Ketika kita masih kecil, dan belum sekolah, masyarakat bertanya,
“Kapan mau sekolah?” Lalu kita pun merasa dituntut untuk bersekolah.
—Twitter, 11 September 2012
Ketika kita dewasa, dan sudah kuliah, masyarakat bertanya-tanya,
“Kapan lulus?” Lalu kita pun merasa dituntut untuk cepat wisuda.
—Twitter, 11 September 2012
Setelah lulus kuliah dan wisuda, masyarakat masih bertanya-tanya,
“Kapan kerja?” Maka kita pun mencari kerja untuk menyelamatkan muka.
—Twitter, 11 September 2012
Setelah cukup mapan bekerja, masyarakat kembali bertanya,
“Kapan kawin?” Lalu kita pun panik demi segera menemukan pendamping.
—Twitter, 11 September 2012
Setelah kita kawin, masyarakat masih usil, dan kali ini bertanya,
“Kapan punya anak?” Maka kita pun ngebut bikin anak.
—Twitter, 11 September 2012
Setelah kita punya satu anak, masyarakat masih nyinyir, dan bertanya,
“Kapan nambah anak?” Demi dianggap layak, kita pun nambah anak.
—Twitter, 11 September 2012
Kemudian, anak-anak kita akan menghadapi pertanyaan sama dari
masyarakat, “Kapan sekolah?”, “Kapan lulus?”, “Kapan kawin?” dan seterusnya.
—Twitter, 11 September 2012
Hidup, bagi sebagian orang, adalah siklus pertanyaan sialan berbunyi “kapan”
yang berulang dan membosankan, menjerat dan menyakitkan.
—Twitter, 11 September 2012
Aku curiga, pertanyaan “kapan” adalah pertanyaan para tawanan,
pertanyaan iri hati/kecemburuan, atau pertanyaan demi dianggap normal.
—Twitter, 11 September 2012
Seperti orang yang terkurung dalam penjara, mereka akan bertanya-tanya,
“Kapan aku bisa bebas?” atau “Kapan aku bisa keluar dari sini?”
—Twitter, 11 September 2012
Masyarakat yang nyinyir menanyakan “kapan” adalah masyarakat
yang terkurung dalam penjara yang dibangunnya sendiri.
—Twitter, 11 September 2012
Karena mereka tidak bisa keluar dari penjaranya sendiri,
mereka pun tidak berpikir “kapan” mereka akan keluar.
—Twitter, 11 September 2012
Sebaliknya, mereka justru berharap orang lain juga terkurung
dan terpenjara seperti dirinya, dan cara yang mereka gunakan
adalah dengan menanyakan “kapan”.
—Twitter, 11 September 2012
Dalam konteks sosial, “kapan” sering kali menjadi pertanyaan racun,
karena ia meracuni pikiran dan hidup si penerima pertanyaan.
—Twitter, 11 September 2012
Ada banyak hal yang sebenarnya akan berlangsung baik dan bagus,
tapi menjadi rusak karena orang teracuni pertanyaan “kapan”.
—Twitter, 11 September 2012
Misalnya, orang yang belum nikah karena belum menemukan jodoh yang
tepat. Karena dibombardir pertanyaan “kapan”, orang itu pun...
—Twitter, 11 September 2012
...buru-buru menikah dengan siapa pun yang kebetulan mau menikah
dengannya. Demi membungkam pertanyaan “kapan”.
—Twitter, 11 September 2012
Gara-gara pertanyaan “kapan”, ada banyak orang yang menikah
karena terpaksa, dengan orang yang belum tentu dicintai dan mencintainya.
—Twitter, 11 September 2012
Ada pula pasangan yang belum punya anak, karena alasan ekonomi belum
menunjang. Tapi masyarakat nyinyir bertanya, “Kapan punya anak?”
—Twitter, 11 September 2012
Lalu pasangan itu pun terpaksa melahirkan anak karena perasaan tak enak,
dan demi membungkam pertanyaan “kapan” dari masyarakatnya.
—Twitter, 11 September 2012
Dan seorang anak pun lahir gara-gara pertanyaan “kapan”.
Ia lahir tanpa persiapan yang menunjang, dan bisa jadi akan hidup telantar.
—Twitter, 11 September 2012
Dan masyarakat belum puas sebelum bertanya, “Kapan nambah anak?”
Banyak pasangan terpaksa nambah anak hanya karena tak enak pada “kapan”.
—Twitter, 11 September 2012
Ada jutaan anak telantar di dunia ini, dan bisa jadi sebagian karena mereka
dilahirkan akibat pertanyaan sialan berbunyi “kapan”.
—Twitter, 11 September 2012
Pernahkah masyarakat bertanya-tanya akibat serta implikasi
dari pertanyaan “kapan” yang sering mereka lontarkan?
—Twitter, 11 September 2012
Lebih penting lagi, apakah masyarakat mau ikut bertanggung jawab
atas akibat buruk yang ditimbulkan pertanyaan “kapan” mereka?
—Twitter, 11 September 2012
Di antara banyaknya anak telantar, orang stres, kemiskinan, dan
keluarga kacau, bisa jadi sebagian diakibatkan oleh pertanyaan “kapan”.
—Twitter, 11 September 2012
Manusia dilahirkan dengan jiwa bebas dan merdeka, tapi dijerat, dijebak,
dan dipenjara oleh masyarakatnya dengan pertanyaan “kapan”.
—Twitter, 11 September 2012
Dan akhirnya, hei Masyarakat, kapan kalian akan belajar menutup mulut
untuk tidak lagi menyemburkan pertanyaan sialan berbunyi “Kapan?”
—Twitter, 11 September 2012
*) Ditranskrip dari timeline @noffret.