Sabtu, 10 Mei 2025

Pamit dari Medsos untuk Sementara

Saya menulis catatan ini pada 1 Mei 2025, dan catatan ini mungkin akan saya sematkan di halaman muka blog ini untuk beberapa waktu ke depan, sebagai semacam pemberitahuan bagi siapa pun yang [mungkin] berkepentingan.

Sejak Ramadan kemarin, yang dimulai pada 1 Maret 2025, saya sudah meninggalkan media sosial. Itu sebenarnya bukan hal baru, karena sejak dulu saya memang selalu off dari medsos saat Ramadan datang. Jika ingin membuktikan, coba scroll medsos X saya hingga ke tahun-tahun lalu. Akan selalu ada 1 sampai 2 bulan yang kosong, dan bulan yang kosong itu pasti bertepatan dengan Ramadan. “Tradisi” itu sudah saya lakukan dari beberapa tahun lalu, sejak X masih bernama Twitter.

Orang-orang yang telah lama mengenal saya di medsos X kemungkinan sudah tahu kebiasaan itu. Bahwa saya selalu off dari medsos saat Ramadan, dan baru kembali setelah bulan Syawal. Tapi orang-orang yang mungkin baru mengenal saya di medsos X bisa jadi mengira saya “menghilang”.

Sebenarnya saya tidak menghilang. Karena off dari medsos sejak Ramadan sampai Syawal itu memang komitmen pribadi yang selalu saya lakukan setiap tahun.

Biasanya, sebelum off di bulan Ramadan, saya akan ngasih pemberitahuan di timeline bahwa saya akan libur selama Ramadan dan akan kembali setelah Syawal. Biar orang-orang tidak mengira saya “tiba-tiba hilang tanpa kabar”. Tapi jelang Ramadan kemarin, saya sengaja tidak menulis pemberitahuan itu, karena tidak ingin orang-orang lain terpengaruh lalu mengikuti saya.

Off dari medsos saat Ramadan itu komitmen pribadi yang saya patuhi sendiri. Tapi saya tidak berharap orang-orang lain mengikuti kebiasaan itu, khususnya menjelang Ramadan kemarin. Ada banyak persoalan terkait masyarakat dan bangsa yang perlu disuarakan dan diperjuangkan. Saya ingin orang-orang—khususnya para aktivis—tetap aktif di medsos X dan menyuarakan hal-hal yang masih perlu diperjuangkan. Karena itulah saya sengaja tidak memberi pemberitahuan apapun terkait liburnya saya dari medsos X menjelang Ramadan. 

Jadi, sekali lagi, liburnya saya dari medsos X sejak awal Ramadan kemarin itu bukan “menghilang”. Itu memang tradisi yang telah saya lakukan sejak beberapa tahun sebelumnya, setiap Ramadan datang. 

Biasanya, setelah off selama Ramadan, saya akan kembali ke medsos setelah lebaran, atau setelah bulan Syawal selesai. Makanya, seperti yang tadi saya katakan, selalu ada satu sampai dua bulan yang kosong di timeline saya dalam setiap tahun.

Sekarang, saat menulis catatan ini, saya sedang galau. Jika mengikuti aturan yang saya buat sendiri, mestinya saya sudah mulai masuk medsos X lagi pada akhir April, atau setelah bulan Syawal selesai. Semula, saya berencana akan masuk ke medsos X pada 1 Mei 2025. Tetapi, belakangan saya galau hingga menulis catatan ini.

Ada banyak hal yang sedang saya urusi dan kerjakan di dunia nyata, dari kehidupan pribadi sampai urusan kerja. Dalam hal itu, saya merasa kekurangan waktu, setidaknya untuk saat ini. Latar belakang itu menjadikan saya jadi ragu-ragu ketika akan kembali masuk ke medsos X, karena bagaimana pun akan mengurangi waktu yang bisa saya gunakan untuk melakukan hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan. 

Sekadar curhat. Tahun 2025—khususnya awal 2025—sebenarnya moment sedih bagi saya, karena proyek yang saya impikan sejak beberapa tahun sebelumnya gagal total akibat masalah terkait orang yang jadi partner saya. Sebelumnya, saya telah merancang dan mempersiapkan proyek itu sejak empat tahun lalu, dan mestinya terwujud pada 2024 kemarin. Tapi terjadi masalah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, yang mengakibatkan proyek itu gagal total. Karena penjelasan soal ini cukup panjang, saya telah menulisnya dalam catatan terpisah, dan kalian bisa membacanya di sini: Duit Miliaran Lenyap Seperti Mimpi.

Dalam rencana semula, proyek itu [mestinya] terwujud pada akhir 2024, dan awal 2025 saya akan ada di Jakarta. Di moment itulah saya berencana mampir ke Cinere untuk makan di Warteg Barokah! [Itu resolusi saya untuk tahun 2025, omong-omong.]

Tetapi, sialan, proyek itu gagal. Saya frustrasi karena kegagalan itu terjadi bukan karena proyeknya, tapi karena masalah yang terjadi pada partner saya. Sementara tabungan saya sudah terkuras untuk membiayai penelitian terkait proyek itu. 

Karena itulah saya galau. Saya tidak mungkin pergi jauh ke Jakarta atau ke Cinere cuma untuk makan di warteg! Lebih dari itu, saya harus kembali fokus bekerja dan berpikir, untuk membangun proyek lain, sebagai semacam kompensasi atas kegagalan proyek tadi. Sebenarnya ini proyek pribadi, jadi saya tidak bertanggung jawab pada siapa pun. Masalahnya, saya sangat menyesali kegagalan itu, dan berpikir harus menemukan hal lain untuk dikerjakan [dan menghasilkan uang].

Akhirnya, setelah menimbang dan memikirkan cukup lama, saya memutuskan untuk hiatus atau berhenti sejenak dari dunia maya, khususnya medsos X, agar bisa fokus menggunakan waktu yang ada untuk mengerjakan hal-hal yang lebih penting. 

Jadi, saya menulis catatan ini sebagai pemberitahuan bagi siapa pun yang [mungkin] berkepentingan bahwa, terhitung mulai 1 Mei 2025, saya memutuskan untuk libur sejenak dari medsos X. Sampai kapan libur atau hiatus ini akan berlangsung, saya belum bisa memastikan. Intinya, fokus saya saat ini adalah mengerjakan hal-hal penting yang memang harus segera dikerjakan. Setelah hal-hal itu selesai, saya akan kembali ke medsos X, tapi saya belum bisa memastikan kapan waktunya.

Lalu bagaimana dengan update blog ini? Kemungkinan blog ini akan terus di-update seperti biasa. Begitu pula situs Belajar Sampai Mati (BSM). Sekadar informasi, blog ini serta situs BSM di-update secara otomatis. Jadi saya tidak perlu rutin masuk ke dasbor untuk melakukan update. Saya hanya perlu memasukkan catatan-catatan dan artikel-artikel yang perlu diterbitkan, dan tumpukan catatan serta artikel itu terbit sendiri secara otomatis berdasarkan waktu yang telah saya setel.

Hal itu berbeda dengan medsos X. Saya masuk ke medsos X karena memang butuh tahu informasi atau berita apa yang sedang terjadi hari itu, jadi saya harus benar-benar masuk ke sana. Fakta bahwa selama ini saya hanya muncul di medsos X pada pukul 22.00, karena saya membatasi diri agar tidak sering-sering masuk ke sana. 

Biasanya, kalau masuk ke medsos X pada pukul 22.00, saya akan memindai timeline, membaca dan memperhatikan berita serta informasi-informasi terkini—menyimpannya jika penting, me-repost jika memang harus disebarkan, atau mengomentari jika saya tertarik mengomentari. Itu kegiatan yang mau tak mau mengharuskan saya masuk ke medsos X, dan tidak bisa menggunakan otomatisasi.

Karena itulah saya akhirnya memutuskan untuk sejenak meninggalkan medsos X, agar bisa lebih menghemat waktu, untuk menangani dan mengerjakan hal-hal yang lebih penting untuk dikerjakan. Saya pikir itu lebih bermanfaat, khususnya bagi saya.

Saya berharap nantinya bisa kembali ke medsos X, dan berinteraksi dengan siapa pun, seperti sebelumnya. 

Jika ada di antara kalian yang perlu menghubungi saya, silakan gunakan e-mail. Sekarang, izinkan saya mengucap “selamat tinggal”—untuk sementara.

Sabtu, 10 Mei 2025

Tapi Ini Bukan Soal Knalpot

Ini persoalan riskan untuk dibicarakan, tapi sering muncul di media sosial X (dulu Twitter), dan memicu perdebatan yang sering kali tidak sampai pada kesimpulan apapun.

Sekarang, izinkan saya berbagi pengetahuan yang benar-benar saya tahu, karena telah memiliki pengalaman sangat lama, sehingga saya bisa mengatakannya secara pasti—berdasarkan pengalaman. Yaitu tentang knalpot. Yang punya mobil atau motor pasti sangat tahu apa itu knalpot.

Kalau kita beli kendaraan baru di dealer, biasanya knalpot yang terpasang adalah knalpot standar pabrikan. Sebagian orang tidak puas dengan knalpot standar, khususnya para pemakai kendaraan sport. Agar pacuan mesin lebih gahar, mereka menggantinya dengan knalpot racing.

Apakah beda knalpot standar dengan knalpot racing? 

Menurut saya, berdasarkan pengalaman, jelas beda! Secara sederhana, fungsi knalpot racing untuk menaikkan kemampuan mesin hingga dapat dipacu lebih cepat [dan lebih enteng]. Itu alasan pemakaian knalpot racing.

Terkait hal itu, banyak orang menyatakan bahwa pemakaian knalpot racing bikin bensin jadi boros. Anehnya, banyak mekanik yang tidak setuju pendapat itu, dan menyatakan bahwa pemakaian knalpot racing tidak berpengaruh ke bensin. Ini aneh, karena mekanik yang menyatakan.

Jadi, apakah pemakaian knalpot racing menyebabkan bensin jadi boros, atau tidak? 

Berdasarkan pengalaman, saya bisa menjawab dengan tegas, “Ya!” Pemakaian knalpot racing bikin bensin jadi boros, bahkan bisa mencapai dua kali lipat, khususnya kalau kendaraanmu tipe sport.

Karenanya, saya benar-benar bingung ketika mendapati mekanik mengatakan bahwa knalpot racing tidak berpengaruh ke bensin. Mereka tentu ngomong berdasarkan pengetahuan mereka sebagai mekanik. Tapi pengetahuan mereka bertolak belakang dengan pengalaman nyata!

Siapa pun yang memakai knalpot racing—yang benar-benar racing, lho, ya—pasti tahu kalau bensin kendaraan jadi lebih cepat habis dibanding saat memakai knalpot standar. Meski dikendarai dengan cara yang sama, kecepatan yang sama, tetap saja bensinnya sangat terasa lebih boros.

So, kalau kamu punya tunggangan kesayangan, dan terpikir untuk ganti knalpot racing, coba minta pendapat dari dua pihak—mekanik di bengkel, dan orang yang telah pengalaman memakai knalpot racing. Pendapat mereka bisa berbeda, dan kamu bisa membuktikan sendiri untuk tahu mana yang benar.

Tetapi, seperti yang telah dinyatakan di judul, ini bukan soal knalpot.

Sabtu, 10 Mei 2025

Makin Berat

Dan kepalaku rasanya makin berat. Saatnya untuk tidur, waktunya tenang beristirahat.

    
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Mei 2014.  

Sabtu, 10 Mei 2025

Seharum Mbakyu

Barusan ngambil gorden di tempat laundry. Sudah selesai, sudah dibungkus rapi, dan wanginya seharum mbakyu. #Apeu


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 April 2019.

Sabtu, 10 Mei 2025

Sulit Bangun Pagi

Memang paling menyenangkan bangun pagi. Tapi entah kenapa selalu sulit bangun pagi. Hmm... ini sebenarnya pagi atau siang, sih?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Tombol Enter Keganjal Kotoran

Ternyata, tombol Enter keganjal kotoran dikit aja efeknya bisa mengerikan di laptop. Semalaman pusing gara-gara masalah sepele ini. #curhat


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 April 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Twitterphobia

Si @stonenobrien katanya mengidap twitterphobia ya? Tapi hebat tuh cewek. Ngetwit baru 1 kali, follower udah 1 juta lebih.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Akibat Kekhawatiran

Lebih banyak orang yang mati akibat kekhawatiran, daripada karena kenyataan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Nasib Terbaik

Nasib terbaik adalah menjadi rempah-rempah.

Sabtu, 10 Mei 2025

Beda Satu Huruf

Lubrikasi dan rubrikasi cuma beda satu huruf. Tapi maknanya beda jauh. Mungkin memang tidak ada hal kecil di dunia ini. Semuanya punya arti.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Buanget

Jalan raya semrawut buanget.
 
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 Mei 2019.

Sabtu, 10 Mei 2025

O, Pisa

O, pisa.

Kamis, 01 Mei 2025

Duit Miliaran Lenyap Seperti Mimpi

Berita itu sangat mengejutkan, dan muncul di ponsel ketika saya baru selesai makan siang. Beritanya mengenai seseorang yang diduga terlibat skandal mencengangkan. Feed di ponsel lalu menyuguhkan tumpukan berita serupa. Dengan pikiran terguncang, saya membaca berita-berita terkait skandal itu, dan seketika kepala saya terasa berat. 

Saya terkejut setengah mati mendapati berita-berita itu karena; pertama, saya mengenal sosok yang diberitakan; kedua, saya tidak menyangka dia terlibat skandal semacam itu; dan ketiga, ada uang sangat besar yang berpotensi lenyap!

Saya melakukan screenshot salah satu berita, lalu mengirimkannya pada orang yang namanya tertulis dalam berita tersebut. Saya hanya membubuhkan pesan, “What the fuck is this?”

Sesaat kemudian, dia menelepon ke ponsel saya, “Aku sedang dalam perjalanan untuk meeting di Batang. Bisa ketemu besok?”

Saya bertanya, “Di mana kamu menginap?”

Dia menyebutkan nama hotel yang telah ia booking.

“Besok pagi aku sarapan di hotelmu.”

Semua berawal empat tahun sebelumnya, bermula dari sebuah ide yang berpotensi menghasilkan uang sangat besar. Tapi saya tidak bisa melakukannya sendirian, karena butuh sumber daya yang sama besar.

Empat tahun sebelumnya, saya menemukan ide menarik—sebuah produk digital berbasis AI—tapi waktu itu terbentur pada teknologi yang belum ada. Jadi saya tahu bagaimana mengerjakan ide itu untuk menghasilkan karya sekaligus menghasilkan uang, tapi saya membutuhkan sarana teknologi tertentu yang, sayangnya, waktu itu belum tersedia. 

Tetapi saya tahu bahwa cepat atau lambat, teknologi yang saya butuhkan akan muncul. Seseorang entah di mana akan menciptakannya. Di era teknologi, itu keniscayaan, dan yang perlu saya lakukan waktu itu hanyalah menunggu sambil mematangkan rencana terkait ide yang saya temukan. Begitu momentumnya datang, saya tinggal mengeksekusi ide saya dan menghasilkan cuan besar.

Dalam bisnis, khususnya di kehidupan penuh teknologi digital yang bergerak sangat cepat, saya menciptakan “rumus” sendiri yang saya patuhi sendiri. Rumus itu adalah: Ide + Momentum = Cuan.

Dalam perspektif saya, ide hebat mungkin mengagumkan. Tapi ketika ide itu dieksekusi tanpa momentum yang tepat, hasilnya bisa mengecewakan, atau setidaknya biasa-biasa saja. Sebaliknya, ide yang mungkin sederhana bisa menghasilkan cuan besar jika dieksekusi pada momentum yang tepat. Saya menemukan rumus itu bertahun-tahun lalu, ketika pertama kali menghasilkan banyak uang di era booming media cetak.

Ketika kemudian media cetak beralih ke media digital, rumus tadi tetap bisa diaplikasikan, dan menghasilkan efek yang sama. Hal paling krusial dalam hal ini adalah momentum. Di dunia digital yang terus melesat gila-gilaan, momentum sering kali hanya muncul sekali, lalu lewat secepat kilat. Tugas saya adalah melihat momentum datang, dan menangkapnya, lalu mengisi momentum dengan ide yang telah saya siapkan. Itu membutuhkan penggodokan ide bertahun-tahun, perencanaan berbulan-bulan, dan kadang biaya besar untuk penelitian, tapi hasilnya tidak mengecewakan.

Empat tahun sebelumnya, saya telah menyiapkan ide semacam itu. Yang masih saya tunggu adalah teknologi memadai untuk mewujudkannya. Begitu teknologi yang saya butuhkan telah tercipta, momentum akan muncul, dan saya akan membanjiri pasar dengan ide (produk) yang telah saya siapkan. Dalam hal itu, saya membutuhkan sumber daya dalam skala besar untuk mengerjakannya, dan itu artinya juga membutuhkan modal sangat besar.

Ide yang waktu itu saya pikirkan murni ide saya, tapi saya menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan ada orang-orang di luar sana yang juga memiliki ide serupa. Di dunia internet yang begitu terbuka seperti sekarang, seratus orang yang terserak di berbagai belahan bumi bisa memiliki ide serupa, meski tidak pernah saling terkoneksi. Karena itulah pentingnya momentum. Siapa pun yang mampu melihat dan menggunakan momentum secara tepat, ia akan jadi pemenang!

Butuh waktu dua tahun bagi saya untuk menunggu teknologi yang saya butuhkan, dan akhirnya teknologi itu muncul, meski waktu itu masih tahap BETA. Permulaan yang bagus, pikir saya penuh gairah. Dan selama dua tahun menunggu, saya telah memikirkan dan memikirkan dan memikirkan dan memikirkan ide saya berulang-ulang, menghabiskan banyak biaya untuk penelitian, meninjau dan memeriksanya dari berbagai perspektif, lalu menulis rencana eksekusinya. 

Butuh puluhan halaman untuk menuliskan rencana itu, tapi hasil finalnya begitu sederhana—sesederhana yang bisa saya pikirkan. Begitu teknologi yang saya tunggu sudah memadai untuk digunakan, saya akan segera mengeksekusi ide tadi, lalu membanjiri pasar dalam skala besar-besaran! Jika, di waktu yang sama, ada orang-orang lain punya ide serupa dan menghasilkan produk sama, dan mereka berencana masuk pasar, mereka sudah kehilangan momentum. 

Ide dan rencana itu lalu saya bicarakan dengan seseorang—dia seorang inventor yang juga memegang valuasi sangat besar. Jika saya sebutkan namanya, kemungkinan besar kalian mengenal, karena media-media kerap memberitakan kiprahnya.

Kami membicarakan ide itu berjam-jam, dengan santai tapi serius, dan kami saling percaya. Di hadapan kami waktu itu ada berkas-berkas berisi coretan, skema, dan aneka catatan. Setelah puas membicarakannya, dia berkata, “Aku percaya ide dan rencanamu sepenuhnya. Jadi, apa yang kamu butuhkan?” 

“SDM,” saya menjawab. “Aku tinggal di kota kecil, dan tidak yakin ada SDM yang mampu menangani ide ini. Orang-orang yang kita butuhkan untuk menangani pekerjaan ini rata-rata tinggal di kota besar, dan karena itulah aku membutuhkanmu. Kamu punya akses untuk mendapatkan SDM berkompeten yang kita butuhkan, dan kamu bisa memimpin mereka.”

“Done.” Dia tersenyum dan mengangguk. “Selain itu?”

“Kapital.” Saya mengisap rokok sesaat, lalu menjelaskan, “Sejak tadi, aku berkali-kali menyebut momentum, karena itulah modal paling penting yang kita miliki. Dan untuk menggunakan momentum itu, kita butuh modal kapital yang besar. Pertama untuk membiayai SDM yang jumlahnya pasti akan banyak, dan kedua untuk membanjiri pasar dengan produk kita, sebelum ada pesaing di luar sana melakukannya. Tabunganku sudah terkuras untuk membiayai penelitian ini, jadi aku butuh dana segar.”
 
Sekali lagi dia mengangguk. Sebagai visioner, dia pasti bisa melihat potensi besar di depan mata, dan dia bisa membayangkan berapa besar uang yang akan kami hasilkan. Dia kemudian berkata, “Anggap saja itu sudah beres. Apa yang perlu kulakukan selanjutnya?”
 
Saya menyesap minuman di gelas, lalu mengatakan, “Buatlah perusahaan baru, dan kamu bisa menjadi CEO-nya. Aku tidak peduli dengan hal-hal semacam itu. Tapi tolong pastikan aku punya hak supervisi untuk mengawasi semuanya dikerjakan dengan benar, dan pastikan cashflow ke rekeningku selalu lancar.”

Dia tersenyum lebar, dan berkata, “Fair enough.”

Ketika kami menyepakati perjanjian, saya membayangkan saat-saat mendebarkan yang akan datang tak lama lagi. Ide saya akan terwujud menjadi sesuatu yang dapat dinikmati jutaan orang, rencana saya akan dijalankan dalam skala besar hingga membanjiri pasar, dan uang akan mengalir dengan lancar. Dia akan tampil di media, seperti biasa, mendapatkan popularitas yang akan meningkatkan reputasinya, sementara saya akan menyaksikan kesuksesan itu sambil menikmati udud di balik layar. 

Tetapi, persetan, dua bulan setelah itu... petaka terjadi. Dia terlibat skandal yang mengejutkan, dan beritanya muncul di berbagai media.

“What the fuck is this?” Saya mengirimkan pesan itu ke ponselnya, bersama screenshot berita yang saya baca di ponsel.

Sesaat kemudian, dia menelepon ke ponsel saya, “Aku sedang dalam perjalanan untuk meeting di Batang. Bisa ketemu besok?” Dia menyebutkan nama hotel yang telah ia booking.

“Besok pagi aku sarapan di hotelmu.”

Besok paginya, saya datang ke hotel tempatnya menginap, dan kami bertemu di tempat sarapan. Makanan di hotel itu sebenarnya sangat enak, tapi pagi itu terasa hambar. 

Ketika kami akhirnya membicarakan berita yang saya baca—terkait skandal keparat yang melibatkannya—dia berkata dengan nada bersalah, “Posisiku serbasalah saat ini, dan kamu pasti memahami kalau pemberitaan yang terjadi sekarang akan berdampak negatif untuk rencana kita. Aku bisa tetap mem-backup rencanamu seperti yang telah kita bicarakan, tapi aku tidak yakin kamu mau menerima, mengingat posisiku sekarang.”

Saya memahami maksudnya, dan kepala saya terasa mau pecah. Karena skandal yang terjadi, saya jelas tidak bisa melanjutkan kerja sama dengannya, padahal rencana kami sudah hampir tiba di tahap final. Artinya, saya juga tidak bisa memulainya lagi dari nol dengan pihak lain.

Saya terdiam cukup lama, memegangi pelipis yang berdenyut-denyut, membayangkan uang miliaran yang tiba-tiba lenyap. Seperti mimpi. Dan sekarang saya terbangun, dan menyadari mimpi itu tidak terjadi.

Dia berkata perlahan, “Aku benar-benar minta maaf atas yang terjadi sekarang, dan aku bisa memahami kekecewaanmu.”

Saya menyulut rokok, mengisapnya dengan wajah murung, tidak yakin apa yang harus saya katakan.

Dia kemudian bergumam ragu-ragu, “Terkait, uhm... masalah yang terjadi saat ini... kamu bisa membantuku?”

Saya berkata dengan berat, “Kamu sudah dewasa. Kamu bisa membereskan kotoranmu sendiri.”

Ketika kemudian saya pergi meninggalkan hotel, langkah kaki saya terasa berat, dan sejak itu saya tenggelam dalam frustrasi. 

Empat tahun saya menunggu, memikirkan, dan merencanakan ide cemerlang yang butuh waktu berbulan-bulan untuk mematangkannya hingga sampai tahap final, dan telah menguras tabungan saya untuk biaya penelitian. Ketika ide itu tinggal diwujudkan pada momentum yang tepat untuk menghasilkan uang dalam jumlah sangat besar, seketika rusak gara-gara skandal tak terduga, dan impian saya lenyap!

Belakangan, ketika saya menulis catatan ini, ide yang ada di kepala saya telah muncul di pasar, dinikmati jutaan orang. Seseorang di luar sana telah mewujudkannya, meski dengan cara berbeda seperti yang saya rencanakan, tapi ide itu terbukti berhasil seperti yang saya ramalkan. Siapa pun penciptanya, dia telah mendapatkan momentumnya. Dan uang dalam jumlah sangat besar sedang mengalir ke rekeningnya. 

Apakah saya menyesal? Jelas! Karena saya bukan hanya kehilangan banyak uang untuk biaya penelitian, tapi juga kehilangan banyak uang yang jelas-jelas telah ada di depan mata!

Tapi sekarang bukan waktu untuk menyesali yang telah terjadi. Sekarang adalah waktu untuk kembali berpikir, bermimpi, dan mengerjakan sesuatu. 

Kamis, 01 Mei 2025

If You Ask Why

6 Underground. 

If you ask why, because the film shows that there are people who think the same as me. It may sound egocentric, but you like people who think the same as you. —@noffret, 25 Desember 2024.

If You Ask Why

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Desember 2024.

Kamis, 01 Mei 2025

Meruntuhkan Peradaban Dulu

Aku perlu meruntuhkan peradaban terlebih dulu. —@noffret, 22 Desember 2024.

Meruntuhkan Peradaban Dulu

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Desember 2024.

Kamis, 01 Mei 2025

Ocehan Ngawur Soal Warteg

Sebagai orang yang biasa makan di warteg selama bertahun-tahun di berbagai tempat, aku tahu betul ocehan ini ngawur. —@noffret, 21 Desember 2024.

Ocehan Ngawur Soal Warteg

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Desember 2024.

Kamis, 01 Mei 2025

Resolusi 2025

Omong-omong soal warteg, salah satu resolusiku tahun depan adalah makan di Warteg Barokah di Cinere.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Desember 2024.

 
;