Pada nyanyi hujan ini, ada nada lagu yang tak pernah terpetik. Lagu yang pernah kunyanyikan sendiri, lagu yang kini kusembunyikan dalam hati. Pada hujan sore ini, ada kisah yang telah terkunci. Cerita yang dulu kubaca dalam sunyi, dan beberapa paragraf yang tak pernah selesai.
“Aku bukan orang yang mudah dicintai,” itu yang pernah kukatakan kepadamu.
Tetapi rupanya Tuhan mengirimmu untuk meruntuhkan batu karang yang kubangun di sekelilingku, yang merengkuh kesepianku. Kau datang, seperti pelangi yang bersinar setelah hujan turun, memberikan warna-warni dalam kegelapan hidupku. Kau datang, dengan kelembutan yang tak pernah kukenal, bersama rindu yang baru kusadari begitu kurindukan.
Meski tahun-tahun telah berlalu, aku masih mengingat setiap ucapanmu waktu itu, seperti terpahat abadi dalam relung kenanganku. Kau cinta terindah yang pernah kukenali, kelembutan abadi yang kini menjadi nyanyi sunyi.
Kini, di bawah hujan yang turun, ucapanmu kembali terngiang, terbayang, terkenang, “Setiap kali melihat matamu, aku bisa melihat luka yang tersimpan di sana. Dan aku ingin, suatu hari nanti, saat melihat matamu lagi, luka itu telah hilang.”
Dan kau menghilangkan luka itu. Bersama lembutmu, kau menghapus setiap luka yang pernah tergores dalam hidupku, setiap duka yang pernah menjadi laraku. Bersama cintamu, kau menarikku dari kesenyapan yang pernah memenjarakan hidupku. Aku tak pernah percaya pada siapa pun, dan kau mengajariku untuk mempercayaimu. Aku tak pernah mencintai siapa pun, dan kau mengajariku untuk mencintaimu.
Sampai pada waktu kau kembali menatapku, lama, dan membuatku bertanya, “Kenapa kau menatapku seperti itu?”
“Sekarang aku tak melihat lagi luka di matamu.”
Aku tersenyum. “Kau telah mengambilnya.”
“Tidak,” bisikmu, “kau yang telah merelakan untuk melepaskannya.”
Pada waktu itulah, kusadari, diriku sendiri yang menggenggam luka-luka itu, menyimpannya dengan kukuh, dan tak membiarkan seorang pun tahu. Tetapi kau tahu. Dan kau telah membantuku untuk menyadari bahwa aku bisa melepaskan kedukaan dan kelukaanku, bahwa aku bisa melangkah meninggalkan masa lalu, melupakan yang telah lalu. Kau menarikku dari bayang-bayang gelap penuh luka dan kebencian, untuk menyongsong cahaya dan rekah fajar.
Pada setiap hujan, aku terbayang saat-saat bersamamu, kenangan-kenangan yang pernah kita bangun, canda, tawa, rayuan, dan kemarahan-kemarahanmu yang lucu. Pada setiap hujan, aku terkenang ucapan-ucapanmu, suaramu, dan senandung yang biasa kaunyanyikan untukku. Pada setiap hujan aku merindukanmu....