Jumat, 01 April 2022

Harta Paling Berharga

Harta paling berharga adalah sehat. #NoDebat
@noffret


Waktu check up ke dokter tempo hari, saya dikasih resep obat; pil dan kapsul. Karena tidak bisa menelan obat, saya terpaksa mengunyahnya. Pilnya tidak terlalu bermasalah, masih bisa “ditoleransi” lidah. Tapi kapsulnya pahit luar biasa. Mulut sampai terasa terbakar.

Butiran pil bisa dikunyah, jadi saya mengunyahnya. Sementara kapsul, saya buka cangkangnya, lalu saya keluarkan isinya—berupa bubuk, dengan bau agak tajam. Bubuk kapsul itu saya taruh di sendok, campur sedikit teh manis, lalu saya masukkan ke mulut. And then... besoknya saya sakit. 

Tentu saja ini bukan berarti sebab-akibat; bahwa saya sakit gara-gara minum kapsul. Cuma, pas ke dokter tempo hari, sebenarnya saya masih relatif sehat, wong nyatanya bisa ke tempat dokter. Tapi begitu “terbakar” oleh kapsul, mungkin tubuh saya kaget, hingga akhirnya sakit.

Entahlah. Yang jelas, sejak itu, saya terkapar di tempat tidur, dengan tubuh tak nyaman. Mau ngapa-ngapain rasanya malas, lesu, ogah-ogahan. Gara-gara “insiden kapsul” itu pula, saya jadi kepikiran bikin startup.  

Berapa banyak orang seperti saya—tak bisa menelan obat? Banyak, mungkin jutaan, atau bahkan mungkin miliaran. Dan selama ini, jutaan atau bahkan mungkin miliaran orang itu tersiksa setiap kali harus mengonsumsi obat yang pahitnya ngujubilah setan.

Kenapa obat memiliki rasa pahit atau tidak enak? Dalam pikiran saya, pasti ada cara agar obat bisa dibuat enak, atau setidaknya “ramah di lidah”, sehingga orang—khususnya yang tak bisa menelan obat—bisa mengonsumsi obat dengan santai. 

Tapi selama ini tidak ada yang pernah membuat obat dengan rasa enak. Kita sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, atau sakit apa pun, obatnya tak pernah enak! Jadi, saya kepikiran membangun strartup yang khusus membuat aneka obat dengan rasa yang sangat enak!

Sekali lagi, dalam pikiran saya, bayangkan betapa indahnya dunia, andai ada obat sakit kepala rasa durian, misalnya. Atau obat sakit perut rasa sate. Obat terkilir rasa rendang. Obat sakit gigi rasa mangga. Dan seterusnya. Obat akan jadi konsumsi asoy. 

Setidaknya ada 7 miliar orang di planet ini. Jika setengah miliar saja dari mereka tidak bisa menelan obat, mereka pasti akan memilih obat-obatan (pil atau kapsul) yang rasanya enak, seperti yang saya sebut tadi. Dan setengah miliar orang jelas pasar yang luas untuk startup!

Membayangkan itu, saya jadi bergairah, dan sempat membayangkan bakal sekaya Elon Musk. Menindaklanjuti rencana itu, saya pun menghubungi orang-orang berkompeten di bidang medis, khususnya dalam urusan produksi obat-obatan. Saya perlu pertimbangan mereka. 

Saya pun mempresentasikan yang saya pikirkan pada mereka, tentang rencana memproduksi obat-obatan yang punya rasa asoy, hingga orang tak perlu lagi khawatir tiap harus mengonsumsi obat. Saya sudah tak sabar merekrut mereka, dan mendirikan startup obat-obatan! 

Sayangnya, mereka menggelengkan kepala, dan menilai rencana saya terlalu “utopis”. Menurut mereka, obat-obatan (pil/kapsul atau semacamnya) memang sengaja dibuat pahit atau tidak enak, agar orang tidak mudah mengonsumsinya! 

Saya tercengang, “Lha piye iki?” 

Mereka menjelaskan, “Obat itu racun. Meski punya kemampuan menyembuhkan, tapi obat dibuat menggunakan zat-zat kimia, dan itu bisa menjadi racun bagi tubuh. Karenanya, orang harus hati-hati mengonsumsi obat, agar manfaatnya lebih besar daripada mudaratnya.”

“Obat, apa pun bentuknya, sengaja dibuat tidak enak, agar orang tidak senang—dan lebih berhati-hati—saat mengonsumsinya,” sambung mereka. “Jika obat dibuat enak, itu bisa berbahaya, karena orang akan keasyikan mengonsumsi, hingga bisa berakibat buruk atau fatal.”

Saya manggut-manggut mendengar penjelasan itu, dan mulai paham. Tapi karena telah membayangkan bakal sekaya Elon Musk, saya mencoba “menawar”. Saya bilang ke mereka, “Bisakah kita menerobos hal itu? Startup adalah upaya menciptakan terobosan, kan?

“Maksud saya, apa salahnya kalau kita bikin obat dengan rasa enak, sambil tetap memastikan konsumennya berhati-hati mengonsumsi, sebagaimana obat konvensional? Toh, bagaimana pun, orang akan paham bahwa obat adalah obat, meski rasanya enak.”

“Mungkin bisa,” jawab mereka, “tapi urusannya bisa sangat panjang dan rumit, karena membutuhkan regulasi baru. Jika kita benar mau bikin obat yang enak, kita mungkin harus berurusan dengan BPOM, FDA, sampai WHO. Dan jangan lupakan MUI, betewe.” 

Terus terang, saya awam soal ini, jadi tidak tahu apakah itu benar atau tidak—soal regulasi baru jika ada pihak yang ingin membuat obat-obatan dengan rasa enak. Intinya, presentasi saya buntu, karena pihak yang berkompeten menganggapnya “terlalu utopis”. 

Saat ini, saya jadi tertarik mempelajari dan menelusuri soal itu, dan mulai mengumpulkan materi-materi terkait produksi obat-obatan, untuk benar-benar tahu bagaimana proses pembuatannya; sejak obat masih berupa “teori” sampai berwujud untuk dikonsumsi.

Terlepas dari semua itu, saya ingin menyatakan hal penting yang tak pernah dikatakan orang tuamu. Harta paling berharga di dunia ini bukan keluarga, tapi kesehatan. Keluarga bisa membuatmu sakit, khususnya kalau mereka toxic, dan kau harus minum obat yang pahit.

Harta paling berharga di dunia adalah kesehatan. Kalau tubuh sehat, kita bisa belajar dengan baik, bekerja dengan baik, menjalani kehidupan dengan baik, juga main Twitter dengan baik. Kita bisa melakukan semua itu jika sehat... bahkan, umpama, meski tak punya keluarga. 

 
;