Bagaimana cara agar konsisten melakukan sesuatu yang sama terus menerus? Jika pertanyaan itu diajukan kepada saya, jawabannya “senang melakukannya”. Jika kita menyenangi yang kita lakukan, kita akan mampu melakukan terus menerus, konsisten, tanpa henti. Setidaknya, itulah yang saya alami saat menulis di blog ini.
Saat catatan ini di-publish, blog ini berusia 15 tahun. Bukan waktu yang sebentar, tentu saja. Dan jika saya perhatikan, saya cukup konsisten melakukannya, dengan bukti tulisan yang selalu ada setiap bulan dan setiap tahun, meski kadang naik turun. Mengapa saya mampu melakukannya, sementara banyak blogger lain memilih berhenti dan menyerah?
Karena saya senang melakukannya.
Saya menyenangi yang saya lakukan. Jika saya menulis di blog dengan tujuan uang, sejak lama saya sudah menyerah, wong blog ini tidak menayangkan iklan atau apapun yang menghasilkan uang! Jika saya menulis di blog dengan tujuan popularitas, saya juga sudah berhenti sejak lama, karena bertahun-tahun ngeblog toh saya tetap bukan siapa-siapa.
Jadi, saya ngeblog semata-mata karena senang melakukannya, dan memang ingin melakukannya. Dan kalau kita senang melakukan sesuatu, kita pasti tidak terpikir macam-macam, yang penting asyik melakukannya. Wong senang, kok!
Ada orang senang memancing, misalnya. Dia bisa seharian memegangi joran di pinggir sungai, tanpa merasa capek atau bosan. Malah ada yang sampai bela-belain mancing semalaman, tidak tidur, begadang sambil megang joran sampai tengah malam atau dini hari. Padahal belum tentu dapat ikan. Kalaupun dapat, belum tentu hasilnya memuaskan. Tapi kapan pun ada waktu luang, mereka melakukannya, dan terus melakukannya. Karena menyukai yang mereka lakukan.
Dalam hal ini, kesukaan saya kebetulan bukan mancing ikan. Tapi belajar. Saya senang mempelajari apa saja, khususnya belajar lewat buku atau bacaan. Hasil dari belajar bertahun-tahun tanpa henti adalah pengetahuan yang menumpuk dalam pikiran. Banyaknya pengetahuan mendorong saya terus aktif berpikir, berkontemplasi, dan kegiatan itu menghasilkan sesuatu yang saya sebut kristal kegelisahan.
Kristal kegelisahan, dalam perspektif saya, adalah pemikiran yang dihasilkan dari pengalaman hidup, yang bersatu dengan tumpukan pengetahuan dan wawasan yang kita pelajari. Saat seseorang memiliki kristal kegelisahan, dia pasti ingin “menumpahkannya”—karena tidak mungkin memendamnya terus menerus dalam pikiran. Dalam hal ini, saya memilih menulis sebagai sarana menumpahkan kegelisahan dalam pikiran.
Menulis, bagi saya, adalah cara terbaik untuk mengeluarkan pemikiran tentang apapun, tanpa mengganggu siapa pun. Kalau saya mengeluarkan pemikiran pada teman, misalnya, bisa jadi dia bosan mendengarkannya. Tapi dengan menulis, saya hanya perlu menulis, mengeluarkan apapun yang ada dalam pikiran, dan tidak mengganggu siapa pun.
Dulu, sebelum internet digunakan masyarakat secara luas, saya hanya menuliskan pemikiran-pemikiran di buku tulis atau diary, yang saya baca sendiri. Tidak ada orang lain yang membaca, selain saya. Dan saya terus melakukannya, karena memang senang melakukannya.
Lalu internet dikenal masyarakat luas, dan lahir blog. Banyak orang menganggap blog sebagai “diary online”, yang memungkinkan siapa pun menulis di blog sebagaimana menulis di buku diary. Bedanya, kalau di blog, orang lain bisa ikut membaca tulisan kita. Sebagian penulis blog bahkan membuka kolom komentar, sehingga pembaca bisa ikut mengomentari tulisannya di blog.
Saya adalah satu di antara ribuan pengguna internet di Indonesia yang ikut membuat blog. Dan sama seperti para penulis blog yang lain, saya juga menuliskan hal-hal keseharian, serta hal-hal yang saya pikirkan. Bisa dibilang sama seperti ketika saya menulis di buku diary, namun kali ini orang-orang lain—lewat sarana internet—bisa ikut membaca.
Sejak awal bikin blog ini, saya hanya terpikir untuk “memindahkan” catatan diary saya ke internet. Jadi, sejak awal pula, saya tidak terobsesi dengan popularitas atau semacamnya. Pikir saya, kalau ada orang lain yang ikut membaca tulisan saya di blog, ya monggo. Kalau tidak ada yang membaca, ya tidak apa-apa, wong saya cuma melakukan yang ingin saya lakukan.
Dan “melakukan yang ingin saya lakukan” itu belakangan terus berlangsung sampai lima belas tahun. Saya sendiri agak kaget, sebenarnya. Kok tahu-tahu sudah 15 tahun. Tidak terasa. Mungkin itulah cinta. Kita hanya ingin melakukan, dan terus melakukan, karena memang menyukai yang kita lakukan.
Ke depan, saya akan terus mengisi blog ini sebagaimana dulu saya rutin menulis diary. Entah sampai kapan, saya tidak tahu. Yang jelas, prinsip saya terkait blog ini tidak akan berubah; ada yang ikut baca ya silakan, tidak ada yang membaca ya tidak apa-apa.