Senin, 01 September 2025

Lapisan Pengetahuan dan Keyakinan

Ada banyak hal yang memiliki lapisan. Bumi, misalnya, memiliki banyak lapisan, dan pengetahuan manusia belum mampu mengetahui apa yang ada di lapis terdalam. Begitu pun langit, dan hal-hal di antaranya. Semuanya menjadi pengetahuan, dan di dalam pengetahuan pun ada lapisan.‏
 
Siapa yang menjamin pengetahuan yang kita tahu memang benar? Bisa jadi, pengetahuan yang kita tahu—dan kita yakini—sebenarnya salah, karena kita hanya mendapat pengetahuan di lapis terluar yang ternyata hasil rekayasa. Ada banyak pengetahuan yang sebenarnya salah, tapi terkenal.

Selama puluhan tahun, misal, kita mendapat pengetahuan soal sejarah PKI, juga heroisme dan kehebatan tokoh-tokoh tertentu. Belakangan, kita tahu pengetahuan soal PKI hanya rekayasa, sementara heroisme dan kehebatan tokoh-tokoh tertentu yang semula sangat meyakinkan kini mulai dipertanyakan.

Di ranah internasional, kita mengenal tragedi Holocaust yang konon menewaskan 6 juta orang Yahudi. Dunia dipaksa mempercayai kisah itu, tanpa ada kesempatan mempertanyakan. Selama puluhan tahun, Holocaust dianggap kebenaran mutlak, sampai kemudian ada yang berani membongkar.

“Sejarah ditulis pemenang.” Memang tidak selalu begitu, rapi seringnya begitu. Dan kita telah diberitahu kenyataan itu sejak dulu, tapi sering lupa, dan menerima serta mempercayai apa saja yang ditulis oleh para pemenang—siapa pun mereka. Dari situlah muncul lapisan demi lapisan dalam sejarah, pengetahuan, sampai sistem keyakinan.

Selalu ada kemungkinan bahwa sejarah yang kita tahu hanyalah hasil rekayasa. Begitu pula pengetahuan yang kita terima dan kita percaya. Untungnya, sejarah masih memungkinkan pengungkapan, dan pengetahuan masih memungkinkan revisi. Tapi bagaimana dengan sistem keyakinan?

Orang mungkin masih tersenyum saat diberitahu bahwa sejarah yang ia pelajari ternyata salah. Orang juga masih bisa tertawa saat diperlihatkan bahwa pengetahuan yang ia tahu ternyata keliru. Tapi apa yang sekiranya terjadi saat orang diberi tahu bahwa keyakinannya salah dan keliru?

Di zaman kuliah dulu, salah satu mata kuliah yang kuambil adalah Studi Tokoh Islam. Masing-masing mahasiswa membuat makalah mendalam seputar satu tokoh yang dipilih, dan mempresentasikannya. Aku dapat tugas membahas tokoh X (sori, tak bisa kusebutkan namanya).

X adalah tokoh Islam terkemuka, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Temuan, wawasan, serta berbagai perspektifnya, telah membuka cakrawala pengetahuan yang mempengaruhi dunia. Siapa pun yang cukup gaul pasti kenal tokoh ini. Tapi ternyata ada sesuatu yang "mengerikan".

Semakin dalam aku menelusuri kisah hidup tokoh X, semakin bermunculan fakta-fakta aneh dan tak terbayangkan—mungkin lebih tepat disebut “memalukan”. Saat kukonfirmasikan ke dosen, dia menyatakan, “Itu (fakta-fakta memalukan tersebut) benar, tapi sebaiknya jangan diungkapkan.”

Jadi, aku kemudian menulis makalah seputar tokoh X dan hanya menyebutkan sisi-sisi baik serta kehebatannya, tanpa sedikit pun menyebutkan “hal memalukan” yang ia lakukan. Dalam hal itu, aku telah sengaja menyingkirkan satu lapis dari tokoh X, dan hanya menyebutkan lapis terluar.

Itu contoh sederhana bagaimana pengetahuan yang kita dapatkan (dan kita percaya) tidak pernah terjamin benar seutuhnya, karena selalu ada kemungkinan tangan-tangan tak terlihat telah sengaja menyuguhkan apa yang ingin disuguhkan, dan menyingkirkan apa yang ingin disingkirkan.

Dalam contoh tersebut, “rekayasa” yang kulakukan tergolong “soft”, karena hanya memunculkan yang ingin kumunculkan, sambil menyembunyikan yang ingin kusembunyikan. Dalam hal itu, aku sama sekali tidak membengkokkan atau memanipulasi fakta hingga menyimpang atau berubah.‏
 
Tapi bagaimana dengan banyak pengetahuan yang kita dapat selama ini? Siapa yang menjamin kalau pengetahuan itu sama sekali tanpa rekayasa? Dan kalau rekayasa benar terjadi, siapa yang menjamin kalau mereka hanya menyembunyikan sebagian fakta tanpa membengkokkan dan memanipulasi?

Kehidupan yang tidak direfleksikan, kata bocah terkenal di Yunani Kuno, adalah kehidupan yang tidak pantas dijalani. Sekarang, aku memikirkan hal serupa. Jangan-jangan, pengetahuan dan keyakinan yang tidak dipertanyakan adalah pengetahuan dan keyakinan yang tidak pantas diyakini.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 April 2019.

Penipuan Terbesar di Dunia

Penipuan itu terjadi di depan mata kita—sewaktu-waktu—dan kita sering kali ikut terlibat di dalamnya, berpura-pura seolah itu tidak terjadi. Kita tahu itu penipuan, tapi kita pura-pura tak tahu, begitu pula orang lain, dan orang yang sedang menjadi korban penipuan. 

Penipuan itu terus berlangsung dari waktu ke waktu, semakin banyak korban yang tertipu. Dan semua orang tetap pura-pura tak tahu. Beberapa korban kadang menyadari telah tertipu, tetapi kebanyakan mereka malu mengakuinya. Alih-alih mengakui dan memberi tahu orang lain agar tidak tertipu seperti dirinya, mereka justru berusaha agar orang-orang lain tertipu seperti mereka.  

Maka gaya hidup baru pun dimulai. Orang-orang yang telah jadi korban penipuan berusaha menarik orang-orang lain agar tertipu seperti mereka. Bukannya memberi tahu orang lain atas jebakan tipuan yang telah memerangkap mereka, orang-orang itu justru berusaha menipu orang-orang lain tentang kondisinya. 

Bertahun-tahun bahkan berabad-abad kemudian, penipuan itu telah jadi kebudayaan, dan diwariskan turun temurun. Kita adalah anak-anak hasil tipuan yang memerangkap orang-orang dari masa lalu. Dan, bisa jadi, kita pun akan terus melanjutkan perjalanan penipuan itu, dan mewariskannya kepada anak-anak kita.

....
....

Kadang-kadang aku ngeri menjadi manusia.

Punya Kesibukan

Orang yang punya kesibukan adalah orang yang beruntung. Karena setidaknya ia fokus pada kesibukannya, bukan ngerusuhi kehidupan pribadi orang lain.

Kantor Wali Kota Dibakar

Kantor Wali Kota Pekalongan dibakar massa. Di tengah berita demonstrasi hari-hari ini, berita itu mungkin terdengar "wajar". Tapi peristiwa itu sebenarnya sangat janggal dan tak masuk akal. Alasannya sangat sederhana; warga Pekalongan tidak punya masalah dengan wali kotanya!

Jika para jurnalis meliput peristiwa itu, coba wawancarai warga Pekalongan yang benar-benar tinggal di Pekalongan. Mereka akan menyatakan keheranan terkait peristiwa itu. Karena jika warga Pekalongan benar-benar melakukan demonstrasi, mereka tidak akan membakar kantor wali kota!

Rata-rata warga Pekalongan percaya bahwa para pelaku pembakaran kantor wali kota dan penjarahan yang mengikutinya bukan warga Pekalongan. 

Sejak awal, aksi demonstrasi beberapa hari ini sudah tidak wajar. Hati-hati, guys, semua yang terjadi saat ini tidak seperti yang terlihat.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Agustus 2025.

Jadi Akik

“Setelah itu, kamu jadi apa?”

“Setelah itu, aku jadi akik.”

....
....

Uwong ora ilmiah blas!

Memahami Arti Agama

Jadi kepikiran. Di Indonesia gak ada ya, situs ala Church and State gitu? Setahuku, yang "agak gila" kayak gitu cuma Indonesian Faith Freedom (terjemahan dari situs berbahasa Inggris). Tapi itu pun diblokir di Indonesia, dan entah masih aktif sampai sekarang atau tidak.

Padahal situs-situs kayak gitu sebenarnya dibutuhkan, agar kita—atau setidaknya sebagian dari kita—bisa belajar tentang agama secara (lebih) objektif, khususnya dari orang yang tidak beragama. Itu tidak saja menambah kearifan dalam beragama, tapi juga untuk menguji iman kita.

Dulu, salah satu mata kuliahku di kampus adalah Perbandingan Agama-Agama. Isinya agak ngeri. Pernah, teman sebelahku di kelas berbisik, "Aku khawatir, begitu keluar kelas, aku sudah kafir."

Tapi nyatanya dia tetap taat beragama, dan tetap tekun beribadah... sampai sekarang.

Dalam pikiranku, orang baru benar-benar memahami arti agama, ketika keyakinannya dalam beragama dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan dan realitas-realitas yang secara telak menghantam iman dan keyakinannya... lalu dia berusaha, belajar sangat keras, untuk menemukan jawabannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6 Agustus 2019.

Percakapan dalam Film

Yang aku suka dari banyak film Hollywood: Tokoh-tokoh dalam film sering kali berbicara dengan nada rendah, dengan kalimat yang simpel (tidak terdengar cerewet), tapi mengandung makna yang dalam.

Kalimat dalam percakapan adalah hal yang selalu kuperhatikan dalam film.

Ada orang-orang yang kalau ngomong kelihatan pinter banget, tapi sebenarnya kosong gak ada isinya.

Kadang kita perlu melakukan hal yang benar, meski hati kita sakit. —Mera, mbakyunya Aquaman


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Maret 2019.

Minum Klorofil

Mau beli klorofil, tapi marketplace langganan lagi eror.

Hari gini masih minum klorofil? 

Lhoh, jangan salah. Bocah-bocah superhero, khususnya yang tergabung dalam Avengers, juga minum klorofil. Kalau mereka lagi ngumpul di rumah Tony Stark, minumnya klorofil. Fyi aja.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 April 2019.

Hujan di Luar

Ini yang hujan di luar, kenapa hatiku yang basah?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Februari 2012.

Mengetahui Tren Terkini

Mengetahui tren terkini memang baik. Tapi bukan berarti kita harus selalu mengikuti. Tetap jadilah dirimu sendiri.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 6 April 2019.

Ora

Ora bakal.

Ora percoyo.

Ora kere.

 
;