Rabu, 29 Mei 2013

Terlihat, Tapi Tak Masuk Akal (1)

Kamar mandi modern biasanya menggunakan shower tanpa bak mandi. Namun, kamar mandi tradisional masih menggunakan bak mandi. Keduanya tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, dan pemilihan konsep kamar mandi juga biasanya tergantung pada selera dan kebutuhan masing-masing orang.

Menyangkut kamar mandi, dua minggu lalu saya mengunjungi seorang teman yang sedang membangun rumah baru. Ceritanya, si teman ini akan menikah, dan baru membeli tanah kosong. Di atas tanah itu ia membangun rumah yang ia rencanakan untuk ditinggali bersama istrinya kelak. Sewaktu saya datang ke sana, rumah itu hampir selesai dibangun, dan tinggal menyelesaikan hal-hal kecil. Jadi di sana juga masih banyak tukang yang sedang bekerja.

Teman saya tentu saja sumringah menyaksikan rumah barunya hampir jadi, dan terwujud sesuai bayangannya. Ketika saya mengunjunginya, dia pun dengan gembira mengajak saya berkeliling, melihat-lihat rumah barunya. Saya senang. Oh, well, saya selalu senang setiap kali melihat rumah baru. Rasanya seperti menyaksikan impian yang terwujud—kira-kira begitu. Bau cat rumah baru, bagi saya, adalah bau paling menyenangkan di dunia.

Saat berkeliling, saya mengagumi desainnya. Saya bisa membayangkan rumah itu nantinya benar-benar indah dan asri. Saat kami sampai di bagian kamar mandi, saya mendapati ada beberapa tukang yang masih aktif di situ, sedang memasang porselen dan hal lain. Rupanya rumah teman saya menggunakan konsep kamar mandi basah yang memakai bak mandi.

“Kamar mandinya luas,” komentar saya sambil melihat-lihat.

Pada waktu itu, seorang tukang tampak sedang memasang pipa kecil di bawah bak mandi. Seperti kita tahu, bak air di kamar mandi perlu dikuras secara berkala, agar airnya selalu bersih dan jernih. Untuk memudahkan proses pengurasan, bak mandi pun biasanya dilengkapi pipa kecil yang terletak di bawah bak. Pipa itu dilengkapi tutup. Jika perlu menguras bak, kita tinggal membuka tutup pipa tersebut, dan air dalam bak akan mengalir keluar sehingga kita tidak perlu capek mengurasnya.

Nah, pipa yang ditujukan untuk menguras air bak mandi itulah yang sekarang saya lihat sedang dipasang tukang di rumah teman saya. Tukang itu sedang memasukkan pipa ke dalam lubang kecil di bawah bak yang telah disiapkan untuk dimasuki pipa tersebut.

Ketika melihat pipa itu, saya tertegun. Dan takjub sekaligus bingung.

Saya bilang pada tukang yang sedang memegangi pipa tersebut, “Pak, pipa yang sampeyan pegang itu, apa namanya?”

Si tukang agak bingung. “Pipa ini?” tanyanya sambil menunjuk pipa di tangannya.

“Ya, pipa itu.”

“Ini pipa untuk nguras bak mandi, Mas,” katanya menjelaskan.

“Iya, saya tahu itu pipa untuk nguras bak mandi. Nah, apa namanya pipa itu?”

Tukang itu menatap saya dengan ekspresi makin bingung. “Uhm… saya ndak tahu apa namanya, Mas. Yang saya tahu ya pipa ini namanya pipa untuk nguras bak mandi.”

Sejujurnya saya juga tidak tahu apa nama pipa itu. Sama seperti tukang tersebut, saya hanya tahu bahwa pipa itu ditujukan untuk menguras bak mandi. Tetapi pipa-entah-apa-namanya itu melecutkan suatu pemikiran yang amat rumit, yang tidak dapat saya pahami. Lalu saya bilang pada tukang tersebut, “Pak, kira-kira di mana pabrik yang membuat pipa semacam itu?”

“Pabrik yang bikin pipa kayak gini?” tanyanya.

“Iya, pabrik yang bikin pipa untuk nguras bak mandi kayak gitu, sampeyan tahu di mana?”

“Wah, banyak, Mas. Di Jawa Barat, ada. Di Jakarta juga ada.” Setelah itu dia bertanya dengan bingung, “Jadi, Mas ini mau bikin pabrik pipa, atau gimana?”

Tentu saja saya tidak berniat membangun pabrik pipa. Tapi, saya tertarik pada pipa untuk menguras bak mandi itu, karena benda itu benar-benar tidak masuk akal. Tentu saja tujuannya untuk menguras bak mandi—dan itu masuk akal. Tapi kenyataan bahwa ada pabrik yang memproduksi benda semacam itu, benar-benar sulit dinalar akal sehat.

Lanjut ke sini.

 
;