Mumpung lagi ramai soal rokok, aku mau ngasih footnote untuk “footnote” ini.
(Wong footnote kok dikasih footnote?)
Yo wis, ben. Wong ini juga bukan karya ilmiah.
Omong-omong soal Philip Morris...
Sambil nunggu udud habis.
Philip Morris International adalah perusahaan rokok dan tembakau terbesar di dunia, yang, ndilalahnya, merupakan produsen rokok yang biasa aku konsumsi. Dua merek rokok yang biasa kuisap adalah Dji Sam Soe dan Marlboro Black. Keduanya milik perusahaan Philip Morris.
Memang, rokok kretek Dji Sam Soe diproduksi oleh PT HM Sampoerna yang merupakan perusahaan Indonesia. Dji Sam Soe bahkan merek rokok pertama di Indonesia. Tapi produsen Dji Sam Soe yang legendaris itu telah diakuisisi oleh Philip Morris pada 2005 silam.
Terlepas dari urusan itu, aku merasa perlu menjelaskan kenapa ocehanku di sini selalu diawali “sambil nunggu udud habis”. Kenapa?
Ya karena memang aku masuk Twitter lalu ngoceh di sini sekadar untuk sebat (menikmati sebatang rokok), habis itu sudah, log out. Ngopo suwi-suwi?
Kemudian, aku sengaja menunjukkan diri kalau aku seorang perokok, biar kalau sewaktu-waktu kita ketemu, kamu bisa memaklumi kebiasaanku.
Sebaliknya, kalau umpama kamu antirokok (misal alergi pada asap rokok), setidaknya kamu bisa “jaga jarak sejak dalam pikiran”.
Sebagai perokok, aku tidak ingin mengajak siapa pun untuk juga merokok, pun tidak ingin melarang siapa pun merokok.
Merokok atau tidak itu kan hak orang per orang.
Cuma, kalau boleh menyarankan, kalau kamu belum pernah merokok, sebaiknya tidak usah merokok.
Alasannya?
Menurutku alasannya sepele saja; harga rokok [makin] mahal! Dan makin ke sini harganya makin tak karuan, karena cukai yang terus naik, dan konsumen makin tercekik.
Kalau kamu tidak merokok, setidaknya kamu bisa terbebas dari urusan harga rokok yang makin tak masuk akal.
“Lhah, kamu udah tahu harga rokok makin gak masuk akal, kenapa masih juga merokok?”
Pertanyaan itu butuh jawaban panjang, dan tidak mungkin aku ocehkan di sini. Ingat, aku ngoceh di sini cuma sambil nunggu udud habis. Ududku—dan usiamu—jelas tidak akan cukup.
Intinya, merokok atau tidak adalah hak setiap orang. Seperti hak apa pun, selama hak merokok dilakukan tanpa melanggar hak orang lain, everything is OK.
Pertanyaan lain, apakah merokok memang bikin kecanduan? Apakah merokok memang merusak kesehatan, dan bla-bla-bla?
Dengan segala kejujuran, aku merasa tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan itu. Jadi sila tanyakan pertanyaan itu pada ahli yang berkompeten, agar jawabannya lebih bisa dipertanggungjawabkan. (Maksudku ke pakar kesehatan, bukan ke Sri Mulyani).
Ududku habis.
*) Ocehan ini TIDAK disponsori Philip Morris.
**) Ya mestinya dia nyeponsori, sih. (Lhah?)
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 November 2022.