Tampaknya, membaca dengan tendensius sama buruknya dengan menulis dengan tendensius. Sama-sama menyulitkan kita untuk berpikir jernih dan objektif.
Aku bingung dengan tweet di bawah ini. Yang dilakukan Detik itu sudah benar, dan judul yang digunakan juga sudah benar. Bahwa "Ma'ruf Amin menyurati DPR dan meminta RUU KUHP segera disahkan."
Yang ia minta ditunda itu RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual), bukan RUU KUHP.
[Tweet tidak di-quote, jadi sulit ditemukan.]
Menggunakan kalimat yang lebih mudah dipahami, "Ma'ruf Amin (melalui MUI) mengirim surat kepada DPR, dan meminta agar RUU-KUHP segera disahkan, sekaligus meminta RUU-PKS ditunda."
RUU-KUHP dan RUU-PKS itu dua hal yang BERBEDA.
Kutipan dari artikel Detik, paragraf 3:
"Dalam surat tertanggal 12 Agustus 2019 itu, Ma'ruf Amin selaku Ketua MUI mendorong DPR agar segera mengesahkan RUU KUHP sebelum berakhirnya DPR periode 2014-2019."
Perhatian kalimat itu: AGAR SEGERA MENGESAHKAN RUU KUHP.
Dan ini kutipan dari artikel Detik, halaman 2, paragraf terakhir:
"Adapun terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, MUI meminta agar DPR tidak terburu-buru mengesahkan."
Yang diminta MUI agar "tidak terburu-buru mengesahkan" itu RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).
Kesalahan Detik, mungkin, memecah artikel berita singkat itu menjadi dua halaman, sehingga pembaca kehilangan fokus dari paragraf awal ke paragraf terakhir. Selain itu, penulisan beritanya juga "ngambang" atau tidak fokus (Jawa: kurang cetho), sehingga pembaca rentan salah paham.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Septmber 2019.