Kita tentu sepakat bahwa Albert Einstein adalah salah satu orang genius di abad modern. Yang menarik dari Einstein bukan hanya kecerdasannya yang luar biasa, tapi juga kebiasaan-kebiasaannya dalam hidup sehari-hari. Dan salah satu kebiasaannya adalah udud.
Udud, bagi Einstein—saya kutip kalimatnya secara verbatim—“sesuatu yang berkontribusi dalam proses penilaian yang menenangkan dan objektif dalam semua urusan manusia.” Apa pun artinya. Yang jelas, sejarah mencatat bahwa Einstein seorang perokok berat.
Einstein biasa merokok pakai pipa, dan selalu menyiapkan tembakau di kantong. Einstein juga suka jalan kaki—itu kebiasaannya yang lain. Jika dia sedang asyik berjalan, dan tembakaunya habis, dan kebetulan menemukan puntung rokok di jalan, dia akan mengambilnya.
Dia ambil puntung rokok itu, lalu menggunakan tembakaunya untuk ia bakar di pipa—lalu melanjutkan ududnya. Karena kebiasaan itu, orang-orang biasa menyaksikan asap tembakau selalu mengikuti Einstein saat dia berjalan.
Tentu saja Einstein genius bukan karena udud.
Penelitian modern menyatakan bahwa merokok menghentikan pembentukan sel-sel otak, menipiskan korteks serebral (lapisan luar otak yang bertanggung jawab atas kesadaran), dan menyebabkan otak menginginkan oksigen. Rokok juga, konon, bisa menyebabkan kanker paru-paru.
Tapi ada yang aneh terkait udud ini. Sebuah penelitian di AS menganalisis 20.000 remaja, yang kebiasaan dan kesehatannya dipantau selama 15 tahun. Hasilnya, tanpa melihat umur, latar belakang etnis atau pendidikan, anak-anak yang lebih cerdas merokok lebih banyak!
Jadi, apakah kebiasaan udud memang memiliki kaitan dengan kecerdasan, atau malah mengerutkan otak (bikin orang jadi bodoh), atau bagaimana?
Entahlah. Tiba-tiba saya ingin udud.