Sabtu, 10 Juni 2017

Pernikahan Tak Seindah Itu...

Killing is like marriage, fun at first until you realize what you've done.
Zodiac Killer


Dulu, Tamara Bleszynski dan Mike Lewis saling “cinta mati”. Lalu mereka pun menikah, dan bahagia selama-lamanya...? Tidak. Mereka bercerai.

Hanya dua tahun menikah, “cinta mati” yang berkobar di antara Tamara Bleszynski dan Mike Lewis telah pudar, dan perkawinan mereka pun bubar.

Tapi ada hal unik yang terjadi pada Tamara dan Mike. Meski telah bercerai, mereka masih “rukun” sebagai teman, bahkan sering liburan bareng.

Perkawinan membutuhkan ikatan, dan kupikir itu bukti rapuhnya hubungan. Pertemanan tidak membutuhkan ikatan apa pun, ia justru lebih kekal.

Perkawinan, dalam pikiranku, adalah paradoks. Ia dilembagakan dengan tujuan agar kuat, tapi pelembagaan justru menjadikannya rapuh.

Apa pun yang dilembagakan membuktikan bahwa sesuatu di dalamnya perlu “dikurung” atau tidak dibebaskan. Begitu pula perkawinan.

....
....

Ketika Nassar menikah dengan Muzdalifah, resepsi perkawinan mereka sangat... sangat mewah. Dua tahun kemudian, mereka bercerai dan berpisah.

Dulu, aku berpikir resepsi perkawinan (apalagi mewah) dimaksudkan agar orang-orang tahu bahwa kedua mempelai telah menikah. Ternyata tidak!

Hakikat resepsi perkawinan, jika dipikir dan direnungkan, ditujukan agar membuat sepasang mempelai “eman-eman” dan malu kalau harus cerai.

Resepsi perkawinan, sebenarnya, tidak dimaksudkan “ke luar” (ke orang-orang lain), tapi ditujukan “ke dalam” (kepada sepasang mempelai).

Ketika resepsi perkawinan digelar, resepsi itu seolah berkata, “Sekarang orang-orang tahu kalian telah menikah.” Itu semacam ultimatum.

Karenanya, semakin mewah resepsi perkawinan digelar, kadar ultimatumnya semakin kuat. Rasa “eman-eman” dan malu yang terjadi kian berat.

Tapi rupanya itu pun kadang (dan sering kali) tak mampu menahan sepasang suami-istri untuk tidak berpisah. Buktinya Nassar dan Muzdalifah.

Mungkin mereka menyesal karena telah menggelar resepsi perkawinan secara besar dan mewah. Tapi menyesal tentu lebih baik daripada menderita.

Sekarang bayangkan apa yang terjadi jika sepasang suami istri itu bukan Nassar dan Muzdalifah. Mungkin mereka tetap bertahan, meski terluka.

....
....

Risty Tagor menikah dengan Stuart Collin. Mereka pasangan serasi, saling cinta, dan apakah mereka bahagia selamanya? Tidak, mereka bercerai.

Hanya dalam hitungan bulan, Risty Tagor dan Stuart Collin sudah tak mampu melanjutkan hubungan perkawinan mereka, dan memutuskan bercerai.

Ajaib, kalau dipikir-pikir. Betapa dua orang bisa menjalin hubungan sampai lama sebagai teman, tapi langsung bubar ketika dinikahkan.

Perkawinan adalah ikatan, sementara manusia (selalu) membutuhkan kebebasan. Memikirkan hal ini sampai bertahun-tahun, aku tidak juga paham.

Apa latar belakang perceraian Risty Tagor dengan Stuart Collin? Finansial. Perkawinan melancarkan rezeki? Oh, tolong katakan pada mereka.

....
....

Bella Shofie, kita tahu, menikah dengan Suryono. Satu tahun setelah menikah, tepat di Hari Valentine, Suryono menggugat cerai Bella Shopie.

Apa alasan Suryono menggugat cerai istrinya? Karena Bella Sophie katanya tidak memenuhi kewajiban sebagai istri. Sepele, sederhana.

Orang-orang mengatakan, perkawinan akan membuatmu tenteram, damai, dan bahagia. Mungkin Suryono dan Bella Shofie perlu mendengarkannya.

Oh, mungkin Suryono dan Bella Shofie telah mendengar ocehan dan bualan semacam itu. Tapi mereka menghadapi realitas yang tidak seperti itu.

....
....

Lalu Ayu Ting Ting, yang menikah dengan Enji. Bagaimana kabar mereka? Bahagia selama-lamanya? Sama saja. Setahun menikah, mereka bercerai!

Ayu Ting Ting bahkan menggugat cerai suaminya, ketika dia sedang mengandung bayi mereka. Bisa dibayangkan beratnya beban yang dihadapinya.

Mengandung bayi adalah beban, dan menggugat cerai adalah beban lain. Fakta Ayu Ting Ting rela menanggungnya, jelas menunjukkan dia sengsara.

“Menikahlah, dan hidupmu akan indah, tenteram, dan bahagia,” kata orang-orang. Tapi Ayu Ting Ting pasti menghadapi realitas yang berbeda.

Jika memang menikah menjadikan orang bahagia, damai, dan tenteram, Ayu Ting Ting saat ini pasti masih menjadi istri Enji. Realitasnya tidak.

Jika teori tidak sesuai realitas, maka artinya ada yang salah. Itu rumus yang sederhana. Yang aneh, betapa sedikit yang menyadarinya.

....
....

Cici Paramida juga bisa menjadi contoh kasus. Hanya sembilan bulan setelah menikah, dia menggugat cerai suaminya. Hanya sembilan bulan!

Ajaib, atau ironis, betapa sepasang manusia bisa menjalin hubungan bertahun-tahun tanpa ikatan, lalu saling berpisah ketika mulai diikat.

Contoh-contoh ini, jika diteruskan, bisa sangat buanyak dan panjang sekali, dan kultwit ini mungkin baru akan selesai sehabis lebaran.

Rangkaian tweet ini adalah upaya pembanding dan penyeimbang atas banyaknya “iklan palsu” yang mempromosikan perkawinan secara berlebihan.

Jika orang-orang mengatakan menikah akan membuatmu bahagia, tanyakan kenapa banyak orang yang bercerai dan saling gugat pasangannya sendiri.

Jika orang-orang mengatakan menikah akan membuat damai dan tenteram, pikirkan kenapa berita-berita perceraian nyaris tak pernah berhenti.

Jika orang-orang mengatakan menikah akan melancarkan rezeki, tanyakan kenapa ada banyak keluarga miskin, melarat, dan anak-anak telantar.

Jika orang-orang bertanya “Kapan kawin?” kepadamu, tanyakan, “Apakah perkawinanmu bahagia?” Lalu lihat dan perhatikan reaksi di wajahnya.

Setiap kali menemukan orang yang suka menyuruh dan memprovokasimu cepat menikah, perhatikan dan amati, hidup orang itu pasti menyedihkan.

Lihat dan amatilah sekelilingmu. Orang-orang bahagia tidak mengusikmu. Tapi yang suka menyuruh-nyuruhmu cepat menikah... semuanya pecundang.

Setiap kali menemukan orang yang bertanya “Kapan kawin?” atau semacamnya, pahamilah bahwa dia sedang berupaya menghibur diri sendiri.

Ketika orang bertanya “Kapan kawin?”, sebenarnya dia sedang mengatakan, “Aku lebih bahagia darimu.” Itu menunjukkan pelakunya tidak bahagia.

Karena kebahagiaan tak pernah butuh pengakuan, termasuk kebahagiaan dalam perkawinan. Jangan membohongi diri sendiri dan orang lain.

Akhirnya, hidup adalah soal pilihan, begitu pun perkawinan. Masing-masing orang punya cara sendiri dalam menjalani hidup yang dianggap baik.

Yang baik bagimu belum tentu baik bagi orang lain. Karenanya, tidak usah repot-repot memaksakan pilihan hidupmu pada hidup orang-orang lain.

Perkawinan adalah soal pilihan. Hanya dengan cara itu, orang bisa saling menghormati pilihan masing-masing, tanpa harus merasa lebih tinggi.


*) Ditranskrip dari timeline‏ @noffret, 2 Februari 2017.

 
;