Seorang bocah menangis sambil mengelus-elus luka lecet di kakinya. Luka lecet itu tampaknya sudah mengering, tak lama lagi pasti akan sembuh, dan bekasnya akan hilang. Tapi bocah itu terlihat menangis sedih.
Seorang tetangga yang menyaksikan itu menegur dengan heran, “Kamu ngapain, kok nangis gitu?”
“Aku menangisi lecet ini,” sahut si bocah dengan lugu.
“Jadi, kenapa kakimu lecet?”
Si bocah menceritakan, “Seminggu lalu, aku kan jalan-jalan pakai sandal. Karena nggak terbiasa, jadinya kakiku lecet.”
Si tetangga memperhatikan luka lecet itu. “Tapi… lecet di kakimu kan udah mau sembuh, tuh. Kenapa kamu nangis?”
“Justru itu!” jerit si bocah. “Aku nangis, karena lecet ini udah mau sembuh!”
“Lho?” Si tetangga bengong. “Kamu nangis justru karena lecetmu mau sembuh? Kok bisa?”
“Iya!” jawab si bocah sambil mau nangis lagi. “Lecet di kaki ini terjadi waktu aku jalan-jalan sama orang yang kusayangi. Nggak lama lagi lecet ini akan sembuh dan bekasnya akan hilang. Itu bikin aku sedih, karena nggak punya lagi kenangan dengan orang yang aku sayang.” Kemudian, sambil mengelus-elus luka lecetnya, bocah itu berkata perlahan-lahan, “Padahal cuma lecet ini yang bikin aku ngerasa punya kenangan sama dia. Fu… fu… fu…”