Apa hubungan Ramadan dengan petasan? Tidak ada.
Tapi karena sering mendengar petasan di bulan Ramadan,
kita pun menganggapnya berhubungan.
—@noffret
Tapi karena sering mendengar petasan di bulan Ramadan,
kita pun menganggapnya berhubungan.
—@noffret
Suara petasan mulai sering terdengar seiring datangnya bulan Ramadan. Entah dengan tujuan apa, hampir bisa dipastikan selalu ada orang-orang yang menyalakan petasan. Ledakan-ledakan petasan itu akan terus terdengar sampai datangnya hari raya Idul Fitri, bahkan sampai beberapa waktu sesudahnya.
Selain Ramadan dan Idul Fitri, petasan juga sering dinyalakan pada hari-hari besar, terutama Tahun Baru. Pada malam 1 Januari atau malam Tahun Baru, hampir bisa dipastikan akan terdengar suara petasan bersahutan, berbarengan suara terompet dan ribuan orang yang turun ke jalan atau mengunjungi konser di lapangan.
Saya sering menyaksikan orang-orang—dari anak-anak sampai orang dewasa—yang menyalakan petasan. Mula-mula, mereka menyiapkan petasan yang akan diledakkan. Ada yang besar, ada pula yang kecil. Kadang dibuat sendiri, kadang pula dibeli di tempat penjual petasan. Lalu mereka menyulut petasan dengan korek api. Sesaat sebelum meledak, mereka akan berlari menjauh, kadang sambil menutup kuping dengan tangan. Kemudian petasan meledak.
Selama puluhan atau bahkan ratusan kali menyaksikan orang menyalakan petasan, saya bertanya-tanya dalam hati, apa manfaat yang mereka peroleh dari menyulut petasan? Petasan disulut dengan tujuan meledak. Tapi mereka menutup kuping ketika petasan meledak. Jadi apa tujuan mereka menyulut petasan? Mungkin mereka bertujuan mengejutkan orang lain dengan ledakan petasan yang mereka sulut. Tetapi, sekali lagi, apa manfaatnya?
Jangan lupa, petasan adalah barang hasil buatan, dalam arti benda itu tidak muncul sendiri sebagaimana kerikil yang biasa kita lihat di mana-mana. Untuk membuat petasan, orang harus mengumpulkan sekian banyak bahan, meraciknya dengan hati-hati, mengemasnya dengan aman, baru kemudian bisa diledakkan. Ada proses yang cukup rumit, bahkan berbahaya, dalam pembuatan petasan. Untuk pekerjaan serumit itu, seharusnya karya yang dihasilkan memberi manfaat. Tapi apa manfaatnya...?
Tiga tahun yang lalu, menjelang lebaran Idul Fitri 2012, seorang pemuda di Jombang tewas karena ledakan petasan. Menurut saksi mata, pemuda itu sedang membuat petasan yang rencananya akan dinyalakan pada malam takbiran. Diduga karena gesekan antara bahan pembuat petasan dan logam, terjadilah ledakan. Sebegitu kuat ledakan yang terjadi, gudang tempat membuat petasan itu sampai hancur, sementara tubuh korban terpental hingga 10 meter, dan tewas seketika dengan tubuh hancur penuh luka bakar.
Di Pemalang, Jawa Tengah, pada 21 Juli 2013, seorang lelaki berusia 50 tahun tewas ketika sedang meracik petasan di rumahnya. Selain menewaskan korban, api ledakan petasan itu juga menghanguskan rumah miliknya, serta satu rumah tetangganya. Kerugian sementara ditaksir mencapai lebih dari Rp 100 juta.
Masih di Pemalang, pada 7 Agustus 2013, sekelompok remaja menyalakan petasan berukuran besar. Petasan itu diletakkan di tanah lapang, dan orang-orang berkerumun menyaksikannya. Sesaat setelah disulut, petasan besar itu pun meledak. Tapi yang meledak bukan cuma petasan. Dua remaja yang kebetulan di dekat petasan itu ikut “meledak”—mereka terpental hingga beberapa meter. Satu tewas seketika akibat ledakan petasan, satunya lagi mengalami luka bakar parah.
Di Banyumas, Jawa Tengah, dua rumah terbakar akibat petasan. Peristiwa itu terjadi pada 7 Juli 2014, dan dua rumah yang hancur akibat petasan terletak di Jalan Pancurawis RT 03 RW 10, Kelurahan Purwokerto Kidul, Kabupaten Banyumas.
Peristiwa serupa terjadi di Situbondo, Jawa Timur. Sebuah rumah di Desa Bugeman, Situbondo, mengalami kebakaran akibat ledakan petasan. Suami istri pemilik rumah dikenal suka menyimpan dan menyalakan petasan. Entah apa yang terjadi, petasan yang mereka simpan meledak di dalam rumah, dan sepasang suami istri itu mengalami luka bakar cukup parah. Petugas pemadam kebakaran menemukan keduanya pingsan di rumah yang sedang dilalap api.
Pada 26 Januari 2015, peristiwa mengenaskan serupa terjadi di Malang, tepatnya di Dusun Baran, Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Seorang lelaki berusia 17 tahun tewas akibat ledakan petasan, dengan kondisi menyedihkan. Sementara rumah tempatnya membuat petasan mengalami kebakaran dan porak poranda akibat ledakan.
Lima bulan sebelumnya, pada 14 Agustus 2014, hal yang sama telah terjadi, bahkan menewaskan empat orang dalam dua peristiwa berturut-turut. Ketika dikonfirmasi media, Kapolres Malang, AKBP Rinto Djatmono, menjelaskan, “Ledakan pertama terjadi di Desa Mbaran Ngingit, Kecamatan Tumpang, Malang. Ledakan akibat petasan ini menewaskan tiga orang, yaitu si pemilik rumah, suami-istri, serta keponakannya. Sementara orangtua korban mengalami luka serius dan kini sedang dalam perawatan tim dokter.”
Sedangkan ledakan yang kedua, ia menerangkan, terjadi di Jalan Jamparing, Desa Pakisjajar, Kecamatan Pakis. “Ledakan di Jalan Jamparing ini menewaskan satu orang korban, tiga orang mengalami luka-luka, dan sedang dalam perawatan di Rumah Sakit Lavalete Kota Malang.”
Di Sumenep, Jawa Timur, seorang lelaki pembuat petasan juga tewas dalam kondisi menyedihkan. Peristiwa yang terjadi pada 21 Juli 2013 pukul 12.00 siang itu tidak hanya menewaskan si pembuat petasan, tetapi juga melukai nenek korban hingga harus dirawat di rumah sakit. Sementara rumah tempat membuat petasan mengalami kebakaran dan hancur.
Kapolres Sumenep, AKBP Marjoko, menyatakan dengan prihatin, “Kami berharap peristiwa ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir. Kami minta warga Sumenep tidak main-main lagi dengan obat mercon maupun mercon.”
Di Denpasar, Bali, sembilan orang menjadi korban ledakan petasan pada malam Tahun Baru 2015. Dari sembilan korban ledakan petasan itu, dua orang di antaranya harus menjalani rawat inap di rumah sakit karena mengalami luka serius.
Di Cilacap, Jawa Tengah, kejadian serupa menimpa dua orang bernama Ahmad Syarifudin (27 tahun) dan Diki Novianto (16 tahun). Keduanya adalah pengunjung Pantai Sodong Adipala. Di tengah-tengah keramaian orang yang sedang menikmati suasana pantai, ada orang menyulut petasan. Seorang saksi mata menceritakan, “Ada 6 petasan yang dijajar, kemudian petasan dinyalakan bersamaan. Tetapi yang meledak hanya petasan paling besar, yang berdiameter sekitar 30 centimeter.”
Ketika petasan paling besar itu meledak, lima petasan lainnya terlempar ke tengah kerumunan orang, dan meledak. Ledakan petasan-petasaan itulah yang kemudian melukai orang-orang, termasuk Ahmad Syarifudin dan Diki Novianto. Ahmad Syarifudin menderita patah tulang pada paha serta tulang kering pada kaki kiri. Selain itu, bagian betis kirinya juga mengalami luka robek. Sementara Diki Novianto menderita luka dalam yang cukup parah di bagian dada, serta luka di paru-paru. Selain luka dalam, Diki sempat mengeluarkan darah dari mulutnya, serta beberapa giginya tanggal.
Kepolisian Sektor Adipala telah menangkap pelaku yang meledakkan petasan tersebut. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polisi Resor Cilacap, Ajun Komisaris Agus Puryadi, menyatakan, “Kita sudah mengamankan dua orang, yakni pelaku, dan seorang lagi penjual petasan besar tersebut.”
Masih di Cilacap, seorang bocah berusia 13 tahun terpaksa diamputasi, juga gara-gara petasan. Bocah itu bermain-main petasan bersama teman-temannya. Ketika disulut, petasan tidak langsung meledak. Karena penasaran, dia pun memeriksa petasan itu, dan saat itulah petasan meledak hingga melukai tangannya. Akibat peristiwa tersebut, dia dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Margono Soekarjo, Purwokerto, Jawa Tengah, dan berakhir dengan amputasi, karena telapak dan jari-jari tangan kirinya putus. Peristiwa itu terjadi pada 21 Juli 2014.
Seminggu sebelumnya, pada 14 Juli 2014, peristiwa serupa terjadi di Karanganyar, Jawa Tengah, dan menimpa seorang bocah berusia 12 tahun. Bocah itu membuat petasan yang disebut mercon bazoka. Ketika petasan itu sedang dirakit, tiba-tiba meledak, dan ledakannya mengenai wajah. Hasilnya, dia dibawa ke RSUD Karanganyar.
Di Sidoarjo, Jawa Timur, seorang anak berusia 5 tahun juga menjadi korban petasan, hingga harus dilarikan ke RSUD Sidoarjo. Peristiwanya terjadi pada 22 Juli 2014. Informasi dari pihak RSUD Sidoarjo menyebutkan, kejadian berawal saat bocah itu sedang asyik bermain dengan teman-teman di kampungnya. Saat itu, korban diajak bermain petasan bumbung di dekat rumahnya. Ketika petasan dinyalakan, ledakannya mengenai korban, dan tubuhnya langsung tersambar api hingga mengalami luka bakar serius.
Di Bogor, pada 7 Agustus 2013, seorang bocah berusia 7 tahun terseret arus sungai akibat bermain petasan. Ceritanya, dia bersama teman-temannya bermain petasan di pinggir aliran sungai dekat rumahnya. Sejak sore, hujan mengguyur Bogor. Ketika hujan mulai reda selepas maghrib, bocah itu bermain-main petasan dengan temannya. Diduga karena terpeleset tanah yang licin, dia tercebur ke sungai dan terseret arus.
Jika cerita-cerita ini mau dilanjutkan, panjangnya bisa 750 SKS, dan kalian bisa membutuhkan waktu puluhan semester untuk menyelesaikannya. So, melalui kisah-kisah nyata yang saya nukil dari berbagai berita itu, sudahkah kita melihat manfaat petasan?
Sejauh ini, saya belum pernah membaca berita ada orang menjadi cerdas dan makin bijaksana karena suka menyulut petasan. Saya juga belum pernah mendengar ada orang yang makin ganteng atau makin cantik karena sering mendengar ledakan petasan. Bahkan, sejauh yang saya tahu, belum pernah ada orang yang disukai dan dihormati orang-orang lain karena hobi menyulut petasan.
Setiap kali mendengar atau membaca berita seputar petasan, setiap kali pula yang saya dapati adalah hal-hal negatif—orang tewas akibat petasan, orang mengalami luka-luka akibat petasan, orang diamputasi karena ledakan petasan, sampai ada yang terseret arus sungai gara-gara main petasan. Kadang-kadang bahkan orang sampai berantem gara-gara petasan—yang satu menyulut, yang satu merasa terganggu. Meski begitu, selalu, selalu, selalu, selalu ada yang menyulut petasan.
Jadi, apa manfaat petasan...? Bagi saya, manfaat petasan adalah menunjukkan kepada kita, bahwa di dunia ini ada hal-hal yang tidak bermanfaat tapi terus dibuat dan dilakukan. Contohnya ya petasan itu.