Posting ini lanjutan post sebelumnya. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah post sebelumnya terlebih dulu.
Jadi, saya pikir, jika hal seperti ini terus diteruskan setiap kali lebaran datang, maka akan tiba suatu masa di mana harga seporsi capcay sebesar satu juta rupiah!
Well, pikir saya lagi, masalah ini sudah seharusnya dibicarakan secara ilmiah dan akademis, karena kenaikan harga capcay ini sudah tak bisa dinalar akal sehat.
Kalau suatu kenaikan harga terjadi karena adanya kenaikan harga BBM, misalnya, kita masih bisa memaklumi. Sekali harga BBM naik, ia sulit turun kembali. Karenanya sangat wajar jika suatu harga barang (khususnya yang menggunakan BBM) ikut naik begitu harga BBM naik, dan kemudian harganya tidak turun lagi. Itu wajar, sesuai hukum alam, sesuai teori ekonomi, tidak menyalahi sunnatullah.
Tetapi jika suatu harga (khususnya lagi harga capcay) yang naik karena beralasan “maklumlah, lebaran”, dan kemudian kenaikan harga itu tidak pernah turun lagi, bahkan terus naik seiring datangnya waktu lebaran selanjutnya, dan terus begitu seterusnya… di mana letak logikanya?
Jika kenaikan harga disebabkan karena adanya lebaran, yang mungkin disebabkan harga-harga bahan baku naik pada waktu lebaran, maka tentunya kenaikan harga itu harus turun kembali setelah lebaran berlalu—karena harga bahan baku toh tentunya juga sudah turun.
Jadi, apa yang menyebabkan harga capcay tidak turun dari kenaikan harganya setelah lebaran…?
Dari pertanyaan ini, saya bisa mengajukan tiga jawaban.
Jawaban pertama, kita bisa mengacu pada teori para pakar ekonomi. Bahwa permintaan yang tinggi terhadap suatu komoditas akan mengakibatkan harga meningkat. Well, mungkin peminat capcay tetap saja tidak berkurang, meski harganya terus dinaikkan, jadi harga capcay pun bisa terus asyik naik setiap tahun.
Jawaban kedua, kita mengacu pada teori para pakar sosial, yang menyatakan bahwa suatu momen besar (semisal lebaran) memang sering digunakan (baca: dimanfaatkan) secara eksploitatif. Para pedagang akan menaikkan harganya, bisnis angkutan akan menaikkan tarifnya, hotel dan motel dan losmen dan penginapan dan apa saja akan menaikkan covercharge-nya, dan Mister X si penjual capcay akan menaikkan harga capcay-nya. Persoalan apakah kemudian harga yang naik di waktu lebaran itu akan turun kembali seusai lebaran, jawabannya mengacu kembali pada hukum ekonomi.
Nah, jawaban ketiga, yang paling menggelisahkan, adalah jawaban para filsuf dan psikolog, yang menyatakan bahwa manusia adalah pemangsa manusia lainnya. Seperti yang diistilahkan Thomas Hobbes, homo homini lupus—manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.
Kita stuck objek pembahasan ini pada topik naiknya harga capcay.
Kenapa harga capcay bisa naik? Ketika harga BBM naik, harga capcay ikut naik. Kita bisa memaklumi, karena itu wajar, sehat, logis, sesuai sunnatullah. Kalau kita mau menyalahkan, salahkan pemerintah!
Tetapi jika kenaikan harga capcay terjadi pada waktu lebaran, dan kenaikan itu beralasan karena suasana lebaran, tetapi kemudian harga yang naik itu tidak turun kembali ke harga yang wajar meski lebaran telah lama berlalu… saya jadi berpikir, bahwa sebaiknya kita tidak perlu merayakan lebaran—demi tetap menjaga agar harga capcay (dan juga harga barang-barang lainnya) tetap wajar dan masuk akal, agar masyarakat tidak diam-diam mengutuk lebaran.
***
Jadi, saya pikir, jika hal seperti ini terus diteruskan setiap kali lebaran datang, maka akan tiba suatu masa di mana harga seporsi capcay sebesar satu juta rupiah!
Well, pikir saya lagi, masalah ini sudah seharusnya dibicarakan secara ilmiah dan akademis, karena kenaikan harga capcay ini sudah tak bisa dinalar akal sehat.
Kalau suatu kenaikan harga terjadi karena adanya kenaikan harga BBM, misalnya, kita masih bisa memaklumi. Sekali harga BBM naik, ia sulit turun kembali. Karenanya sangat wajar jika suatu harga barang (khususnya yang menggunakan BBM) ikut naik begitu harga BBM naik, dan kemudian harganya tidak turun lagi. Itu wajar, sesuai hukum alam, sesuai teori ekonomi, tidak menyalahi sunnatullah.
Tetapi jika suatu harga (khususnya lagi harga capcay) yang naik karena beralasan “maklumlah, lebaran”, dan kemudian kenaikan harga itu tidak pernah turun lagi, bahkan terus naik seiring datangnya waktu lebaran selanjutnya, dan terus begitu seterusnya… di mana letak logikanya?
Jika kenaikan harga disebabkan karena adanya lebaran, yang mungkin disebabkan harga-harga bahan baku naik pada waktu lebaran, maka tentunya kenaikan harga itu harus turun kembali setelah lebaran berlalu—karena harga bahan baku toh tentunya juga sudah turun.
Jadi, apa yang menyebabkan harga capcay tidak turun dari kenaikan harganya setelah lebaran…?
Dari pertanyaan ini, saya bisa mengajukan tiga jawaban.
Jawaban pertama, kita bisa mengacu pada teori para pakar ekonomi. Bahwa permintaan yang tinggi terhadap suatu komoditas akan mengakibatkan harga meningkat. Well, mungkin peminat capcay tetap saja tidak berkurang, meski harganya terus dinaikkan, jadi harga capcay pun bisa terus asyik naik setiap tahun.
Jawaban kedua, kita mengacu pada teori para pakar sosial, yang menyatakan bahwa suatu momen besar (semisal lebaran) memang sering digunakan (baca: dimanfaatkan) secara eksploitatif. Para pedagang akan menaikkan harganya, bisnis angkutan akan menaikkan tarifnya, hotel dan motel dan losmen dan penginapan dan apa saja akan menaikkan covercharge-nya, dan Mister X si penjual capcay akan menaikkan harga capcay-nya. Persoalan apakah kemudian harga yang naik di waktu lebaran itu akan turun kembali seusai lebaran, jawabannya mengacu kembali pada hukum ekonomi.
Nah, jawaban ketiga, yang paling menggelisahkan, adalah jawaban para filsuf dan psikolog, yang menyatakan bahwa manusia adalah pemangsa manusia lainnya. Seperti yang diistilahkan Thomas Hobbes, homo homini lupus—manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.
Kita stuck objek pembahasan ini pada topik naiknya harga capcay.
Kenapa harga capcay bisa naik? Ketika harga BBM naik, harga capcay ikut naik. Kita bisa memaklumi, karena itu wajar, sehat, logis, sesuai sunnatullah. Kalau kita mau menyalahkan, salahkan pemerintah!
Tetapi jika kenaikan harga capcay terjadi pada waktu lebaran, dan kenaikan itu beralasan karena suasana lebaran, tetapi kemudian harga yang naik itu tidak turun kembali ke harga yang wajar meski lebaran telah lama berlalu… saya jadi berpikir, bahwa sebaiknya kita tidak perlu merayakan lebaran—demi tetap menjaga agar harga capcay (dan juga harga barang-barang lainnya) tetap wajar dan masuk akal, agar masyarakat tidak diam-diam mengutuk lebaran.