Kalau kau ingin belajar sebagaimana kau ingin
bernapas untuk hidup, kau akan tahu apa artinya belajar.
bernapas untuk hidup, kau akan tahu apa artinya belajar.
—Socrates, 330 tahun Sebelum Masehi
Seorang cowok ABG di Athena ingin menjadi orang yang cerdas dan bijaksana. Karenanya dia pun pergi menemui Socrates, sosok guru yang telah diakui kehebatannya oleh jutaan orang di Yunani. Jika aku bisa sehebat dia, pikir si cowok ABG, aku akan mudah memikat cewek-cewek.
Maka bertemulah cowok ABG itu dengan Socrates. Kepada sang filsuf itu, si cowok berkata, “Tuan Socrates, saya ingin mengetahui segala hal yang Anda ketahui.”
Socrates tersenyum. Lalu dia membawa cowok ABG itu ke tepi sungai. Dengan kepercayaan penuh, si cowok ABG mengikuti. Lalu mereka duduk-duduk di tepi sungai itu, sementara Socrates berkata, “Coba lihat baik-baik sungai ini. Apa yang kau lihat?”
Si cowok ABG menatap sungai di depannya. Dengan bingung dia menjawab, “Saya tidak melihat apa-apa.”
“Lihatlah lebih dekat lagi,” kata Socrates.
Dengan patuh, cowok itu kembali menatap sungai di depannya sambil mencondongkan tubuhnya agar bisa melihat sesuatu yang dimaksud Socrates. Tetapi begitu si ABG merundukkan tubuhnya, seketika Socrates memegangi kepala cowok itu dan memasukkannya ke dalam air sungai.
Dengan panik, cowok ABG itu meronta-ronta ketika merasakan kepalanya terbenam dalam air, tapi Socrates tetap memeganginya dengan kuat hingga kepalanya tetap terendam. Ketika akhirnya cowok itu sudah hampir mati karena tak bisa bernapas, Socrates pun menarik kepalanya dari dalam air, dan membaringkannya di tepian sungai.
Dengan wajah merah dan terbatuk-batuk, cowok ABG itu memaki-maki, “Apa yang Anda lakukan? Oh, sialan! Anda ingin membunuh saya…?!”
Socrates tak menghiraukan omelan itu. Dengan tenang dia berkata, “Ketika kepalamu terbenam tadi, apa yang paling kau inginkan?”
“Oh, sialan, tentu saja bernapas!”
“Jangan pernah keliru menganggap hikmat itu mudah, Anak Muda,” ujar Socrates. “Kalau kau memang sungguh ingin belajar seperti kau ingin bernapas barusan, baru cari aku lagi, ya.”
Segala hal yang baik dan hebat di dunia ini semuanya diperoleh dengan proses, melalui jalan panjang, dan tidak ada, tidak ada, tidak ada, yang mudah. Bahkan orang-orang yang kita anggap genius pun mendapatkan kegeniusannya dengan susah-payah.
Tidak ada hal baik dan besar yang bisa diperoleh dengan instan. Kecerdasan, kehebatan, dan segala bentuk kemampuan yang dianggap kelebihan, semuanya diperoleh dengan kerja keras, proses perjuangan, perjalanan panjang yang melelahkan, seperti sebuah patung emas yang dipahat dengan proses perlahan-lahan, penuh kehati-hatian, hingga kemudian membentuk sosok yang bersinar dan istimewa.
Ketika Piyu membentuk group band Padi, dan album pertama mereka meledak hingga terjual lebih dari satu juta keping, orang-orang pun menyatakan, “Piyu memang genius.” Tetapi apakah memang seperti itu kenyataannya?
Piyu memang menjadi tokoh sentral dalam group band Padi, karena dialah yang paling banyak menciptakan lagu serta menciptakan aransemen musiknya. Tetapi Piyu akan marah jika ‘dituduh’ semua kehebatan yang dimilikinya itu muncul hanya karena ia seorang genius.
Bertahun-tahun sebelum membentuk group band Padi, Piyu hanya seorang ‘tukang angkut’ alat-alat musik dalam group band Dewa. Jika Dewa konser di suatu tempat, Piyu bersama para ‘tukang’ lain membantu mengangkat-angkat peralatan konser. Tapi Piyu tak pernah puas sampai di situ. Setelah dia mengerjakan tugasnya mengangkuti alat-alat musik untuk konser, dia akan mengamati para personil Dewa melakukan latihan, dan diam-diam dia belajar… terus belajar.
Piyu menjalani proses sebelum akhirnya menjadi besar. Dan ketika akhirnya proses itu mencapai muaranya, Piyu pun mendapatkan apa yang seharusnya didapatkannya. Dia menjadi besar—sebesar orang-orang yang dulu ia kagumi, yang kepada mereka dulu ia belajar.
Begitu pula Ahmad Dhani. Apakah Dhani muncul begitu saja dari dasar bumi dan kemudian tenar dan hebat secepat kilat? Hari ini, sekian juta anak muda di negeri ini mengagumi Dhani, dan menempatkannya sebagai ‘musisi paling cerdas di Indonesia’. Tetapi Dhani pun menjalani prosesnya terlebih dulu sebelum sebesar itu. Dia menjalani serangkaian perjalanan yang amat melelahkan sebelum akhirnya menjadi sosok pujaan.
Hari ini, Dhani tinggal di rumah mewah yang ia bangun dengan harga lima milyar, hasil dari kesuksesannya. Tetapi, bertahun-tahun yang lalu, ketika mengawali karir musiknya, dia harus terpaksa menginap di rumah neneknya di Jakarta, karena tak punya uang untuk bolak-balik ke rumah orangtuanya di Surabaya, juga tak punya biaya untuk menginap di hotel. Ketika pergi ke studio rekaman pun Dhani pernah harus jalan kaki karena tak punya uang lagi untuk naik angkot.
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Dan segala hal yang baik dan besar tidak pernah dicapai dengan mudah apalagi instan. Tidak Socrates, tidak Piyu, tidak Ahmad Dhani, tidak juga kita. Siapa pun yang memimpikan kebesaran harus menjalani prosesnya terlebih dulu, sebagaimana Gatotkaca pun baru bisa terbang di udara setelah dibakar di kawah Candradimuka.
Jika ada orang yang berkata bahwa dia bisa hebat tanpa usaha, tanpa belajar, dan tanpa kerja keras, maka hanya ada dua kemungkinan. Dia bohong—atau dia sesungguhnya tidak sehebat yang digembar-gemborkan.
Tidak ada orang yang menjadi hebat secara mendadak, karena tidak ada kehebatan yang instan!
Jadi, laluilah proses itu—proses belajar, proses kerja keras, proses latihan, proses menjalani waktu-waktu yang mungkin membuat frustrasi, karena semua proses itu adalah ‘proses untuk menjadi’. Siapa pun yang ingin ‘menjadi’, harus melalui prosesnya terlebih dulu. Sebagaimana ulat yang bermetamorfosa menjadi kupu-kupu, segala keindahan berasal dari kegelapan kepompong.
Hari ini, ketika kita menyaksikan penampilan group band yang sangat memukau di atas panggung, maka ingatlah bahwa kehebatan mereka tidak muncul dalam satu malam, tetapi terbentuk dari sebuah proses perjuangan dan latihan yang tanpa kenal lelah. Ketika kita membaca buku hebat yang mengagumkan, maka ingatlah bahwa penulisnya tidak menulis buku itu dalam waktu satu malam, tapi dari proses berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Ketika kita bertemu dengan siapa pun yang hebat dan membuat kagum, maka ingatlah bahwa dia tidak mendapatkan kehebatannya dalam waktu satu malam, tapi melalui proses perjuangan dan kerja keras, belajar dan latihan, pengorbanan dan rasa frustrasi. Karena memang semuanya membutuhkan proses, semuanya membutuhkan harga. Dan… Tuhan tahu bagaimana memasang harga yang tepat untuk setiap barang-Nya.