Sampai sekarang aku lagi mikir. Tempo hari, ada foto yang viral di Twitter, memperlihatkan seorang pria yang duduk dan memangku anaknya di trotoar. Mereka saling berhadapan dan tampak tertawa.
Netizen menyebarkan foto itu, dan menambahkan kalimat, "Bahagia itu sederhana."
Yang kupikirkan... bagaimana kita tahu mereka benar-benar bahagia?
Apakah pria yang memangku anaknya di trotoar itu memang bahagia? Mungkin, ya. Tapi mungkin pula dia sedang stres memikirkan kehidupan mereka, dan satu-satunya cara menyenangkan anaknya adalah membuatnya tertawa.
Terkait kebahagiaan—atau perasaan lain—kita sepertinya punya kecenderungan untuk merasa lebih tahu dibanding orang yang merasakannya. Kita terlalu terbiasa untuk menilai seseorang dari penampakannya, padahal perasaan (termasuk kebahagiaan) adalah sesuatu yang tak terlihat.
Apakah kamu bahagia atau tidak, hanya kamu yang tahu, karena itu perasaanmu—sesuatu yang tak terlihat orang lain. Kamu bisa memasang wajah ceria dan menyuarakan tawa membahana, dan seiring dengan itu kamu menangis diam-diam tanpa seorang pun tahu. Orang lain tidak tahu perasaanmu.
Kita juga bisa melihat seseorang yang tampak gembira, menjadi pusat perhatian di mana-mana, dan kita menganggapnya bahagia, sambil mungkin diam-diam iri kepadanya. Tapi siapa yang tahu kalau ternyata dia kesepian... dan bersembunyi balik topeng popularitas serta keceriaannya?
"Aku lelah," kata Marilyn Monroe.
Dia mengatakan kata-kata itu saat berada di puncak popularitas, tangga tertinggi yang diimpikan jutaan perempuan lain, ketika dunia sedang memujanya. Satu hari kemudian, dia ditemukan tewas karena overdosis.
Kita tidak tahu perasaan orang lain.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Januari 2019.