Ada banyak hal yang memiliki lapisan. Bumi, misalnya, memiliki banyak lapisan, dan pengetahuan manusia belum mampu mengetahui apa yang ada di lapis terdalam. Begitu pun langit, dan hal-hal di antaranya. Semuanya menjadi pengetahuan, dan di dalam pengetahuan pun ada lapisan.
Siapa yang menjamin pengetahuan yang kita tahu memang benar? Bisa jadi, pengetahuan yang kita tahu—dan kita yakini—sebenarnya salah, karena kita hanya mendapat pengetahuan di lapis terluar yang ternyata hasil rekayasa. Ada banyak pengetahuan yang sebenarnya salah, tapi terkenal.
Selama puluhan tahun, misal, kita mendapat pengetahuan soal sejarah PKI, juga heroisme dan kehebatan tokoh-tokoh tertentu. Belakangan, kita tahu pengetahuan soal PKI hanya rekayasa, sementara heroisme dan kehebatan tokoh-tokoh tertentu yang semula sangat meyakinkan kini mulai dipertanyakan.
Di ranah internasional, kita mengenal tragedi Holocaust yang konon menewaskan 6 juta orang Yahudi. Dunia dipaksa mempercayai kisah itu, tanpa ada kesempatan mempertanyakan. Selama puluhan tahun, Holocaust dianggap kebenaran mutlak, sampai kemudian ada yang berani membongkar.
“Sejarah ditulis pemenang.” Memang tidak selalu begitu, rapi seringnya begitu. Dan kita telah diberitahu kenyataan itu sejak dulu, tapi sering lupa, dan menerima serta mempercayai apa saja yang ditulis oleh para pemenang—siapa pun mereka. Dari situlah muncul lapisan demi lapisan dalam sejarah, pengetahuan, sampai sistem keyakinan.
Selalu ada kemungkinan bahwa sejarah yang kita tahu hanyalah hasil rekayasa. Begitu pula pengetahuan yang kita terima dan kita percaya. Untungnya, sejarah masih memungkinkan pengungkapan, dan pengetahuan masih memungkinkan revisi. Tapi bagaimana dengan sistem keyakinan?
Orang mungkin masih tersenyum saat diberitahu bahwa sejarah yang ia pelajari ternyata salah. Orang juga masih bisa tertawa saat diperlihatkan bahwa pengetahuan yang ia tahu ternyata keliru. Tapi apa yang sekiranya terjadi saat orang diberi tahu bahwa keyakinannya salah dan keliru?
Di zaman kuliah dulu, salah satu mata kuliah yang kuambil adalah Studi Tokoh Islam. Masing-masing mahasiswa membuat makalah mendalam seputar satu tokoh yang dipilih, dan mempresentasikannya. Aku dapat tugas membahas tokoh X (sori, tak bisa kusebutkan namanya).
X adalah tokoh Islam terkemuka, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Temuan, wawasan, serta berbagai perspektifnya, telah membuka cakrawala pengetahuan yang mempengaruhi dunia. Siapa pun yang cukup gaul pasti kenal tokoh ini. Tapi ternyata ada sesuatu yang "mengerikan".
Semakin dalam aku menelusuri kisah hidup tokoh X, semakin bermunculan fakta-fakta aneh dan tak terbayangkan—mungkin lebih tepat disebut “memalukan”. Saat kukonfirmasikan ke dosen, dia menyatakan, “Itu (fakta-fakta memalukan tersebut) benar, tapi sebaiknya jangan diungkapkan.”
Jadi, aku kemudian menulis makalah seputar tokoh X dan hanya menyebutkan sisi-sisi baik serta kehebatannya, tanpa sedikit pun menyebutkan “hal memalukan” yang ia lakukan. Dalam hal itu, aku telah sengaja menyingkirkan satu lapis dari tokoh X, dan hanya menyebutkan lapis terluar.
Itu contoh sederhana bagaimana pengetahuan yang kita dapatkan (dan kita percaya) tidak pernah terjamin benar seutuhnya, karena selalu ada kemungkinan tangan-tangan tak terlihat telah sengaja menyuguhkan apa yang ingin disuguhkan, dan menyingkirkan apa yang ingin disingkirkan.
Dalam contoh tersebut, “rekayasa” yang kulakukan tergolong “soft”, karena hanya memunculkan yang ingin kumunculkan, sambil menyembunyikan yang ingin kusembunyikan. Dalam hal itu, aku sama sekali tidak membengkokkan atau memanipulasi fakta hingga menyimpang atau berubah.
Tapi bagaimana dengan banyak pengetahuan yang kita dapat selama ini? Siapa yang menjamin kalau pengetahuan itu sama sekali tanpa rekayasa? Dan kalau rekayasa benar terjadi, siapa yang menjamin kalau mereka hanya menyembunyikan sebagian fakta tanpa membengkokkan dan memanipulasi?
Kehidupan yang tidak direfleksikan, kata bocah terkenal di Yunani Kuno, adalah kehidupan yang tidak pantas dijalani. Sekarang, aku memikirkan hal serupa. Jangan-jangan, pengetahuan dan keyakinan yang tidak dipertanyakan adalah pengetahuan dan keyakinan yang tidak pantas diyakini.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 April 2019.