Sabtu, 15 November 2014

Noffret’s Note: Luka (1)

Memang, lebih baik sendiri tapi damai,
daripada terluka karena mencintai.
—Twitter, 21 Maret 2014

Mother Theresa bisa mencintai seseorang
yang selalu menyakitinya.
Tapi, maaf, aku bukan Mother Theresa.
—Twitter, 21 Maret 2014

Mahatma Gandhi bisa mengasihi orang
yang selalu melukai perasaannya.
Tapi maaf, aku bukan Gandhi.
—Twitter, 21 Maret 2014

Seseorang menyatakan, “Mencintailah
hingga terluka.” Ya, itulah yang pernah kulakukan,
dan aku tak sudi melakukannya lagi!
—Twitter, 21 Maret 2014

Berurusan dengan manusia adalah berurusan
dengan batas. Di antaranya batas kesabaran,
batas perasaan, batas toleransi, dan batas terluka.
—Twitter, 21 Maret 2014

Ada orang sangat ketakutan pada gelap,
karena kegelapan pernah melukainya. Begitu pun,
ada orang sangat takut terluka, dengan alasan sama.
—Twitter, 21 Maret 2014

Jika lebih dari separuh hidupmu penuh luka,
yang kauinginkan hanya cinta. Jika cinta ternyata
juga melukai, kau akan lebih memilih sendiri.
—Twitter, 21 Maret 2014

Kau tidak bisa yakin seseorang tulus menyayangimu,
jika yang ia tunjukkan selalu upaya melukai
dan menyakitimu. Begitu pun aku.
—Twitter, 21 Maret 2014

Jika kedekatan pada akhirnya menjadi cara kita
untuk saling menyakiti dan terlukai, mungkin
lebih baik kita kembali asing satu sama lain.
—Twitter, 21 Maret 2014

Hidup adalah soal pilihan. Dan, terus terang,
aku akan memilih apa pun, selama itu mendatangkan
kedamaian, tanpa luka, meski sendirian.
—Twitter, 21 Maret 2014

Kesepian, keterasingan, dan kesendirian tak pernah
membuatku takut. Yang kutakuti adalah kesadaran
bahwa orang yang kucintai bisa melukaiku.
—Twitter, 21 Maret 2014

Kau bisa menyatakan atau bahkan memakiku,
“Pengecut!” Dan aku bisa memberimu jawaban
yang telah lama kuhafal, “Persetan!”
—Twitter, 21 Maret 2014

Setiap orang memiliki luka, trauma, dan
ketakutannya sendiri, dan kita bisa menelusurinya
hingga ke ujung neraka yang paling luka.
—Twitter, 21 Maret 2014

Kita bertahan dengan adaptasi, dan aku tak malu
mengakui bahwa aku rapuh. Itu caraku melindungi
diri sendiri, agar jarak luka semakin jauh.
—Twitter, 21 Maret 2014

Aku butuh waktu lama untuk yakin dan tak ragu
memberikan hatiku kepadamu. Tapi satu luka kecil saja
sudah cukup membuatku pergi menjauh.
—Twitter, 21 Maret 2014

“Pada akhirnya adalah luka,” kata Nietzsche.
Sekarang aku memahami mengapa ia lebih memilih
sendirian dan gila, daripada terluka.
—Twitter, 21 Maret 2014


*) Ditranskrip dari timeline @noffret.
 
 
;