Sambil menunggu cokelat di gelas habis, aku kepikiran sesuatu yang sepertinya perlu diocehkan. Mumpung udud masih separuh. (Udud habis, ngoceh selesai).
Cukai plastik, yang saat ini telah diberlakukan, siapa yang mengusulkan? Sri Mulyani. Cukai minuman kemasan, yang saat ini ramai dibicarakan, siapa yang mengusulkan? Sri Mulyani. Dan, kalau kau belum tahu, Sri Mulyani saat ini juga tengah membidik cukai untuk kendaraan!
Apa alasan Sri Mulyani mengenakan cukai atas hal-hal tersebut? Jawabannya tentu mulia—dan ndakik-ndakik, tentu saja! Plastik dan kendaraan tidak ramah lingkungan, karena itu harus dikenai cukai. Minuman kemasan tidak baik untuk kesehatan, jadi harus dikenai cukai.
Tapi apakah memang itu alasannya? Sebenarnya, Sri Mulyani sendiri mengakui kalau penarikan cukai atas hal-hal tersebut akan menambah pemasukan bagi negara (dia mengincar uangnya!). Berdasarkan estimasinya sendiri, Sri Mulyani memproyeksikan pemasukan triliunan rupiah per tahun.
Dari cukai plastik, Sri Mulyani mengestimasikan pemasukan Rp1,6 triliun per tahun. Dari cukai motor dan mobil, estimasinya Rp15,7 triliun. Sementara dari cukai minuman kemasan, jumlahnya luar biasa, karena merentang dari banyak produk, dari jenis soda sampai sachet.
Dari cukai produk teh kemasan saja, estimasinya Rp2,7 triliun. Dari minuman berkarbonasi, Rp1,7 triliun. Dari energy drink dan kopi konsentrat, Rp1,85 triliun. Total pemasukan cukai dari aneka produk minuman itu mencapai Rp6,25 triliun. Siapa yang bayar? Kita, konsumen, rakyat!
Masih ingat green capitalism yang kuocehkan tempo hari? Beginilah permainannya dilakukan. Para kapitalis mengeruk untung dengan menunggangi isu lingkungan. Sementara pemerintah memanfaatkan isu lingkungan dan kesehatan untuk menarik cukai!
Dan apa artinya itu? Oh, well, itulah salah satu contoh green capitalism. Kapitalisme yang memanfaatkan isu lingkungan, dengan menimpakan semua beban pada konsumen. Seiring dengan itu, mereka juga memproduksi aneka barang lain yang seolah mengajak kita merawat alam; Go green.
Jika penarikan cukai untuk semua hal yang disebut tadi telah dilakukan, dan negara mendapat pemasukan sekian triliun per tahun, ke mana larinya uang banyak itu? Jawabannya tentu untuk "infrastruktur", "pembangunan". Yang mungkin kita lupa... negara kita telah berutang untuk itu.
Ocehan ini, kalau kujelaskan secara detail, bisa panjang sekali, dan mungkin akan selesai tahun 2479. Intinya, semua ini sebenarnya cuma permainan ala monopoli (aset, modal, kuasa). Bedanya, dalam hal ini, semua pemain mendapat untung, sementara penonton—kita semua—harus bayar!
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Februari 2020.