Aku selalu membayangkan, risoles adalah salah satu makanan surga.
Bersama bakwan panas, siomay, batagor, dan karamel hitam.
—Twitter, 5 April 2015
Jika kelak kau sampai di surga, pastikan di sana ada risoles.
Jika tidak ada, mungkin itu bukan surga.
—Twitter, 5 April 2015
Risoles adalah makanan yang penuh nilai filsafat. Mirip lumpia, tapi lebih elegan. Luarnya kasar namun indah, dalamnya empuk penuh nikmat.
—Twitter, 5 April 2015
Jika Van Gogh masih hidup, dia pasti setuju bahwa risoles adalah salah satu mahakarya manusia, yang dihasilkan tangan-tangan para maestro.
—Twitter, 5 April 2015
Salah satu alasanku mensyukuri kehidupan di Bumi adalah karena di sini ada risoles yang enak. Di Mars, kau tahu, tidak ada risoles.
—Twitter, 5 April 2015
Kalau pacarmu bisa membuat risoles yang enak (juga cantik, pintar, dan bijaksana), kau perlu mempertahankannya. Dia pasti wanita istimewa.
—Twitter, 5 April 2015
Risoles mengingatkanku bahwa di dunia ini ada kontradiksi yang baik. Paduan antara kasar di luar, dan lembut di dalam. Risoles adalah guru.
—Twitter, 5 April 2015
Jangan menilai sesuatu hanya dari luarnya. Itu pelajaran abadi yang tak pernah lekang waktu. Jika memerlukan bukti, perhatikanlah risoles.
—Twitter, 5 April 2015
Jika isi risoles sekasar kulitnya, atau kulit risoles selembut isinya, pasti orang tak akan tertarik, karena rasanya juga pasti tidak enak.
—Twitter, 5 April 2015
Penemu risoles seharusnya mendapat Nobel, dan para pembuat risoles seharusnya mendapat medali kehormatan. Mereka orang-orang luar biasa!
—Twitter, 5 April 2015
Risoles adalah keindahan kecil alam semesta, sentuhan lembut dalam makrokosmos kehidupan dunia. Sebagai bocah, aku percaya.
—Twitter, 5 April 2015
*) Ditranskrip dari timeline @noffret.