Minggu, 26 Juli 2015

Iwan Fals VS Rhoma Irama

Cara mudah mengetahui suatu musik tergolong hebat
atau menyedihkan: Dengarkanlah dua puluh tahun
sejak musik itu diciptakan.
@noffret


Di rumah saya ada poster Iwan Fals. Poster itu berukuran besar, dibingkai kayu berukir, dan menampilkan sosok Iwan Fals dalam kondisi tergantengnya.

Sebenarnya, ada artis lain yang juga ingin saya pasang posternya di rumah, yaitu Rhoma Irama. Tetapi, sampai saat ini, saya belum menemukan poster Rhoma Irama yang cocok. Kelak, jika telah menemukan, saya akan memasang poster Rhoma Irama di samping poster Iwan Fals. Mereka dua orang yang sangat saya kagumi—legenda hidup yang mengukir namanya dengan karya berskala raksasa.

Tanpa bermaksud menafikan musisi besar lain, Iwan Fals dan Rhoma Irama adalah dua “raksasa” di dunia musik Indonesia. Mereka mencipta dan menyanyikan lagu dalam jumlah luar biasa. Ada yang tahu berapa tepatnya lagu karya Iwan Fals atau Rhoma Irama? Saya tidak tahu, dan mungkin jutaan orang lain yang sama mengagumi mereka juga tidak tahu, karena karya mereka tak terhitung banyaknya. Dalam produktivitas berkarya, mereka benar-benar manusia yang sangat langka.

Iwan Fals terlahir dengan nama Virgiawan Listanto. Karena biasa dipanggil “Iwan”, dia pun menggunakan nama itu, dan menambahkan “Fals” di belakang namanya sebagai cara mengolok-olok diri sendiri. Kenyataannya, lagu-lagunya memang terdengar “fals” bagi tikus-tikus kantor, badut-badut kota, para wakil rakyat, dan... Bento!!!

Sementara Rhoma Irama terlahir dengan nama Irama. Karena biasa dipanggil “Oma”, dia pun menjadikan “Oma Irama” sebagai nama panggungnya. Setelah berangkat haji ke Mekkah, dia menambahkan “H” di depan namanya, menjadi H. Oma Irama. Karena dia juga berdarah biru (keturunan bangsawan), maka jadilah “Rhoma Irama”, yang merupakan singkatan Raden Haji Oma Irama.

Terlepas dari asal usul nama mereka, pernahkah kita bertanya-tanya, bagaimana dua orang itu bisa melahirkan karya dalam jumlah luar biasa? Ketika memikirkan hal itu, saya tidak bisa berhenti takjub, karena menyaksikan betapa di dunia ini ada orang-orang yang luar biasa produktif, hingga menjadi sosok mengagumkan, dan sulit ditandingi. Yang lebih mengagumkan, mereka tidak sekadar produktif, tetapi karya-karya mereka juga hebat, bahkan abadi.

Di dunia ini, sangat sulit menemukan orang yang sangat produktif dalam melahirkan karya hebat. Kadang ada orang yang produktivitasnya luar biasa, tapi kualitas karyanya biasa-biasa saja. Sebaliknya, ada orang yang karyanya sangat hebat dan mengagumkan, tapi tidak produktif, hingga jumlah karyanya sangat sedikit. Iwan Fals dan Rhoma Irama adalah makhluk langka—produktif, dan karya mereka juga hebat.

Selain itu, mereka berdua juga memiliki kesamaan—bisa menciptakan lagu tentang apa pun, dengan gaya bermacam-macam, namun memiliki ciri khas unik, dan semuanya enak didengar. Mereka bisa menyanyikan lagu-lagu yang sarat makna, sama asyiknya saat menyanyikan lagu-lagu cinta. Berikan gitar kopong pada Iwan Fals atau gitar buntung pada Rhoma Irama, dan dua bocah itu akan segera menunjukkan kehebatannya.

Dalam musik dangdut, misalnya, ada ribuan musik yang pernah kita dengar. Tetapi dangdut Rhoma Irama memiliki ciri khas tersendiri, dengan karakteristik unik—sesuatu yang tidak bisa kita dapatkan di musik dangdut lain. Musik dangdut Rhoma Irama—jika kita khusyuk menyimak—sebenarnya sangat rumit, tetapi musik yang rumit itu enak didengar telinga, hingga kita tidak menyadari kerumitannya.

Pernah mendengar lagu Rhoma Irama yang berjudul “Pesta Pasti Berakhir”? Oh, well, kalian harus mendengarnya! Itu salah satu lagu yang perlu didengar di dunia fana ini, sebelum kita mati!

“Pesta Pasti Berakhir” adalah lagu dangdut khas Rhoma Irama, yang mengajak pendengarnya merenungkan hidup—suatu lagu yang tergolong berat. Dan lagu yang berat itu dibalut nada yang rumit, melibatkan banyak instrumen musik. Ajaibnya, lagu yang seharusnya terdengar sangat berat itu bisa asyik didengar telinga—sebegitu asyik, hingga kita tidak merasa sedang “diceramahi”. Saya tidak pernah bosan mendengarkan lagu ini!

Selain “Pesta Pasti Berakhir”, ada lagu lain yang sama hebat, berjudul “Sebujur Bangkai”. Itu juga salah satu lagu yang perlu kita dengar di dunia sebelum mati! Sama seperti “Pesta Pasti Berakhir”, lagu “Sebujur Bangkai” juga rumit dan melibatkan banyak instrumen musik. Tetapi, sama seperti yang lain, lagu itu juga enak didengar telinga. Bagi saya, “Sebujur Bangkai” adalah lagu dangdut terhikmat sedunia akhirat!

Dan Rhoma Irama tidak hanya hebat dalam hal-hal semacam itu. Ketika menyanyikan lagu cinta, dia juga sama hebatnya. Dalam lagu-lagu yang romantis, dia tahu bagaimana memuja wanita yang dicintainya dengan cara yang indah, tanpa terjebak menjadi norak.

Dalam lagu “Primadona Desa”, misalnya, dia menggunakan aforisma yang sangat indah sekaligus halus untuk memuji wanita pujaannya, “...alam menjadi saksi keindahanmu, kicau burung-burung memuji penciptaanmu.” Itu kalimat yang tidak bisa kita temukan di lagu dangdut lain. Lirik yang indah itu dibalut musik yang sama indah, menjadikan “Primadona Desa” menjadi salah satu lagu cinta yang abadi didengar telinga. 

Kemudian, dalam lagu cinta yang sedih, Rhoma Irama juga tahu cara menyayat sukma pendengarnya—dengan lirik yang membius, dengan melodi yang pedih. Cobalah dengar lagu “Tabir Kepalsuan”. Lirik dan musiknya sangat sedih, dan dalam lagu itu Rhoma Irama memainkan gitar melodinya dengan nada yang sangat menyayat—sebegitu menyayat, hingga kita yang mendengarnya akan merasa perih... perih... perih...

Itu baru sedikit dari banyak lagu lain yang pernah dicipta dan dinyanyikan Rhoma Irama. Orang ini sepertinya bisa menciptakan lagu tentang apa saja, dan nyaris semua enak didengar. Dari “Begadang”, “Lari Pagi”, “Judi”, “Kehilangan Tongkat”, “Gulali”, “Main Piano”, “Emansipasi Wanita”, “Yatim Piatu”, “Bencana”, “Gitar Tua”—sebut apa pun. Hebatnya, lagu-lagunya abadi, dan dihafal jutaan orang dari masa ke masa.

(Catatan: Agar lebih memahami yang saya maksudkan, dengarkanlah lagu-lagu Rhoma Irama melalui CD asli, bukan lewat CD/VCD bajakan, MP3, apalagi melalui YouTube. Lewat CD musik yang asli, kita akan bisa menikmati kompleksitas dan rumitnya musik yang diciptakan Rhoma Irama secara utuh, tanpa distorsi.)

Tidak kalah hebat dari Rhoma Irama, Iwan Fals juga memiliki kemampuan yang sama. Coba sebutkan tema apa yang belum digarap Iwan Fals dalam lagu-lagunya. Terus terang saya kesulitan, karena sepertinya nyaris semua hal pernah dibahas Iwan Fals dalam banyak lagunya. Dari urusan politik, ekonomi, militer, pendidikan, pemberdayaan desa, perang, alam dan penghijauan, cinta dan kerinduan, sampai hal-hal remeh seperti cerita kehilangan motor, anak-anak bermain bola, hingga waria di Taman Lawang.

Dan sama seperti Rhoma Irama, Iwan Fals juga mampu membalut lagu-lagunya dengan musik yang enak didengar, bahkan didengar abadi dari zaman ke zaman. Saya telah mengenal lagu-lagu Iwan Fals sejak masa SMP, dan tetap mengaguminya sampai dewasa kini. Sangat jarang ada musisi yang mampu bertahan dalam beberapa generasi, dan tetap eksis, serta tetap dicintai.

Saya tidak akan membicarakan lagu-lagu Iwan Fals yang terkenal semacam “Bento”, “Bongkar”, atau semacamnya, karena kalian pasti sudah sangat hafal. Bahkan, saya curiga, ada di antara kalian yang tidak hafal lagu “Indonesia Raya”, tapi hafal lagu “Bento”.

Well, ada dua album Iwan Fals yang sangat saya sukai, yaitu “Orang Gila” dan “1991”. Bagi saya, itu dua album Iwan Fals yang sangat puitis, dalam, berkarakter, sekaligus paling “berat”. Dalam album “Orang Gila”, terdapat lagu “Doa Dalam Sunyi” dan “Lingkaran Hening” yang sangat indah dan dalam. Ada pula lagu romantis berjudul “Lagu Cinta” yang puitis dan memiliki karakter kuat—jauh beda dengan lagu-lagu cinta yang biasa kita dengar.

Begitu pula album “1991”. Dalam album itu terdapat lagu “Ada” yang sangat filosofis, “Untuk Bram” dan “Cendrawasih” yang sangat puitis, serta “Cikal” dan “Untuk Yani”. Di antara semua lagu yang terdapat dalam album itu, mungkin hanya “Cikal” dan “Untuk Yani” yang sangat terkenal. Tapi lagu-lagu lain dalam album “1991” tidak kalah hebat sekaligus sangat dalam—butuh waktu cukup lama untuk bisa memahami arti atau makna yang terkandung di dalamnya.

Lagu “Ada” dalam album “1991”—seperti yang disebutkan tadi—sangat filosofis. Setiap kali mendengarnya, saya berpikir Iwan Fals telah merangkum filsafat eksistensial yang sangat rumit dalam sebuah lagu yang kontemplatif. Itu tema yang bisa dibilang belum pernah diangkat penyanyi mana pun di negeri ini. 

Selain “Ada”, lagu lain yang juga menarik adalah “Cikal”. Banyak orang menganggap lagu itu “hanya bisa dipahami oleh Iwan Fals sendiri”. Kenyataannya, sampai hari ini saya juga belum paham arti atau maksud lagu itu. Saya memang tahu “Cikal” adalah anak kedua Iwan Fals—Cikal Rambu Basae—dan ada kemungkinan lagu itu ditujukan untuk anaknya. Tapi apa arti atau makna lagunya, well, hanya Tuhan dan Iwan Fals yang tahu.

“Cikal” adalah lagu absurd—untaian lirik yang seolah muncul begitu saja dari bibir Iwan Fals, yang diikuti genjrengan gitar. Jika kita perhatikan, lirik lagu itu pun tidak terstruktur sebagaimana umumnya lirik lagu lain. Tetapi, hebatnya, bahkan lagu yang tidak jelas dan sulit dipahami seperti itu pun tetap enak didengar! Oh, well, bahkan jutaan orang bisa menghafalnya!

Saya membayangkan, ketika Iwan Fals menulis lirik dan menyanyikan lagu “absurd” itu, mungkin dia tidak berharap penggemarnya akan menyukai. Sebagai musisi hebat, dia pasti menyadari bahwa penikmat musik menyukai lagu-lagu yang jelas dan terstruktur. Tapi dia tidak peduli, dan tetap membuat lagu yang “absurd”. Mungkin, dia berpikir, dia hanya ingin berkarya, dengan caranya sendiri, dan tak peduli orang akan suka atau tidak.

Iwan Fals adalah bocah—sosok yang bermain dengan keasyikannya sendiri—tetapi bermain dengan sangat serius, hingga hasilnya sangat bagus!

Begitulah cara kerja para maestro!

Mereka tidak memfokuskan pikiran pada hasil, tetapi pada proses. Dan itu pula yang membedakan orang hebat dengan orang biasa. Orang-orang hebat berkarya dengan memfokuskan pikiran kepada proses, sementara orang-orang biasa berkarya dengan memfokuskan pikiran pada hasil. Dua pola pikir yang berbeda, dan hasilnya juga jelas beda.

Ketika bermain basket, orang-orang hebat bermain dengan menujukan pandangan pada bola di lapangan—dan tidak peduli pada papan skor. Hasilnya, skor mereka sangat bagus, karena mereka bermain sangat bagus. Sebaliknya, orang-orang biasa bermain basket dengan menujukan pandangannya pada papan skor, karena berharap nilai yang bagus. Hasilnya, skor mereka sangat buruk, karena mereka bermain buruk!

Iwan Fals, dan Rhoma Irama, adalah bocah-bocah yang asyik bermain dengan mainannya. Yang satu bermain dengan gitar kopong, satunya lagi bermain dengan gitar buntung. Tetapi mereka bermain sangat serius—sebegitu serius, hingga hasilnya sangat bagus.

Orang-orang hebat tidak pernah bekerja—mereka bermain! Karena mereka bermain, mereka pun terus asyik, dan tidak ingin berhenti. Hasilnya, karya mereka—yang merupakan hasil “mainan” mereka—jumlahnya sangat banyak dan berkualitas.

Setiap kali melihat Iwan Fals atau Rhoma Irama—di poster, di panggung, di televisi, atau ketika mendengarkan lagu-lagu mereka—saya seperti diingatkan bahwa manusia bisa menciptakan keajaiban dengan melahirkan karya berskala raksasa... jika kita mencintai yang kita lakukan.

Bermain dengan hati, bekerja dengan cinta, itulah cara manusia biasa menjadi sosok luar biasa, dengan jumlah karya luar biasa.

 
;