Keindahan tak perlu berteriak atau unjuk diri.
Tersembunyi di mana pun, dunia akan mengakui.
—@noffret
Tersembunyi di mana pun, dunia akan mengakui.
—@noffret
Ada yang tahu produk fashion Zara? Kemungkinan besar kita tahu, khususnya para penggemar fashion. Saat ini, Zara menjadi salah satu merek fashion paling terkenal di dunia, yang produknya digilai jutaan orang, dari para selebritas sampai kaum sosialita. Zara tidak hanya menjadi merek—ia bahkan telah menjadi semacam identitas pemakainya. Kate Middleton adalah salah satu orang terkenal yang sangat menggilai produk Zara.
Nah, sekarang, ada yang tahu siapa pemilik perusahaan Zara? Hmm... tidak? Well, mari saya kenalkan. Namanya Amancio Ortega.
....
....
Amancio Ortega lahir di sebuah dusun bernama Busdongo de Arbás, sebuah wilayah pelosok di Spanyol. Ia anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya seorang pekerja rel kereta api, sedangkan ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Tak perlu dikatakan, keluarga Ortega sangat kekurangan. Rumah mereka tak lebih dari sepetak tanah yang berbatasan dengan rel kereta api. Untuk keperluan sehari-hari, ibu Ortega kadang terpaksa berutang, karena tidak ada uang.
Mungkin, Amancio Ortega akan mengikuti jejak ayahnya, menjadi pekerja rel kereta api, kalau saja sesuatu tidak mengubah pikirannya...
Ortega masih ingat, waktu itu ia berusia 13 tahun, dan masih duduk di bangku SMP. Saat berjalan pulang dari sekolah, dia mendapati ibunya sedang berdiri di depan sebuah warung. Ortega pun mendekati ibunya, dengan harapan dibelikan jajan. Di luar dugaan, ibunya sedang berusaha berutang pada warung tersebut. Kelak, bertahun-tahun kemudian, Ortega bahkan masih ingat suara parau ibunya siang itu, ketika memohon agar bisa berutang, karena benar-benar tidak punya uang.
Pemilik warung tidak bisa memenuhi permintaan ibu Ortega. Saat itu, Ortega mendengar si pemilik warung berkata, “Maafkan saya, Señora, saya tidak bisa memberikan ini kepada Anda. Anda harus membayarnya.”
Sebagai bocah, Ortega tidak tahu apa yang dirasakannya waktu itu, ketika mendapati kejadian tersebut. Yang jelas, ia marah, dan merasa terhina. Dan, sejak hari itu, Ortega memutuskan untuk berhenti sekolah. Tiba-tiba dia menyadari orangtuanya sangat miskin—sebegitu miskin hingga harus memohon bisa berutang di warung. Jadi, Ortega pun memutuskan tidak akan bersekolah lagi, demi tidak makin membebani orangtuanya.
Setelah putus sekolah, Amancio Ortega berusaha mencari kerja, demi bisa membantu keluarganya. Dia diterima berkerja sebagai pesuruh dan pengantar di tempat pembuatan pakaian. Seiring berjalannya waktu, ia kemudian dipercaya, dan diangkat menjadi asisten penjahit di sana. Di tempat itu pula, Ortega mulai belajar menjahit, dan tahu cara membuat pakaian yang baik. Seiring dengan itu, Ortega juga memahami proses produksi hingga distribusi pakaian.
Bertahun-tahun kemudian, karir Ortega semakin berkembang, hingga menjadi manajer toko pakaian. Pada waktu itulah, dia mulai menyadari betapa sedikit orang yang mampu membeli pakaian berkualitas karena harga yang mahal. Kenyataan itu memunculkan ide di benak Ortega, untuk membuat pakaian yang berkualitas, namun dengan harga terjangkau.
Ide itu ditindaklanjuti dengan membuat pakaian sendiri di rumah. Jadi, setelah selesai bekerja di toko, Ortega menghabiskan waktunya untuk membuat desain pakaian, lalu menjahit di ruang tamu rumahnya. Berdasarkan pengalaman, Ortega tahu bahwa salah satu hal yang menjadikan mahalnya harga pakaian adalah keberadaan distributor. Karenanya, ketika mulai menjual pakaian buatannya, Ortega pun langsung menjual kepada konsumen, tanpa distributor, sehingga harga bisa ditekan.
Pelan namun pasti, usaha Ortega semakin berkembang. Pakaian-pakaian buatannya mulai dikenal dan digemari banyak orang—karena berkualitas, dan harganya terjangkau. Seiring makin berkembangnya usaha, Ortega mulai merekrut orang lain untuk membantu memproduksi pakaian. Usaha itu terus maju dan berkembang pesat, sampai Ortega akhirnya memutuskan membuat toko khusus untuk menjual pakaian-pakaian buatannya.
Dengan modal yang telah berhasil dikumpulkan, Amancio Ortega membangun sebuah toko di salah satu tempat perbelanjaan di Spanyol, yang ia beri nama “Zara”. Itulah toko Zara pertama di dunia... dan selanjutnya adalah sejarah.
Bisnis pakaian Ortega maju sangat pesat, karena kualitasnya yang mewah, namun harganya terjangkau. Produk-produknya digilai banyak orang—dari kalangan biasa, kaum sosialita, sampai orang-orang terkenal. Dan semua itu dicapai tanpa iklan! Amancio Ortega menjalankan bisnisnya sesuai kepribadiannya yang introver—tidak ingin tampak menonjol, tapi orang-orang mengenal produknya, dan menyukainya.
Hanya berselang sepuluh tahun sejak berdirinya toko Zara yang pertama, Ortega telah membangun 100 toko Zara lain di berbagai wilayah Spanyol. Dan jangan lupa, itu adalah bisnis raksasa yang dimulai di sebuah ruang tamu sederhana.
Sebagai introver yang terbiasa berpikir mendalam, Ortega bahkan memikirkan bagaimana bisnisnya dapat membantu orang-orang miskin seperti ibunya dulu. Karenanya, dia pun membangun pusat bisnisnya di Galicia. Di Spanyol, Galicia adalah wilayah pesisir, tempat ribuan laki-laki pergi melaut untuk mencari nafkah. Selama para lelaki itu melaut, istri mereka berdiam di rumah, dan kadang kehabisan uang.
Kepada para wanita yang ditinggal suaminya melaut, Ortega memberi pekerjaan menjahit pakaian-pakaian untuk tokonya. Dalam waktu singkat, ribuan wanita di Galicia pun menjadi pekerja untuk Amancio Ortega. Itu adalah bisnis yang didasari langkah mulia—menolong orang, dan alam semesta mengembalikan pertolongan yang diberikan dalam jumlah lebih besar.
Seiring makin membesarnya bisnis yang dibangunnya, Amancio Ortega memutuskan untuk mendirikan perusahaan induk, yang dinamai Inditex (Industrias de Diseño Textil Sociedad Anónima). Di bawah Inditex, Ortega memiliki berbagai merek lain selain Zara, di antaranya Massimo Dutti, Zara Home, Stradivarius, dan Bershka. Ortega membangun kerajaan bisnis dengan aturan dasar sederhana: Berikan yang diinginkan pelanggan, dan berikan lebih cepat daripada orang lain. Prinsip itu terbukti menjadi kunci sukses Inditex.
Di toko baju Zara, misalnya, terdapat layanan yang bisa dibilang jarang kita temukan di toko baju lain. Di Zara, konsumen boleh mencoba baju lebih dari lima potong. Dengan kata lain, setiap konsumen yang datang ke Zara boleh membawa lima baju sekaligus ke kamar pas. Bandingkan itu dengan toko baju lain yang rata-rata hanya memperbolehkan konsumen membawa dua baju untuk dicoba. Dengan layanan semacam itulah, ditunjang produk yang berkualitas, Zara mendapatkan banyak pelanggan yang loyal.
Terbukti, pada saat ini, Ortega telah memiliki lebih dari 2.000 toko Zara di 86 negara, yang tersebar di enam benua. Ada 46 toko Zara di Amerika Serikat, 347 di Cina, 1.938 di Spanyol, dan sisanya tersebar di berbagai negara. Dengan segala kesuksesan itu, Amancio Ortega menjadi miliuner!
Kehidupan Amancio Ortega memang telah berubah. Tetapi, Tuhan tahu, diri pribadi lelaki itu tak pernah berubah. Dia masih seperti dulu, ketika masih bocah—pendiam, tertutup, dan introver.
Bahkan setelah bisnisnya berskala internasional, dan produksinya digilai jutaan orang, dan dia menjadi orang paling kaya di Spanyol, Ortega selalu berusaha menjauhi publisitas. Selama bertahun-tahun, pers Spanyol selalu kesulitan menemui Ortega. Bahkan, selama bertahun-tahun, hanya ada satu foto Ortega yang sempat muncul di koran. Itu pun foto yang kebetulan diambil dari laporan tahunan perusahaan. Hanya belakangan ini Ortega bersedia difoto, dan mengizinkan foto-fotonya dimuat media.
Suatu waktu, Ortega membangun toko Zara baru di kawasan Manhattan, New York. Diam-diam, dia terbang dari Spanyol ke New York, karena ingin melihat pembukaan tokonya di Manhattan. Karena sosoknya tidak dikenal, dia pun bisa melenggang santai ke mana-mana tanpa dikenali. Di tokonya yang baru, di Manhattan, Ortega menyaksikan para pembeli yang tumpah ruah memenuhi toko barunya—orang-orang itu telah lama menunggu ada toko Zara di Manhattan, orang-orang itu sudah tak sabar ingin memiliki pakaian produk Zara.
Menyaksikan hal itu, Ortega sangat terharu, dan dia berlari ke kamar kecil, mengurung diri di sana, lalu menangis sendirian. Waktu itu, sambil terisak, dia membayangkan kalau saja orangtuanya masih ada.
Ayah ibu Ortega telah meninggal cukup lama sebelum sempat menyaksikan kesuksesan putra mereka. Betapa bocah miskin yang lahir di dusun terbelakang, yang terpaksa putus sekolah pada usia 13 tahun, yang mengawali karirnya sebagai pesuruh, telah berubah menjadi orang paling kaya di Spanyol, yang produk dan perusahaannya dikenal di seluruh dunia.
Tetapi, seperti yang dibilang tadi, sesuatu di dalam diri Amancio Ortega tak pernah berubah. Terlepas dari hiruk-pikuk media yang memberitakan perusahaannya, Ortega menutup rapat-rapat kehidupan pribadinya dari publisitas. Setiap hari, saat pulang kerja, Ortega biasa minum kopi di kedai sederhana yang telah menjadi langganannya bertahun-tahun lalu. Mungkin, pemilik kedai tidak pernah tahu bahwa lelaki yang biasa minum kopi di tempatnya adalah bocah paling kaya di negaranya.
Penampilan Ortega pun selalu sederhana, jauh dari kesan seorang pengusaha yang memiliki perusahaan beromset miliaran dollar. Dia tidak pernah memakai dasi sebagaimana umumnya eksekutif. Setiap hari, dia selalu memakai blazer biru, kemeja putih, dan celana abu-abu. Uniknya, semua pakaiannya bukan produk Zara. Di kantor, saat makan siang, dia biasa makan bersama para karyawannya di kantin.
Orang-orang yang bekerja untuk Ortega mengenal lelaki itu sebagai orang baik, bos yang ramah, pribadi yang bersahaja. Saat bersama di kantin, ketika makan siang, Ortega sering menyapa dan mendekati para pekerjanya, menanyakan kabar mereka, dan dia selalu memperhatikan hal-hal kecil di kantornya.
Namun, di luar itu, Ortega sangat tertutup. Dia menghindari tampil di hadapan umum, dan menolak semua permintaan wawancara media. Dia jarang—bahkan nyaris tidak pernah—menghadiri acara-acara sosial yang mengharuskannya bertemu banyak orang. Bahkan, ketika Pangeran Spanyol, Felipe, datang berkunjung ke perusahaan Ortega, dia tidak menemui. Tamu kerajaan yang terhormat itu justru hanya disambut salah satu wakil Ortega.
Pada 2001, perusahaan Ortega, Inditex, mulai menjual saham ke publik. Umumnya, perusahaan yang go public membuat perayaan besar untuk peristiwa penting semacam itu. Tapi tidak dengan Ortega. Dia masuk kerja seperti biasa, seolah tak ada kejadian apa-apa. Atas penjualan saham tersebut, perusahaan Ortega mendapatkan pemasukan sebesar 6 miliar dollar, dan berita itu disiarkan di semua stasiun televisi Spanyol.
Ortega sedang makan siang, ketika televisi di kantin menyiarkan berita tersebut. Dia sempat menengok ke layar televisi beberapa saat, menyaksikan dirinya diberitakan, lalu kembali ke mejanya dan melanjutkan makan—seolah tak terjadi apa-apa. Setelah makan, dia kembali bekerja seperti hari-hari sebelumnya—seolah tak terjadi apa-apa. Oh, well, Amancio Ortega adalah bocah!
Sebagai bocah, Amancio Ortega memiliki kekayaan senilai 70,7 miliar dollar, dan majalah Forbes memasukkan namanya sebagai salah satu orang paling kaya di dunia.
Sebagai bocah pula, Amancio Ortega memiliki The Epic Residences & Hotel di Miami, Florida, yang merupakan salah satu hotel terbaik di Amerika Serikat. Di Spanyol, dia membeli gedung pencakar langit tertinggi di Spanyol, Torre Picasso, yang berdiri megah di Madrid. Bangunan setinggi 515 kaki itu dibelinya seharga 536 juta dollar. Kendaraan pribadinya adalah sedan mewah Audi A8 yang lebih dari sekadar nyaman. Dia juga punya pesawat jet pribadi seharga 45 juta dollar, yang dirancang khusus oleh Bombardier, salah satu manufaktur pesawat jet mewah paling unggul di dunia.
Selain memiliki rumah yang sangat mewah di Spanyol, Ortega juga memiliki lapangan golf pribadi, lapangan berkuda, dan lain-lain. Tetapi, setiap hari, Amancio Ortega biasa makan siang bersama karyawannya di kantin, minum kopi di kedai langganannya saat pulang kerja, dan berpenampilan sederhana seperti orang-orang biasa. Di luar semua itu, dia selalu senang menghabiskan waktunya untuk bekerja.