, asal istri bisa atur dan teliti."

Ironisnya, semboyan semacam itu datang dari mereka yang menyebut diri sebagai (((((pejuang nikah))))).

Nikahnya diperjuangkan habis-habisan, nafkahnya cuma 20 ribu perak! Oh, well, pejuang nikah!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Selasa, 01 April 2025

Thank You, Dr. Nicole

Childhood trauma can create a desire for hyper-independence. An “I don’t need anyone” protective mechanism. Healing is about learning how to ask for help and how to receive help when it’s given.@Theholisticpsyc 

Thank you, Dr. Nicole. Your tweets help me get to know myself better.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Fakta Berbicara

Sebagian orang mengatakan, "Orang tua pasti tahu yang terbaik untuk anaknya."

Sebagian lain ngotot, "Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya."

Fakta berbicara.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Ini Benar

Gua sebagai anak bisa confirm kalo semua omongan orang tua either bad or good tuh nempel bgt di kepala bahkan sampe detik ini. Apalagi obrolan yang sifatnya memvalidasi dan mengapresiasi, kayanya gabakal bisa lupa deh. It just too precious for me to be forgotten @anomdanas

Apresiasi dan validasi yang disampaikan orang tua ketika kita masih anak-anak akan sangat berpengaruh pada perkembangan kita hingga dewasa. Sayangnya, begitu pula sikap merendahkan atau melecehkan yang dilakukan orang tua pada anak-anak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Ngerentes

Suami merantau ke Jakarta krn di kampung udh ga ada pencaharian. Istri kesepian, selingkuh dgn tetangga. Suami pulang, istri dikepruk dicekik ditendang dimaki2 di depan anak2. Anak bungsu nangis, anak sulung ngerekam. Viral. Suami diciduk polisi. Nggrantes bgt hidup wong cilik@gruusomeflower, 16 November 2022

Dan masih ada orang-orang yang mencoba meyakinkan kita, "Menikah akan membuatmu tenteram, bahagia, dan lancar rezeki."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Apa yang Terjadi?

SEBENARNYA APA YANG SEDANG TERJADI DI NEGERI INI? KOK KAYAKNYA KACAU SEMUA?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Selasa, 01 April 2025

Kirain

Kirain di tempatku udah gak banjir. Ternyata malah sekarang banjirnya lebih tinggi.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Iden

Apakah kamu sudah iden, hem?

Oh... iden.

 
;