Senin, 21 April 2014

Sesekali Kita Perlu Opname

Seperti udara yang berkurang, kesempitan
mengikis kesadaran perlahan-lahan.
@noffret


Dalam catatan yang diposting di sini, saya sekilas menceritakan peristiwa kecelakaan amat parah yang pernah saya alami. Nah, gara-gara kecelakaan itu, saya harus menjalani opname di rumah sakit selama berhari-hari.

Sepertinya, tidak ada orang yang bahagia selama opname—begitu pun saya. Selama berhari-hari, saya hanya bisa berbaring di atas ranjang rumah sakit, merasakan sakit dan perih di hampir sekujur tubuh, sulit bergerak, tak bisa apa-apa. Satu tangan ditancapi jarum infus, satunya lagi digips karena patah tulang. Sedang kedua kaki penuh luka-luka. Intinya, saya tersiksa.

Siapa pun yang pernah mengalami keadaan semacam itu—dan memiliki kepekaan yang cukup—pasti akan sampai pada kesadaran untuk mulai mengenali diri sendiri. Bahwa sebenarnya kita tak berdaya.

Selama menjalani rasa sakit berhari-hari itu, saya pun menghibur diri sendiri. Untuk mengalihkan rasa sakit, saya menyibukkan diri untuk berpikir. Dan dalam berpikir selama sakit itulah saya sampai pada kesadaran bahwa setiap manusia perlu opname sesekali. Agar memiliki waktu untuk berpikir, untuk menjauh sejenak dari hiruk-pikuk kesibukan sehari-hari, untuk mulai mengenali diri sendiri.

Well, sesekali kita mungkin perlu opname. Setidaknya sekali dalam hidup. Agar tahu bagaimana rasanya tak berdaya. Agar menyadari bahwa sakit itu tidak enak. Agar mengetahui betapa berartinya orang lain dalam hidup kita. Agar tahu sebenar-benar tahu, bahwa senikmat-nikmatnya rumah sakit tetap lebih nikmat tinggal di rumah kita sendiri.

Sesekali kita perlu opname. Agar bisa kembali menjadi manusia.

 
;