Seperti yang telah saya tulis pada posting sebelumnya, berbuat salah itu manusiawi. Tetapi jangan lupa, bahwa kesalahan sekecil apapun, jika itu tidak diperbaiki, maka lama-lama kesalahan itu pun akan menumpuk dan menjadi sebuah kesalahan besar.
Imam Al-Ghozali mengatakan bahwa hati manusia itu seperti kaca yang bening, dan setiap dosa atau kesalahan yang kita perbuat adalah seperti kotoran yang mengotorinya. Jika kita berbuat salah, maka sebuah noda akan mengotori kaca bening hati kita. Mungkin pada mulanya kesalahan itu kecil saja dan kotoran yang melekat di hati itu juga mungkin hanya kecil saja. Tetapi jika itu tidak dibersihkan, tidak dilap, maka sedikit demi sedikit kaca yang pada mulanya bening itu pun akan menjadi buram dan kotor.
Bayangkan kaca jendela rumah kita. Suatu pagi, seekor burung meninggalkan kotoran di kaca itu dan kita melihatnya. Tetapi kita berpikir, “Ah, nggak apa-apa, itu kan kotoran yang nggak terlalu terlihat.” Dan kemudan kita malas membersihkannya. Besoknya, burung itu meninggalkan lagi kotorannya di kaca yang sama. Kita masih malas membersihkannya. Besoknya kotoran datang lagi. Juga besoknya lagi dan besoknya lagi. Apa yang terjadi kemudian? Kotoran menjadi menumpuk dan kita menjadi sulit untuk membersihkannya, kan?
Karenanya, luangkanlah waktu untuk selalu melakukan instrospeksi, mawas diri, kemudian berusaha memperbaiki setiap kesalahan yang kita perbuat sehari-hari, baik yang telah disadari maupun yang belum disadari. Orang yang baik bukanlah orang yang tak pernah berbuat salah. Orang yang baik adalah orang yang apabila berbuat salah, ia segera menyadarinya, memperbaiki kesalahannya, memohon ampun dan maaf atas kesalahannya.
Mungkin di antara kita ada yang berpikir, “Tetapi dosa dan kesalahanku sudah terlalu banyak! Rasanya sudah sulit bagiku untuk memperbaikinya lagi!”
Tak pernah ada waktu terlambat untuk memperbaiki diri. Selama napas belum sampai di tenggorokan, kita selalu memiliki kesempatan untuk melakukannya. Kau tentu pernah mendengar kisah tentang seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, kemudian ingin bertaubat. Orang ini datang kepada orang pintar di kampungnya dan menanyakan apakah dia masih bisa bertaubat setelah membunuh begitu banyak orang. Si orang pintar menjawab bahwa dia sudah terlambat untuk bertaubat, karena sudah terlalu banyak orang yang telah dibunuhnya. Si pembunuh tidak suka dengan jawaban itu, maka si orang pintar itu pun dibunuhnya, menggenapkan jumlah korban pembunuhannya menjadi seratus orang.
Kemudian, si pembunuh yang memang ingin bertaubat ini mencari orang lain yang sekiranya mampu memberikan jawaban yang memuaskan untuknya. Di suatu tempat yang jauh, dia menemukan orang alim yang dicarinya, kemudian menanyakan hal yang sama, “Apakah setelah saya membunuh seratus orang, saya masih punya kesempatan untuk bertaubat dan dosa saya akan diampuni?”
Orang alim yang kali ini ditemuinya menjawab, “Bahkan seumpama dosa-dosamu memenuhi isi dunia ini, selalu ada ampunan jika kau memang mau bertaubat dan memperbaiki diri...”