Omong-omong soal sampah plastik...
Entah orang-orang memperhatikan atau tidak. Dulu, pemanasan global menjadi isu besar di dunia, termasuk di Indonesia. Isu itu belum (bahkan tidak) selesai, tapi lalu surut. Setelah itu, muncul isu sampah plastik.
Terkait urusan sampah plastik, selama ini kebanyakan orang hanya meributkan remah-remahnya, tapi melupakan sumbernya. Pandangan lebih ditujukan kepada konsumen, tapi produsen dilupakan. Padahal keberadaan sampah plastik berasal dari produsen, bukan semata dari konsumen.
Setiap hari, jutaan mi instan diproduksi dan dikonsumsi, dan artinya ada jutaan sampah plastik yang akan terbuang. Apakah kita meributkan mi instan? Tidak! Kalau pun meributkan, yang kita ributkan adalah pihak konsumen, tapi tidak ada yang menudingkan jari pada produsen. Aneh?
Jadi kita terus menerus meributkan genteng bocor yang membuat air hujan masuk rumah, dan yang kita lakukan hanya terus menerus mengepel dan mengeringkan lantai, tapi tidak membenahi genteng yang bocor! Ini benar-benar tolol campur asu, karena kita dikibuli kebodohan diri sendiri.
Sampah plastik memang berbahaya, itu fakta. Penggunaan plastik perlu dibatasi, itu bagus! Tapi jangan lupakan produsen yang saban hari menggelontorkan plastik baru untuk jadi sampah, karena itulah inti persoalan sebenarnya! Jika konsumen perlu tanggung jawab, produsen pun sama!
Kalau kita mau ngemeng sampah plastik secara adil dan proporsional, minta produsen turun tangan. Produsen mi instan, misalnya, harus punya tanggung jawab (moral dan sosial) untuk membersihkan sampah plastik dari produk yang mereka hasilkan—tidak semata dibebankan pada konsumen!
Sedari awal, bagiku, ribut-ribut soal sampah plastik ini sudah aneh, karena semua fokus ditujukan pada konsumen, tapi melupakan produsen. Konsumen disalah-salahkan, tapi semua bungkam terhadap ulah produsen.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 April 2019.