***
Kemudian, lapangan kerja menyempit juga bisa disebabkan faktor kedua, yaitu tidak berimbangnya lapangan kerja dengan jumlah pencari kerja. Artinya, para pencari kerja jauh lebih banyak dibanding lapangan kerja yang ada. Karena tidak berimbang antara lowongan dan pelamar, maka tentu ada sebagian orang yang menganggur karena tidak mendapat pekerjaan. Karena membutuhkan uang untuk menunjang hidup, orang-orang yang tidak mendapat pekerjaan itu pun mencari jalan alternatif, yang salah satunya membuka warung tenda di pinggir jalan atau trotoar.
Pertanyaannya kemudian, mengapa lapangan kerja tidak berimbang dengan jumlah pencari kerja? Kita sedang bicara tentang manusia. Dan jawaban untuk pertanyaan itu tentu saja mudah, yakni karena jumlah manusia makin hari makin banyak. Banyaknya jumlah itu kemudian tak bisa lagi diimbangi lapangan kerja yang tersedia.
Tak bisa dipungkiri, populasi penduduk—khususnya di Indonesia—makin tahun terus meningkat. Jumlah anak yang lahir terus membengkak, dan jumlah manusia yang menghuni planet ini pun terus bertambah. Padahal, setiap bayi yang lahir membutuhkan hidup, dan setiap hidup membutuhkan biaya, dari biaya makan sampai biaya hiburan. Untuk membiayai semua itu tentu dibutuhkan uang. Untuk mendapatkan uang, jalan umum yang dilakukan manusia adalah bekerja. Ketika lapangan kerja sulit diperoleh, mereka pun mencari cara lain. Salah satunya membuka warung di pinggir jalan.
Sekarang, pertanyaannya, mengapa jumlah manusia semakin banyak?
Jawaban untuk pertanyaan itu bisa beragam. Ada cukup banyak suami-istri yang memutuskan untuk memiliki banyak anak. Maka jumlah kelahiran pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Tetapi tidak hanya itu. Meningkatnya jumlah kelahiran bayi manusia juga disebabkan oleh makin banyaknya orang—khususnya di Indonesia—yang menikah di usia dini.
Mereka yang menikah dini itu bisa disebabkan karena memang telah siap menikah jiwa raga, bisa karena termakan rayuan segelintir orang yang mengkampanyekan pernikahan dini, bisa karena ingin meniru sinetron yang mereka tonton, atau bahkan bisa pula karena keasyikan pacaran lalu “kebobolan” dan terpaksa menikah karena si cowok telanjur menanamkan benih di rahim si cewek. Apa pun latar belakangnya, pernikahan dini itu kemudian ikut menyumbang ledakan penduduk di dunia.
Sampai di sini, kita mulai melihat bahwa suatu hal bisa memiliki implikasi bahkan konsekuensi yang beruntun. Satu peristiwa yang terjadi bisa memicu terjadinya peristiwa lain yang sambung menyambung, yang bahkan sekilas tampak tidak saling berkait. Dari peristiwa kecelakaan yang terjadi di depan gang komplek rumah saya, runtutan peristiwanya bisa ditarik sampai maraknya kampanye pernikahan dini, pacaran yang kebablasan, atau cerita sinetron.
Karena sinetron terus-menerus merayu penonton untuk pacaran, maka orang-orang—khususnya remaja—pun terpengaruh. Mereka aktif mencari pacar, dan asyik pacaran. Karena ada segelintir orang yang agresif mengkampanyekan pernikahan dini, sebagian orang pun terpengaruh, dan melakukan pernikahan dini yang konon indah laksana surga. Hasilnya kemudian adalah bayi-bayi yang dilahirkan, dan jumlah manusia yang terus meningkat.
Para pembuat sinetron atau orang-orang yang mengkampanyekan pernikahan dini mungkin tidak merasa bersalah, tapi yang jelas mereka menimbulkan dampak bagi yang terpengaruh. Dampak yang paling jelas adalah meningkatnya jumlah kelahiran.
Lanjut ke sini.